Kasus penembakan oleh aparat kepolisian, baik yang melibatkan masyarakat sipil seperti yang terjadi pada siswa SMK di Semarang maupun antaranggota kepolisian seperti yang terjadi di Sorok Selatan, terus menjadi sorotan tajam dalam beberapa tahun terakhir. Insiden-insiden tragis ini tidak hanya menciptakan ketakutan, dan juga memunculkan pertanyaan besar tentang profesionalisme, prosedur penggunaan senjata api, dan pengawasan dalam tubuh kepolisian.
Dari tahun 2014 hingga 2024, rangkaian kasus penembakan—baik yang mengarah pada kematian maupun luka-luka—menunjukkan adanya pola kekerasan yang mengkhawatirkan. Fenomena ini tidak hanya mencerminkan adanya konflik internal dalam institusi kepolisian, tetapi juga menyoroti lemahnya pengendalian dan pengawasan terhadap penggunaan kekuatan yang seharusnya dilakukan dengan lebih hati-hati dan profesional.
Baca Juga: Lebih dari 600 Kasus Kekerasan Libatkan Polisi, Fungsi Utama Polisi Dipertanyakan
Kasus Penembakan oleh Polisi dari Tahun ke Tahun
Kasus penembakan oleh polisi terhadap sesama anggota kepolisian, yang sering kali terjadi di luar dugaan, mencerminkan masalah internal yang lebih dalam dalam tubuh sebuah institusi.
Meskipun jarang dibicarakan di ruang publik, beberapa kasus yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir membuka tabir konflik, baik personal maupun profesional, yang melibatkan penggunaan senjata api oleh anggota polisi. Berikut adalah rangkuman beberapa peristiwa tragis yang terjadi dari tahun ke tahun, yang menggambarkan kelamnya sejarah penembakan oleh polisi di Indonesia.
2014: Insiden Tragis di Jakarta
Pada tahun 2014, warga Indonesia diguncang oleh insiden yang menewaskan Kepala Detasemen Markas Kepolisian Daerah Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Pamudji. Ia meninggal setelah ditembak di bagian kepala oleh bawahannya, Brigadir Susanto, di kantor piket Kepala Pelayanan Markas Polda Metro Jaya pada 18 Maret.
Penyebab penembakan ini diduga berkaitan dengan ketegangan antara keduanya, di mana Susanto tidak terima ditegur oleh Pamudji. Kasus ini menjadi titik awal dari deretan insiden serupa yang melibatkan polisi sebagai pelaku dan korban.
2017: Penembakan di Ngawen, Jawa Tengah
Pada tahun 2017, tiga anggota Brimob tewas dalam sebuah insiden penembakan yang terjadi di Ngawen, Jawa Tengah. Kejadian ini melibatkan Bripka BT, Brigadir BW, dan Brigadir AS, yang ditembak oleh rekannya sendiri pada 10 Oktober. Penyelidikan awal menunjukkan bahwa motif penembakan ini bersifat pribadi, menandakan bahwa konflik internal di kalangan anggota kepolisian bisa berujung pada tindakan fatal.
2019: Insiden di Sirenja dan Depok
Pada tahun 2019, dua insiden besar melibatkan penembakan sesama polisi. Pertama, pada 8 November, Ajun Inspektur Polisi Satu P menembak rekannya, Ajun Inspektur Polisi Dua NS, di Polsek Sirenja, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah. Insiden ini dipicu oleh keteledoran P saat membersihkan senjata.
Beberapa bulan sebelumnya, tepatnya pada 25 Juli, Brigadir Rangga Tianto dilaporkan menembak Brigadir Kepala Rahmat Effendy di Polsek Cimanggis, Depok, Jawa Barat. Penembakan ini terjadi setelah Rahmat menolak permintaan Rangga untuk membebaskan keponakannya yang tertangkap karena tawuran.
2021: Penembakan di Nusa Tenggara Barat
Pada 25 Oktober 2021, Brigadir Kepala MN di Nusa Tenggara Barat menembak rekannya, Brigadir Satu HT, hingga tewas. Motif dari penembakan ini dilaporkan berkaitan dengan persoalan asmara, di mana MN merasa cemburu terhadap hubungan antara HT dan istrinya. Setelah insiden tersebut, pelaku dijatuhi hukuman 17 tahun penjara, dan karier kepolisian MN pun berakhir dengan pemecatan.
2022: Pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat dan Ipda Ahmad
Kasus yang menghebohkan publik pada tahun 2022 adalah pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, atau Brigadir J, yang terjadi pada 8 Juli. Yosua ditembak oleh Bharada E, atas perintah atasannya, Inspektur Jenderal Ferdy Sambo. Insiden ini menjadi lebih rumit dengan adanya upaya penutupan fakta, di mana Sambo membuat skenario palsu untuk menutupi kejahatan tersebut.
Akhirnya, kasus ini terungkap, dan Ferdy Sambo dijatuhi vonis penjara seumur hidup pada Agustus 2023. Kasus pembunuhan Brigadir J menambah daftar panjang kasus penembakan oleh polisi yang tidak hanya melibatkan korban, tetapi juga mengungkap kelamnya penyalahgunaan kekuasaan dalam tubuh kepolisian.
Masih di tahun yang sama, pada 4 November 2022, Kanit Provos Polsek Way Pengubuan Rudi Suryanto menembak mati rekannya, Ipda Ahmad Karnain di Lampung. Rudi lalu terjerat 12 tahun penjara oleh hakim PN Gunung Sugih, pada 5 Januari 2023 karena melanggar Pasal 338 KUHPidana. Motif penembakan ini yaitu sakit hati pelaku kepada korban. Dari kacamata pelaku, korban kerap mengintimidasi dan menyebar aib pelaku ke publik.
2023: Penembakan di Bogor
Pada 22 Juli 2023, di Rusun Polri, Cikeas, Kabupaten Bogor, Bripda IDF tewas tertembak senjata api rakitan ilegal yang ditembakkan oleh rekannya, Bripda IM. Insiden ini terjadi setelah mereka bersama beberapa rekan lainnya mengonsumsi miras, dan senjata yang dibawa IM meledak secara tidak sengaja, mengenai korban. Kedua anggota Densus 88 ini kemudian dijatuhi hukuman berat, termasuk kemungkinan hukuman mati atau penjara seumur hidup.
2024: Penembakan di Solok Selatan, Sumatra Barat
Pada 22 November 2024, insiden penembakan terbaru melibatkan Kepala Bagian Operasi Polres Solok Selatan, Ajun Komisaris Dadang Iskandar, yang menembak rekannya, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Solok Selatan, Ajun Komisaris Ulil Ryanto.
Penembakan ini diduga dipicu oleh ketidaksetujuan pelaku terhadap tindakan penegakan hukum yang dilakukan korban terhadap tambang ilegal di wilayah tersebut. Peristiwa tragis ini kembali mengingatkan kita akan adanya masalah dalam hubungan internal di tubuh kepolisian yang dapat berujung pada kekerasan fatal.
Kasus Penembakan oleh Polisi dari Tahun ke Tahun
Menurut data yang dihimpun oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, terdapat total 35 kasus penembakan oleh kepolisian dengan 94 orang meninggal dunia dan 12 luka-luka sepanjang 2019 sampai 2024. Pada tahun 2019, Indonesia menyaksikan angka yang mencengangkan: sebanyak 59 orang meninggal dunia akibat penembakan yang dilakukan oleh polisi.
Tindak kekerasan yang melibatkan senjata api ini menyoroti kekhawatiran masyarakat tentang prosedur dan kewenangan polisi dalam menghadapi situasi darurat. Tahun tersebut menjadi titik puncak, dengan jumlah korban jiwa yang sangat tinggi.
Memasuki tahun 2020, jumlah peristiwa penembakan oleh polisi tetap cukup signifikan. Tercatat ada 11 insiden penembakan yang menyebabkan 20 orang meninggal dunia. Meskipun jumlah korban yang meninggal menurun, namun angka ini tetap menunjukkan bahwa masalah penembakan oleh polisi belum dapat diselesaikan dengan baik.
Pada tahun 2022, meskipun jumlah insiden penembakan menurun, tragedi tetap berlanjut. Ada dua kasus yang menewaskan dua orang, sementara empat lainnya mengalami luka-luka. Penurunan angka penembakan ini tidak lantas menjamin bahwa masalah penggunaan senjata api oleh polisi telah terkendali. Kejadian-kejadian ini masih menjadi peringatan keras bahwa prosedur dan pengawasan terhadap penggunaan senjata api perlu dievaluasi kembali.
Tahun 2023 tercatat sebagai tahun dengan jumlah kasus penembakan yang relatif tinggi, meskipun sebagian besar berakhir dengan korban luka-luka. Delapan insiden penembakan terjadi sepanjang tahun tersebut, dan sepuluh orang menjadi korban meninggal dunia. Meskipun tidak ada nyawa yang hilang, tingginya jumlah korban luka menunjukkan bahwa ketegangan yang melibatkan polisi dan masyarakat, terutama dalam penanganan konflik, masih jauh dari penyelesaian.
Tahun 2024, meskipun tercatat hanya empat peristiwa penembakan, tetap mengundang perhatian besar. Seperti yang terlihat dalam kasus di Semarang, penembakan oleh polisi kembali merenggut nyawa seorang pelajar. Penembakan ini memperbarui kekhawatiran tentang prosedur yang digunakan oleh aparat dalam mengatasi situasi berisiko tinggi.
Meskipun jumlah insiden penembakan lebih sedikit dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, tetapi dampak dari kejadian-kejadian tersebut tetap mengguncang masyarakat, memicu protes, dan meminta adanya perubahan mendalam dalam kebijakan dan regulasi yang mengatur penggunaan senjata api oleh aparat kepolisian.
Baca Juga: Negara dengan Tingkat Kepercayaan Polisi Tertinggi 2023
Penulis: Daffa Shiddiq Al-Fajri
Editor: Editor