Sebagai salah satu negara dengan keanekaragaman hayati yang kaya, Indonesia menjadi rumah bagi ribuan spesies satwa endemik, menjadikannya pusat perhatian global dalam konservasi flora dan fauna. Meski begitu, hingga sekarang Indonesia masih melakukan perdagangan satwa liar, yang membawa pro dan kontra di kalangan masyarakat.
Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa Indonesia mengekspor satwa liar senilai US$1,32 juta pada Kuartal I 2025 dengan volume mencapai 400 kilogram.
Ekspor satwa liar, seperti burung, reptil, hingga mamalia, memang menjadi sumber pendapatan sebagian masyarakat dan pelaku usaha. Ekspor satwa liar biasa ditujukan untuk keperluan peliharaan, konservasi, kebutuhan industri hiburan, hingga keperluan riset.
Pada Januari hingga Maret 2025, Indonesia mengekspor 87 kg satwa liar ke Jepang senilai US$1,2 juta, jadi yang tertinggi dibanding negara lain. Nilai ekspornya ini bahkan setara dengan 91% dari total nilai ekspor satwa liar pada periode yang sama.
Setelah Jepang, negara utama tujuan ekspor satwa liar Indonesia dipegang oleh Lebanon dengan nilai mencapai US$49 ribu dengan total volume sebesar 164 kg. Meski nilainya lebih rendah, volume ekspornya lebih tinggi, yang dipengaruhi oleh jenis dan harga satwa liar yang diperjualbelikan.
Di posisi ketiga ada Afghanistan dengan ekspor sebesar 43 kg senilai US$16 ribu. Negara-negara lain yang juga menjadi tujuan utama ekspor satwa liar Indonesia adalah Republik Ceko, Irak, Norwegia, Kuwait, Inggris, Amerika Serikat, hingga Australia. Selain 10 negara tersebut, negara lain menyumbang US$3 ribu terhadap nilai ekspor satwa liar dengan volume sebesar 23 kg.
Apa Boleh Ekspor Satwa Liar?
Di Indonesia, perdagangan satwa liar diperbolehkan selama masih memiliki izin dan mengikuti undang-undang yang berlaku. Spesies yang diperjualbelikan merupakan spesies tidak dilindungi dan harus memenuhi beberapa syarat, seperti berasal dari penangkaran, bukan tangkapan liar, dan hanya generasi F2 ke atas yang boleh diperdagangkan.
Meski sudah ada kerangka hukum, penegakannya yang masih lemah membuat kasus perdagangan satwa liar secara ilegal masih banyak terjadi. Satwa dilindungi masih banyak diperdagangkan oleh kelompok ilegal. Selain itu, praktik tangkapan liar juga makin menjamur. Kini ada yang disebut dengan wildlife laundering, di mana satwa liar yang ditangkap kemudian dimasukkan ke dalam sistem legal melalui penangkaran palsu sehingga sah di mata hukum untuk diperjualbelikan.
Baca Juga: Setahun Penuh Transaksi Satwa Ilegal
Penulis: Agnes Z. Yonatan
Editor: Editor