Masalah kemiskinan tetap menjadi isu sentral dalam pembangunan sosial dan ekonomi di Indonesia, termasuk di Sumatra Utara. Kemiskinan tidak hanya mencerminkan ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar, tetapi juga menjadi indikator ketimpangan pembangunan antarwilayah.
Faktor-faktor seperti rendahnya tingkat pendidikan, keterbatasan akses terhadap layanan kesehatan dan lapangan kerja yang layak, serta dampak perubahan iklim turut memperparah kerentanan ekonomi rumah tangga miskin.
Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis data terbaru mengenai tingkat kemiskinan dan gini ratio di Sumatra Utara tahun 2024. Secara keseluruhan, jumlah penduduk miskin di Sumatra Utara pada Maret 2024 mencapai 1,23 juta jiwa atau 7,99% dari total penduduk.
Angka ini mengalami penurunan dibandingkan Maret 2023 yang sebesar 8,15%, atau turun sebesar 0,16 poin. Ini berarti jumlah penduduk miskin berkurang sekitar 12 ribu jiwa dalam satu tahun terakhir.
Sementara itu, gini ratio adalah ukuran statistik yang mengindikasikan tingkat ketimpangan distribusi pendapatan dalam suatu masyarakat. Semakin mendekati nilai 1, tingkat ketimpangan pendapatan semakin tinggi, yang berarti sebagian besar pendapatan hanya dinikmati oleh segelintir orang. Sebaliknya, semakin mendekati 0, distribusi pendapatan semakin merata.
Gini ratio Sumatra Utara pada Maret 2024 tercatat sebesar 0,297. Angka ini menurun sebesar 0,012 poin jika dibandingkan dengan Gini ratio Maret 2023. Artinya ketimpangan pendapatan yang ada pada penduduk di Sumatra Utara semakin rendah.
Namun, memahami indikator tersebut secara terpisah belum cukup untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai situasi kesejahteraan masyarakat. Diperlukan pendekatan analisis yang dapat menghubungkan kedua indikator tersebut secara bersamaan untuk melihat hubungan antara ketimpangan dan kemiskinan secara lebih mendalam. Salah satu metode yang efektif untuk tujuan ini adalah dengan menggunakan analisis kuadran
Gini Ratio dan Persentase Kemiskinan Sumatra Utara
Gambar di atas menyajikan peta kuadran yang menggambarkan keterkaitan antara tingkat kemiskinan dan ketimpangan (gini ratio) di 33 kabupaten/kota di Sumatra Utara pada tahun 2024.
Grafik ini dibagi menjadi empat kuadran berdasarkan garis rata-rata gini ratio (0,273) dan persentase kemiskinan (12,35%). Kuadran ini digunakan untuk mengelompokkan daerah menurut tingkat kemiskinan dan ketimpangannya.
Pada kuadran pertama (kanan atas), daerah dengan tingkat kemiskinan dan ketimpangan yang tinggi ditandai, seperti Gunungsitoli. Ini menunjukkan perlunya perhatian serius dalam aspek distribusi ekonomi dan perlindungan sosial. Kebijakan yang disarankan meliputi program bantuan sosial yang lebih terarah, peningkatan akses terhadap pendidikan dan kesehatan, serta penciptaan lapangan kerja lokal yang berkelanjutan.
Kuadran kedua (kiri atas) mencakup wilayah dengan tingkat kemiskinan rendah namun tingkat ketimpangan tinggi, seperti Medan, Toba, Tebing Tinggi, dan Binjai. Wilayah ini menunjukkan adanya ketimpangan distribusi kesejahteraan meskipun angka kemiskinannya relatif rendah. Diperlukan strategi redistribusi ekonomi yang lebih merata, misalnya melalui reformasi pajak daerah, pengembangan UMKM, dan perluasan akses terhadap layanan keuangan bagi masyarakat menengah bawah.
Kuadran ketiga (kanan bawah) menunjukkan wilayah dengan kemiskinan tinggi namun ketimpangan rendah, contohnya Nias, Nias Selatan, Nias Utara, dan Nias Barat. Daerah-daerah ini menunjukkan bahwa meski penduduknya relatif homogen secara ekonomi (tidak terlalu timpang), sebagian besar masih hidup di bawah garis kemiskinan. Fokus kebijakan di wilayah ini sebaiknya diarahkan pada pengembangan infrastruktur dasar, peningkatan produktivitas sektor pertanian dan perikanan, serta penguatan jaminan sosial.
Sedangkan kuadran keempat (kiri bawah) adalah kondisi yang paling ideal: kemiskinan dan ketimpangan yang rendah. Beberapa kabupaten yang masuk dalam kategori ini antara lain Deli Serdang, Tapanuli Selatan, Dairi, dan Padang Lawas Utara. Wilayah-wilayah ini bisa dijadikan contoh praktik pembangunan yang inklusif dan merata. Upaya mempertahankan capaian ini perlu dilakukan melalui monitoring berkelanjutan dan investasi sosial yang konsisten.
Secara keseluruhan, peta kuadran ini memperkuat pentingnya pendekatan kebijakan yang berimbang: tidak hanya menurunkan angka kemiskinan, tetapi juga mengurangi ketimpangan distribusi pengeluaran agar hasil pembangunan dapat dinikmati secara adil oleh seluruh lapisan masyarakat.
Upaya ini dapat diperkuat dengan penggunaan DTSEN sebagai dasar intervensi, serta pengembangan Sekolah Rakyat sebagai instrumen pembangunan sumber daya manusia jangka panjang. Dengan sinergi yang kuat antara pemerintah pusat dan daerah, Sumatra Utara memiliki peluang besar untuk mencapai kesejahteraan yang lebih merata dan berkelanjutan.
Baca Juga: 10 Daerah Termiskin di Jawa Tengah 2024
Sumber:
https://sumut.bps.go.id/id/pressrelease/2024/07/01/1205/persentase-penduduk-miskin-maret-2024-turun-0-16--poin-menjadi-7-99-persen.html
https://sumut.bps.go.id/id/pressrelease/2024/07/01/1206/gini-ratio-maret-2024-tercatat-sebesar-0-297.html
https://sumut.bps.go.id/id/statistics-table/3/UkVkWGJVZFNWakl6VWxKVFQwWjVWeTlSZDNabVFUMDkjMyMxMjAw/jumlah-dan-persentase-penduduk-miskin-menurut-kabupaten-kota-di-provinsi-sumatera-utara.html?year=2024
https://sumut.bps.go.id/id/statistics-table/2/NDY3IzI=/gini-ratio-sumatera-utara-menurut-kabupaten-kota.html
Penulis: Nur Azis Ramadhan
Editor: Editor