Kepala Staf TNI AD, Jenderal Maruli Simanjuntak, menegaskan bahwa Novi Helmy Prasetya telah resmi meninggalkan dinas kemiliteran sebelum dilantik sebagai Direktur Utama Perum Bulog.
Saat ditemui usai rapat kerja Komisi I DPR di Kompleks Parlemen, Maruli telah menekankan bahwa pengangkatan Novi sebagai Dirut Bulog telah sesuai dengan Keputusan Menteri BUMN dengan Nomor SK-30/MBU/02/2025 tertanggal 7 Februari 2025.
Kriteria yang terpilih menjabat pejabat sipil disesuaikan dengan kriteria dan kemampuan pribadi, hal tersebut ada dalam kinerja Novi sebagai Asisten Teritori yang telah mengurusi pertanian, penampungan gabah, hingga dapat meyakinkan hasil bumi petani selama bertahun-tahun, hal ini dianggap pantas menempati jabatan sipil tersebut.
Personel TNI yang Menjabat Posisi Sipil di Indonesia
Kasus terbaru yang menarik perhatian dengan pengangkatan Mayjen Novi Helmy Prasetya sebagai Direktur Utama Perum Bulog, bukan menjadi satu-satunya anggota TNI yang menempati posisi sipil dalam pemerintahan. Beberapa perwira aktif juga telah menempati jabatan strategis.
Sebelum kontroversi Novi muncul, kasus serupa juga telah muncul dengan diangkatnya Mayor Teddy Indra Wijaya sebagai Sekretaris Kabinet dalam Pemerintahan Prabowo-Gibran yang menuai polemik karena masih berstatus aktif sebagai perwira aktif TNI.
Namun, Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat, Brigadir Jenderal Wahyu Yudhayana, mengatakan bahwa jabatan tersebut merupakan bagian dari penugasan di luar struktur, sehingga dianggap tidak melanggar aturan.
“Ini statusnya adalah penugasan di luar struktur sehingga tidak perlu menyelesaikan dinas aktifnya atau pensiunan itu tidak perlu,” ungkap Wahyu dikutip dari Kompas.
Kemudian, kementerian juga telah diisi oleh prajurit TNI aktif, termasuk Mayjen Maryono sebagai Inspektur Jenderal Kementerian Perhubungan, Mayjen Irham Waroihan sebagai Irjen Kementerian Pertanian, serta Laksamana Pertama Ian Heriyawan di Badan Penyelenggara Haji. Ketiganya telah ditunjuk oleh Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto melalui Surat Keputusan Panglima TNI 1545/XII/2024 pada Desember 2024.
Mengapa Anggota Aktif TNI yang Menjabat di Sipil Dinilai Tidak Tepat?
Pengangkatan prajurit TNI aktif, seperti Novi Helmy ke jabatan sipil dianggap sebagai ancaman serius terhadap prinsip demokrasi dan merupakan pelanggaran terhadap hukum yang berlaku.
Dalam sistem demokrasi, pemisahan antara urusan militer dan sipil merupakan prasyarat utama untuk menjamin supremasi sipil serta tata kelola negara yang berdasarkan hukum. Hal ini telah ditegaskan dalam Pasal 47 ayat (1) UU No. 34 Tahun 2004, seorang prajurit hanya boleh menduduki sipil setelah ia mengundurkan diri atau pensiun dari tugas militer.
Kemudian, terdapat draf revisi UU TNI, dengan ketentuan Pasal 47 ayat (2) UU TNI, membuka ruang penempatan prajurit aktif pada jabatan sipil dan hanya terbatas pada 10 kementerian/lembaga, seperti koordinator bidang politik dan keamanan negara, pertahanan negara, sekretaris militer presiden, intelijen negara, sandi negara, lembaga ketahanan nasional, dewan pertahanan nasional, search and rescue (SAR) nasional, narkotika nasional, dan mahkamah agung.
Penempatan TNI aktif di posisi sipil yang tidak terkait dengan pertahanan dapat membawa dampak negatif bagi pengembangan karir ASN dan merusak profesionalisme TNI, seharusnya hal ini difokuskan untuk meningkatkan kemampuan menghadapi perang modern dengan teknologi canggih, bukan terlibat di luar bidang militer.
Selain itu, kehadiran TNI aktif dapat menimbulkan kekhawatiran terkait persaingan internal yang tidak sehat dan pengalihan fokus dari tugas pertahanan, hal ini dapat seolah-olah mengembalikan model politik otoriter era orde baru.
Baca Juga: Masuk 79 Tahun, Simak Data Terbaru Jumlah Personel dan Anggaran TNI
Penulis: Ucy Sugiarti
Editor: Muhammad Sholeh