Permasalahan kepemilikan rumah merupakan isu fundamental yang dihadapi oleh semua negara, termasuk Indonesia. Pada 2024, Indonesia tercatat sebagai salah satu dari empat negara tersulit dalam hal kepemilikan rumah. Faktor utamanya adalah lonjakan harga rumah, ketimpangan antara harga rumah dan pendapatan, serta keterbatasan lahan untuk pembangunan permukiman.
Tak mengherankan jika jumlah masyarakat yang mengantre untuk membeli rumah atau dikenal sebagai backlog cukup tinggi, mencapai 15 juta antrean.
“Jumlah backlog baru adalah sekitar 15 juta antrean,” ujar Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Fahri Hamzah di Jakarta Pusat, Senin (21/4/2025), dikutip dari Tempo.
Namun, di sisi lain, persentase rumah tangga yang memiliki rumah atau tinggal di rumah milik sendiri mengalami kenaikan tipis namun konsisten. Ini menunjukkan tren positif dalam kepemilikan rumah di Indonesia dari tahun ke tahun.
Kondisi tersebut tergambar jelas dalam data Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai rumah tangga yang tinggal di rumah milik sendiri. Pada 2020, tercatat 80,1% rumah tangga tinggal di rumah milik pribadi. Angka ini naik menjadi 81,08% pada 2021 dan 83,99% pada 2022. Tren ini berlanjut hingga 2024 yang mencapai 84,95%. Sayangnya, data untuk tahun 2023 tidak tersedia.
Di luar kepemilikan rumah, Indonesia juga menghadapi tantangan akses terhadap hunian layak. Baik yang disewa maupun dimiliki, sekitar 26 juta warga masih menunggu perbaikan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH).
“Backlog renovasi RTLH (rumah tidak layak huni) sama, sekitar 26 juta,” lanjut Fahri Hamzah.
Meski demikian, persentase rumah layak huni secara nasional masih tergolong tinggi. Berdasarkan data provinsi, Daerah Istimewa Yogyakarta mencatat skor tertinggi yaitu 86,68%, diikuti oleh Bali dengan 85,99%. Kedua wilayah ini menunjukkan konsistensi dalam capaian indikator sosial dan kualitas permukiman.
Selanjutnya, Kalimantan Timur meraih 76,77%, sedikit lebih tinggi dari Sulawesi Tenggara yang mencatat 76,67%. Riau dan Sulawesi Utara masing-masing mencatatkan 74,8% dan 74,21%.
Sumatra Utara memperoleh skor 73,47%, diikuti Jawa Timur dengan 73,4%. Dua provinsi lainnya, Gorontalo dan Sulawesi Selatan, masing-masing mencatat 72,04% dan 71,86%.
Data ini menunjukkan bahwa sejumlah daerah di luar Pulau Jawa memiliki capaian signifikan. Ini menjadi indikator bahwa pembangunan tidak hanya terkonsentrasi di wilayah barat Indonesia. Pemerataan sosial dan ekonomi menjadi kunci dalam menjaga keseimbangan pembangunan antarwilayah di Tanah Air.
Baca Juga: Warga Indonesia Butuh 47 Tahun Buat Bisa Beli Rumah
Sumber:
https://www.bps.go.id/id/statistics-table/2/ODQ5IzI=/persentase-rumah-tangga-menurut-provinsi-dan-status-kepemilikan-bangunan-tempat-tinggal-yang-ditempati-milik-sendiri.html%20
https://www.bps.go.id/id/statistics-table/2/MTI0MSMy/persentase-rumah-tangga-yang-memiliki-akses-terhadap-hunian-yang-layak-dan-terjangkau-menurut-provinsi.html
https://www.tempo.co/ekonomi/arti-backlog-rumah-yang-disebut-fahri-hamzah-naik-15-juta-tahun-ini-1237643#goog_rewarded
Penulis: Faiz Al haq
Editor: Editor