Lebih dari 600 Kasus Kekerasan Libatkan Polisi, Fungsi Utama Polisi Dipertanyakan

Aksi penembakan yang dilakukan oleh aparat kepolisian bahkan melebihi 400 kasus dalam setahun. Bagaimanakah fungsi utama polisi yang seharusnya?

Lebih dari 600 Kasus Kekerasan Libatkan Polisi, Fungsi Utama Polisi Dipertanyakan Ilustrasi Kekerasan Polisi | Kompas

Tugas polisi yang seharusnya menjadi pelindung dan pengayom masyarakat semakin menuai sorotan negatif. Kasus kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian terus meningkat, bahkan kembali terjadi pada beberapa waktu terakhir ini. Tindakan tersebut tidak hanya mencederai hak asasi manusia, tetapi juga lagi-lagi menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian.

Kasus Demonstrasi Terbaru: Polisi Bertindak Anarkis

Pada Kamis (22/8/2024) lalu, aksi demonstrasi telah berlangsung di sejumlah kota untuk menyuarakan protes terhadap keputusan DPR RI. Aksi ini merupakan bentuk penolakan masyarakat terhadap peraturan persyaratan usia minimum untuk pencalonan kepala daerah.

Namun, keberlangsungan aksi tersebut tidak terlepas dari kerusuhan yang dilakukan oleh aparat kepolisian. Terdapat berbagai rekaman video di media sosial yang menunjukkan adanya kekerasan oleh pihak kepolisian, seperti aksi memukul dan menendang.

Selain itu, pada Senin (26/8/2024) lalu, terjadi aksi demonstrasi di depan kompleks Balai Kota dan DPRD Kota Semarang untuk mengadili dan menurunkan pemerintahan Jokowi. Namun, aksi ini  berubah anarkis ketika polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan aksi. Hal ini membuat beberapa warga sipil mengalami sesak napas, menambah daftar panjang kasus kekerasan oleh aparat yang menjadi sorotan publik.

Bagaimana Fungsi Utama Polisi Sebagai Pelindung dan Pengaman?

Kemunculan sikap agresif dari aparat kepolisian sering kali terjadi setiap aksi demonstrasi berlangsung. Padahal kenyataannya, polisi seharusnya dapat memberikan pengamanan selama unjuk rasa. Namun, yang terjadi belakangan ini justru sebaliknya.

Tindakan anarkis dari pihak kepolisian memperlihatkan kurangnya kontrol dan disiplin. Hal ini tentu menimbulkan kekhawatiran akan meningkatnya pelanggaran hak asasi manusia oleh kepolisian.

Data Kekerasan Oleh Aparat Kepolisian

Penembakan menjadi aksi kekerasan paling masif yang dilakukan oleh aparat kepolisian | GoodStats

1. Penembakan

Kasus penembakan oleh kepolisian telah mencapai 464 kejadian. Hal ini mencerminkan tingginya penggunaan kekerasan dengan senjata api dalam penanganan situasi yang seharusnya bisa diatasi tanpa menggunakan kekerasan.

Menurut KontraS, perlu digaris bawahi bahwa dalam beberapa kasus, penembakan terhadap pelaku tindak pidana memang diperbolehkan, terutama dalam situasi khusus seperti ketika pelaku berusaha melarikan diri atau melakukan tindakan yang membahayakan petugas kepolisian.

2. Penganiayaan

Terdapat 52 kasus penganiayaan oleh pihak kepolisian. Kekerasan fisik ini sering kali terjadi pada saat penangkapan atau saat interogasi, yang melanggar hak-hak dasar individu.

3. Penangkapan Sewenang-wenang

Sebanyak 49 kejadian penangkapan sewenang-wenang terjadi dalam kurun waktu 1 tahun ke belakang, menunjukkan bahwa prosedur hukum masih sering diabaikan, dan individu bisa ditangkap tanpa alasan yang jelas atau bukti yang memadai.

4. Penyiksaan, Pembubaran Paksa, dan Kekerasan Seksual

Terdapat 37 kasus penyiksaan, pembubaran paksa, dan kekerasan seksual yang melibatkan aparat kepolisian. Angka ini menunjukkan adanya masalah serius dalam integritas moral dan etika di kalangan penegak hukum. 

5. Intimidasi

KontraS mencatat 33 kasus intimidasi yang dilaporkan dalam 1 tahun terakhir. Intimidasi ini bisa dalam bentuk ancaman verbal, penyiksaan psikologis, hingga tindakan yang menimbulkan rasa takut di kalangan masyarakat.

Dampak Terhadap Kepercayaan Masyarakat

Tingginya angka kekerasan oleh pihak kepolisian ini berdampak signifikan pada kepercayaan masyarakat terhadap polisi. Institusi yang seharusnya memberikan rasa aman justru menimbulkan rasa takut di kalangan warga.

Masyarakat menjadi enggan melaporkan tindak kejahatan atau berinteraksi dengan polisi karena khawatir akan menjadi korban kekerasan. Penurunan kepercayaan ini berpotensi memperburuk hubungan antara polisi dan masyarakat, yang pada akhirnya dapat mengganggu stabilitas sosial dan proses penegakan hukum di negara ini.

Tindakan kekerasan oleh aparat kepolisian tidak hanya melanggar hukum dan hak asasi manusia, tetapi juga merusak citra kepolisian sebagai lembaga penegak hukum yang seharusnya mengayomi masyarakat. Reformasi di tubuh kepolisian menjadi sangat mendesak untuk memastikan bahwa kejadian-kejadian serupa tidak terulang, dan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap polisi.

Harapannya, pemerintah dapat turut mengambil tindakan keras untuk memperbaiki performa pihak kepolisian dengan meningkatkan profesionalisme dan akuntabilitas agar dapat benar-benar menjalankan tugasnya dengan baik sebagaimana mestinya.

Baca Juga: MK Tolak Gugatan Diskriminasi Usia, Panjang Umur Para Pencari Kerja!

Penulis: Zakiah machfir
Editor: Editor

Konten Terkait

Bangga Buatan Indonesia: Media Sosial Dorong Anak Muda Pilih Produk Lokal

Sebanyak 69,3% anak muda Indonesia mengaku mengikuti influencer yang sering mempromosikan produk lokal di media sosial.

Transportasi Online Sebagai Teman Setia Anak Muda di Era Modern

Survei terbaru menunjukkan bahwa 53,73% anak muda menggunakan transportasi online 1-2 kali seminggu, 79,6% responden juga lebih memilih menggunakan motor.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook