Konflik Laut Merah, Apa Dampaknya Terhadap Indonesia?

Konflik Laut Merah membuat ongkos logistik pengiriman kapal meningkat, yang berimbas pada kinerja ekspor dan impor di Indonesia.

Konflik Laut Merah, Apa Dampaknya Terhadap Indonesia? Ilustrasi kapal kargo | Tawatchai07/Freepik

Selama kurang lebih tiga bulan terakhir, konflik laut merah masih tak kunjung mereda membuat arus lalu lintas di jalur perdagangan Terusan Suez mengalami penurunan tajam.

Bahkan menurut laporan terbaru Konferensi PBB tentang Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD), banyak kapal kargo memilih mengambil rute yang lebih panjang dan mahal untuk menghidari serangan.

“Kami sangat prihatin atas serangan terhadap pelayaran Laut Merah menambah ketegangan pada perdagangan global, memperburuk gangguan perdagangan karena geopolitik dan perubahan iklim,” ungkap Ketua UNCTAD Jan Hoffman.

Diketahui, serangan tersebut pecah imbas konflik antara Israel dan Palestina. Para pemberontak Houthi yang didukung Iran di Yaman menargetkan pengiriman yang dianggap terkait dengan Israel sebagai solidaritas dengan warga Palestina.

Jumlah warga Palestina yang tewas dan luka-luka per 1 Februari 2024 | Goodstats

Adapun berdasarkan pernyataan dari Kementerian Kesehatan Palestina, jumlah warga Palestina yang tewas akibar serangan Israel telah melampaui 27 ribu orang per Kamis, (1/2/2024). Dalam kurun waktu 24 jam terakhir, tentara Israel dilaporkan telah menewaskan sekitar 118 warga Palestina dan melukai sebanyak 190 warga. Angka tersebut menambah daftar korban tewas menjadi 27.019 orang dan korban luka-luka sebanyak 66.139 orang sejak konflik pecah pada 7 Oktober 2023 lalu.

Lalu Lintas Kapas di Terusan Suez Turun Hingga 42%

Akibat serangan para pemberontak Houthi terhadap kapal-kapal bermuatan kargo yang melewati Laut Merah, banyak perusahaan pelayaran yang memutuskan untuk menghindari salah satu jalur pelayaran tersibuk di dunia tersebut.

Masifnya serangan membuat kondisi lalu lintas kapal dagang dan kargo yang berada di Terusan Suez menjadi sangat memprihatinkan. Merujuk pada laporan UNCTAD, serangan militan Houthi di Laut Merah sukses membuat volume lalu lintas komersial yang melewati Terusan Suez menurun hingga 42%.

Tak tanggung-tanggung, serangan tersebut juga telah mendorong lima perusahaan pelayaran container terbesar di dunia yang menyumbang 65% kapasitas pengiriman global, menghentikan pelayaran via jalur Terusan Suez.

Hal ini berdampak pada lonjakan harga yang dikenakan untuk mengirim barang antara Asia ke Eropa, sebab kapal-kapal harus melipir mengelilingi benua Afrika. Menurut data UNCTAD, perdagangan dunia melewati Laut Merah yang menjadi penghubung antara Eropa dan Asia mencakup sekitar 12%-15%. Diperkirakan, kurang lebih terdapat 20 ribu kapal yang melintasi kawasan tersebut tiap tahunnya.

“Pentingnya Terusan Suez dan Laut Merah bagi perdagangan global tidak dapat disepelekan, karena itu, dampak konflik ini sangat besar, menyebabkan pengambilan keputusan yang sulit terkait biaya dan risiko keamanan” kata Kepala Pelayaran Global di London Stock Exchange Group (LSEG) Fabrice Maille.

Biaya Logistik Pengiriman RI ke Eropa Meningkat

Adanya konflik di Laut Merah membuat rute logistik dari Eropa ke Indonesia berubah lantaran tidak dapat melalui Terusan Suez. Bahkan, mengutip Kontan.co.id, rute perdagangan Eropa-Indonesia saat ini harus mengambil rute terjauh, yakni melalui Afrika Selatan. Dengan demikian, biaya logistik yang harus dikeluarkan juga meningkat hingga kisaran 55%-63%.

Diperkirakan, konflik Laut Merah ini akan semakin meningkatkan ketidakpastian global. Hal ini disebabkan oleh dampaknya yang sangat signifikan terhadap pelayaran dunia, mulai dari tertundanya waktu pengiriman barang, meningkatnya konsumsi bahan bakar, hingga melonjaknya biaya operasional.

Sejalan dengan besarnya ongkos kirim kapal dari Asia ke Eropa, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani mengatakan bahwa serangan pemberontak Houthi di Laut Merah berdampak pada penghambatan pengiriman barang ke luar negeri yang menyebabkan kegiatan ekspor Indonesia tergerus.

Shinta pun menyoroti surplus neraca perdagangan RI yang mengalami penurunan. Merujuk data dari Badan Pusat Statistik (BPS), total surplus neraca perdagangan Indonesia mencapai US$36,93 miliar sepanjang tahun 2023. Capaian tersebut lebih rendah sekitar US$17,52 miliar atau setara dengan 33,46% dibandingkan tahun sebelumnya.

“Kami sih merasa akan terganggu ya, jelas aka nada penurunan ekspor. Cuma ya, memang kita kan kalau lihat neraca dagang saja surplusnya sudah makin turun,” papar Shinta dikutip dari Antaranews.

Ia mengatakan, para pengusaha akan dihadapkan dengan kondisi ketidakpastian global di tahun 2024 ini, padahal dunia baru dihadapkan dengan kondisi pemulihan ekonomi pasca-pandemi Covid-19.

“Dari pandemi kita merasa mulai pemulihan, tapi kenyataannya dengan kondisi 2024 ini banyak ketidakpastian, termasuk salah satunya dari segi logistik karena konflik di Laut Merah,” jelas Shinta.

Penulis: Nada Naurah
Editor: Iip M Aditiya

Konten Terkait

Taylor Swift Menjadi Miliarder, dari Mana Saja Sumber Kekayaannya?

Kesuksesan finansial seorang penyanyi tidak hanya berasal dari penjualan rekaman atau konser, tetapi juga dari strategi bisnis yang cerdas.

7 Letusan Gunung Berapi Terbesar dalam Sejarah, Gunung Tambora Indonesia Nomor Satu

Dua letusan gunung berapi di Indonesia tercatat sebagai letusan terbesar dalam sejarah.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

Dengan melakukan pendaftaran akun, saya menyetujui Aturan dan Kebijakan di GoodStats

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook
Student Diplomat Mobile
X