Istilah rojali atau rombongan jarang beli belakangan ramai diperbincangkan. Fenomena ini menggambarkan masyarakat yang datang ke pusat perbelanjaan atau mal dalam jumlah besar, namun tidak banyak melakukan transaksi. Mal tetap ramai, tetapi kasir sepi.
Muncul pertanyaan, apakah ini pertanda daya beli masyarakat melemah?
Menurut Kepala Ekonom BCA, David Sumual, tren rojali banyak terjadi di kalangan menengah ke atas. Mereka sebenarnya masih punya kemampuan finansial untuk belanja, namun saat ini lebih memilih menyimpan uang dalam bentuk investasi seperti deposito, emas, hingga Surat Berharga Negara (SBN). Pergeseran ini membuat konsumsi kelompok menengah ke atas belum pulih meski ekonomi nasional menunjukkan pemulihan.
Padahal, konsumsi kelompok ini sangat krusial. David menyebut, kontribusi masyarakat menengah ke atas pada belanja barang tahan lama, seperti mobil, furnitur, pakaian, dan barang mewah, menyumbang hingga 70% terhadap total konsumsi nasional.
Baca Juga: Indonesia Digital Report 2025: Online Shopping
Namun, apakah ini artinya daya beli benar-benar turun? Tidak selalu.
Direktur Bina Usaha Perdagangan Kemendag, Septo Soepriyatno, menyatakan bahwa mal kini telah berubah fungsi menjadi ruang publik dan tempat rekreasi, bukan sekadar tempat belanja. Dengan kata lain, masyarakat mungkin datang untuk bersosialisasi, menikmati fasilitas, atau sekadar mengisi waktu luang, tanpa niat bertransaksi.
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonzus Widjaja, menyebut bahwa rojali bukanlah fenomena baru. Ia selalu ada, namun meningkat ketika daya beli melemah. Meski saat ini belum terlalu berdampak pada kinerja pusat belanja secara nasional, jika berlangsung lama, sektor ritel, manufaktur, hingga jasa keuangan bisa terkena imbasnya.
Bagi pelaku usaha, rojali menjadi sinyal penting untuk beradaptasi. Strategi promosi dan perubahan konsep bisnis, seperti fokus ke produk gaya hidup, tenant FnB, serta integrasi digital melalui omnichannel, perlu diperkuat agar tetap relevan dengan kebiasaan baru konsumen.
Fenomena rojali menunjukkan bahwa masyarakat tidak sekadar berhemat, tetapi juga lebih selektif, sadar keuangan, dan mencari pengalaman. Ini bisa jadi cermin perubahan struktural dalam perilaku belanja masyarakat Indonesia.
Sumber:
- https://www.uinjkt.ac.id/id/rojali-dan-krisis-dompet-rakyat?utm_source=chatgpt.com
- https://uniad.ac.id/mal-ri-diserbu-rojali-respons-mendag-dan-bos-ritel-tak-terduga/?utm_source=chatgpt.com
Penulis: Rayhan Adri Fulvian
Editor: Muhammad Sholeh