Inflasi Jadi Ancaman Bisnis yang Paling Ditakuti 2023

Laporan dari PwC menyebut, ada beberapa ancaman bisnis yang paling dikhawatirkan oleh para petinggi perusahaan di dunia pada 2023. Salah satunya adalah inflasi.

Inflasi Jadi Ancaman Bisnis yang Paling Ditakuti 2023 Ilustrasi ancaman inflasi | Deemerwha studio/Shutterstock

PricewaterhouseCoopers (PwC) melalui laporannya berjudul CEO Global Survey mengungkapkan bahwa hampir tiga perempat (73 persen) kepala eksekutif perusahaan terkemuka di dunia memproyeksikan perekonomian global akan mengalami penurunan pada tahun 2023.

Survei ini dilakukan terhadap sekitar 4.410 kepala eksekutif dari 105 negara. Ditemukan juga bahwa 39 persen di antaranya berpendapat bahwa jika tidak ada perubahan signifikan pada bisnis mereka, maka dalam satu dekade bisnis mereka akan bangkrut.

Ancaman bisnis yang paling ditakuti pada tahun 2023 | Goodstats

Sementara, risiko siber dan isu kesehatan menjadi perhatian utama para eksekutif dunia di tahun 2022 lalu. Adapun, kini isu inflasi menjadi ancaman yang paling ditakuti para eksekutif pada tahun 2023 dengan persentase mencapai 40 persen menurut laporan PwC.

Diikuti oleh volatilitas ekonomi dengan persentase mencapai 31 persen. Kemudian, 25 persen petinggi perusahaan global merasa terpapar secara finansial akibat risiko konflik geopolitik. Disusul oleh risiko siber (20 persen), perubahan iklim (14 persen), isu kesehatan (14 persen), serta kesenjangan sosial (6 persen).

Melansir Business Day, risiko perang geopolitik antara Rusia dan Ukraina telah meningkatkan kekhawatiran para pebisnis. Ini menyebabkan para eksekutif di dunia menyusun kembali aspek-aspek model bisnis mereka.

Menurut laporan PwC, beberapa responden yang terdampak konflik geopolitik mengintegrasikan berbagai gangguan yang lebih luas ke dalam perencanaan model operasi perusahaan. Di antaranya adalah dengan meningkatkan investasi terhadap keamanan siber atau privasi data (48 persen), menyesuaikan rantai pasokan (46 persen), berekspansi ke pasar baru (46 persen), serta mendiversifikasi layanan atau produk dari bisnis mereka (41 persen).

"Ekonomi yang bergejolak, inflasi yang tinggi selama beberapa dekade, dan konflik geopolitik telah berkontribusi pada tingkat pesimisme para petinggi perusahaan di dunia dalam lebih dari satu dekade," jelas Kepala PwC global Bob Moritz.

Meskipun risiko iklim tidak terllau menonjol seperti ancaman lainnya, para eksekutif masih melihat bahwa risiko iklim telah memengaruhi profil biaya mereka (50 persen), rantai pasokan (42 persen), dan aset fisik (24 persen).

Penulis: Nada Naurah
Editor: Iip M Aditiya

Artikel Sebelumnya Ragam Konsumen Coklat dan Permen Indonesia
Artikel Selanjutnya Yunani Jadi Negara Paling “Depresi” Sedunia, Indonesia Bagaimana?
Konten Terkait

Rumah Jadi Sumber Utama Dalam Penanaman Nilai Anti Korupsi Sejak Dini

Pentingnya pengajaran untuk memupuk nilai anti-korupsi sejak dini. Menurut laporan BPS, rumah menjadi sumber pengajaran tertinggi pada 2022.

Daftar Negara Pengimpor Minyak Terbesar di Dunia, AS Teratas

Berdasarkan data dari CIA, Amerika Serikat menjadi negara importir minyak mentah terbesar di dunia dengan perkiraan 7,9 juta barel per hari pada 2017.

Mayoritas Masyarakat Indonesia Lebih Pilih Masak di Rumah untuk Makanan Sahur dan Berbuka

Mayoritas responden lebih memilih memasak di rumah untuk berbuka puasa dan sahur, dengan persentase di angka 95% untuk sahur dan 88% untuk berbuka

Pakaian Akan Jadi Item Belanja yang Paling Banyak Dicari pada Bulan Ramadan

Jakpat membuat survei mengenai barang yang paling banyak diburu pada Ramadan. Hasilnya, pakaian menjadi yang teratas dengan persentase di angka 88%

Daya Beli Masyarakat saat Ramadan Diprediksi Tinggi, Puncaknya pada Jelang dan Pekan Ketiga Ramadan

Pada pekan jelang Ramadan berada pada angka 49%, sementara pada pekan ketiga berada pada angka 40%

Dengan melakukan pendaftaran akun, saya menyetujui Aturan dan Kebijakan di GoodStats

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook