Dalam membesarkan anak, salah satu isu yang kerap menjadi perhatian orang tua adalah momen ketika anak mulai diperbolehkan berpacaran. Bagi banyak orang tua, hubungan asmara di usia remaja dianggap perlu pengawasan dan pembatasan guna melindungi perkembangan emosional serta menghindarkan anak dari risiko pergaulan bebas.
Berdasarkan survei berjudul Parenting Trends in Indonesia yang dilakukan oleh Jakpat terhadap 983 responden pada 18–20 Februari 2025 melalui aplikasi mobile Jakpat dengan margin of error di bawah 5%, ditemukan bahwa 56% orang tua menetapkan batas minimal usia 18 tahun bagi anak untuk berpacaran.
Sebanyak 24% orang tua secara tegas tidak mengizinkan anak mereka untuk berpacaran sama sekali, sedangkan 16% memberikan izin pada rentang usia 16–18 tahun. Sementara itu, hanya 2% orang tua yang memberikan kebebasan tanpa batas usia, dan 2% lainnya memperbolehkan anak berpacaran pada usia 13–15 tahun.
Orang Tua Tetap Ingin Mengawasi Hubungan Anak
Meskipun sebagian orang tua memberikan izin, hasil survei yang sama juga mengungkapkan bahwa 80% dari mereka tetap berkomitmen untuk mengawasi dan membimbing anak dalam menjalin hubungan asmara, khususnya di masa remaja. Fakta ini menunjukkan bahwa perhatian orang tua terhadap pergaulan anak masih sangat tinggi, apalagi di era modern saat ini ketika akses informasi semakin terbuka dan tidak terbatas.
Joe Ferrel, psikoterapis di Peninsula Child & Family Services di Virginia, menekankan bahwa ketika anak datang kepada orang tua untuk berbagi cerita, hal terpenting yang harus diberikan adalah telinga dan hati yang terbuka. Anak harus merasa aman dan nyaman untuk berbagi tanpa takut dihakimi, karena komunikasi yang terbuka menjadi kunci dalam mendampingi mereka menghadapi berbagai fase kehidupan, termasuk urusan asmara.
Ia turut menegaskan bahwa peran orang tua bukan untuk mengendalikan sepenuhnya, melainkan untuk menjadi pendamping yang bijaksana.
"Sebagai orang tua, tugas utama bukan memberikan semua jawaban, tapi mendampingi mereka dalam memahami masalah dan mengambil keputusan sendiri, sambil tetap memberi arahan agar mereka bisa menemukan solusinya dengan percaya diri," ungkapnya, mengutip Parents (23/9/2024).
Faktor Moral dan Agama Jadi Pertimbangan Utama
Selain aspek komunikasi dan pengawasan, banyak orang tua juga menjadikan faktor moral dan agama sebagai dasar dalam menetapkan batasan bagi anak. Dalam survei yang sama, disebutkan bahwa 60% orang tua menganggap nilai moral dan etika yang didasarkan pada ajaran agama menjadi pertimbangan utama dalam gaya pengasuhan mereka.
Temuan ini menunjukkan bahwa mayoritas orang tua di Indonesia masih memegang prinsip konservatif, khususnya dalam membatasi hubungan percintaan pada usia remaja. Mereka khawatir bahwa pacaran di usia muda dapat mengganggu fokus belajar, membuka peluang pergaulan bebas, hingga bertentangan dengan nilai-nilai agama yang mereka anut.
Namun, membatasi hubungan asmara sejak dini seharusnya bukan hanya soal pelarangan, melainkan juga tentang bagaimana orang tua membekali anak dengan pemahaman dan nilai yang tepat.
Penting bagi orang tua untuk tidak hanya memberikan batasan, tetapi juga menjelaskan alasan di balik aturan tersebut agar anak mengerti dan dapat bertanggung jawab atas pilihannya. Pendekatan yang penuh empati dan pengawasan yang tepat akan membantu anak memahami batasan, menghargai diri sendiri, serta mampu membangun hubungan yang positif dan bertanggung jawab di masa depan.
Baca Juga: Ini Dia Hal yang Perlu Disiapkan Sebelum Punya Anak
Penulis: Chika Maulida T
Editor: Editor