Survei Jakpat memperlihatkan, martabak asin maupun manis dan kopi merupakan makanan dan minuman yang paling banyak dipesan melalui aplikasi online. Keduanya populer di kalangan Gen Z, Milenial, hingga Gen X.
Dari hasil survei tersebut, terlihat jajanan khas Indonesia lebih mendominasi dibandingkan jajanan khas dari negara lain. Kue khas Indonesia lebih banyak diminati oleh kalangan Gen X. Sementara itu, jajanan khas Sunda lebih digemari oleh Gen Z.
Rata-rata, responden menghabiskan Rp56.838 untuk setiap jajanan yang dipesan. Angka ini sudah termasuk biaya pengiriman dan biaya tambahan lainnya. Untuk minuman, angkanya lebih rendah, yaitu rata-rata Rp47.661.
Selain kopi, minuman rasa buah dan minuman dengan topping juga banyak jadi pilihan.
Kopi lebih banyak dikonsumsi oleh responden kelas atas. Kelas menengah lebih banyak memilih minuman berbahan dasar coklat. Sementara itu, minuman berperisa buah, minuman dengan topping, teh, sirup, hingga minuman susu atau yogurt lebih banyak dipilih oleh responden kelas bawah.
Kenapa Pilih Makanan dari Aplikasi Pesan Makanan Online?
Berdasarkan survei, beberapa alasan responden lebih suka memesan makanan secara online adalah adanya promo atau diskon, terlalu malas keluar rumah, tidak perlu antre, banyak pilihan makanan/minuman, serta hemat waktu. Mencari promo atau diskon juga sudah menjadi “kebiasaan” ketika memesan makanan atau minuman secara online.
Kontribusi E-Commerce untuk Ekonomi Digital Indonesia
Tak hanya terbatas pada aplikasi pesan online untuk makanan atau minuman, e-commerce Indonesia secara keseluruhan telah berkontribusi hingga 40% di pangsa pasar ASEAN pada 2023.
Pada tahun yang sama, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto juga menyebut, Indonesia menjadi negara peringkat kedua tujuan investasi digital di ASEAN. Nilainya diperkirakan mencapai US$21,97 miliar.
Ekonomi digital Indonesia diproyeksikan tumbuh hingga 4x lipat pada 2030 mendatang. Nilainya sekitar US$210-US$360 miliar.
Tak hanya berpengaruh bagi korporasi besar, perkembangan ekonomi digital ini juga menyentuh ranah UMKM. Saat ini, kurang lebih ada 64 juta pelaku UMKM dalam ekosistem digital. Dengan jumlah yang tinggi, kontribusinya juga selaras.
Dalam penelitian Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) pada 2023, UMKM yang sudah berbasis online sejak awal, memperoleh kenaikan omzet rata-rata tahunan hingga 50%. Bahkan, ada 11,9% UMKM dalam survei yang alami kenaikan omzet hingga 100%.
Baik UMKM berbasis online sejak awal maupun UMKM offline-online, dampak positif dari digitalisasi bisnis tetap terasa. Manfaat yang dirasakan, di antaranya adalah lebih praktis berjualan online (72,83% responden UMKM), exposure lebih luas (72,83%), dan potensi pertumbuhan lebih cepat (69,69%).
Baca Juga: Nilai Transaksi E-Commerce Indonesia Capai Rp487 Triliun pada 2024
Penulis: Ajeng Dwita Ayuningtyas
Editor: Editor