Gelar Doktor Bahlil Bermasalah, UI Minta Perbaiki Disertasi

UI meminta agar Bahlil memperbaiki disertasinya setelah dugaan pelanggaran etik yang mencuat.

Gelar Doktor Bahlil Bermasalah, UI Minta Perbaiki Disertasi Sosok Bahlil | Golkarpedia

Universitas Indonesia (UI) telah mengeluarkan keputusan penting terkait gelar doktor Bahlil Lahadalia, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). UI meminta agar Bahlil memperbaiki disertasinya setelah dugaan pelanggaran etik yang mencuat. Keputusan ini diambil berdasarkan rapat yang melibatkan empat organ UI, yaitu Majelis Wali Amanat, Rektor, Dewan Guru Besar, dan Senat Akademik, pada Selasa (4/3/2025).

Rektor UI, Heri Hermansyah, mengungkapkan dalam konferensi pers di Fakultas Kedokteran UI, Salemba, Jakarta Pusat, pada Jumat (7/3), bahwa perbaikan disertasi tersebut harus mengikuti peningkatan kualitas dan publikasi ilmiah. Proses ini akan melibatkan para promotor dan kopromotor disertasi Bahlil untuk memastikan substansi karya ilmiah tersebut sesuai dengan standar akademik yang berlaku.

Baca Juga: Menilik Kontroversi Gelar Doktor Bahlil Lahadalia

Permasalahan Disertasi Bahlil

Kisruh ini berawal ketika disertasi Bahlil yang diselesaikan dalam waktu singkat—satu tahun delapan bulan dengan predikat cumlaude—terungkap mengandung pelanggaran. Dalam disertasinya, Bahlil diduga terlibat dalam pencatutan nama organisasi Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) tanpa izin, serta ada indikasi ketidakjujuran dalam pengambilan data penelitian. Menurut laporan dari Jatam, organisasi tersebut tidak memberikan persetujuan untuk dicantumkan sebagai informan utama dalam disertasi tersebut, yang menjadi dasar dari tuduhan plagiarisme dan pelanggaran etika akademik.

Polemik ini semakin memanas setelah risalah rapat pleno Dewan Guru Besar (DGB) UI yang beredar di media sosial pada Januari 2025. Dalam risalah tersebut, DGB merekomendasikan pembatalan disertasi Bahlil dengan alasan adanya ketidakjujuran dalam pengambilan dan penggunaan data penelitian yang tidak transparan. Hal ini memicu sorotan publik yang mengarah pada penangguhan gelar doktor Bahlil oleh UI pada November 2024.

Temuan Kasus Joki di Indonesia

Dalam dunia pendidikan Indonesia, fenomena yang kian meresahkan muncul dalam bentuk praktik joki karya ilmiah. Fenomena ini ditemukan melalui penyelidikan mendalam oleh Tim Investigasi Kompas, yang menyoroti keberadaan penyedia jasa joki yang memfasilitasi mahasiswa dan pelajar untuk menyelesaikan tugas akademik mereka tanpa melalui proses belajar yang seharusnya. Praktik ini, yang melibatkan berbagai tingkat pendidikan, telah menciptakan ketidakadilan dan merusak integritas akademik.

Temuan Bentuk Joki di Indonesia
Temuan Bentuk Joki di Indonesia | GoodStats

Dari hasil penyelidikan, terungkap bahwa biaya untuk menggunakan jasa joki sangat bervariasi, tergantung pada jenis tugas akademik yang dikerjakan. Misalnya, untuk tugas-tugas SMA, biaya yang dikenakan tidak terlalu tinggi, dimulai dari Rp200.000. Namun, untuk skripsi, harga yang ditawarkan jauh lebih tinggi, mulai dari Rp1.950.000 hingga mencapai Rp2.800.000, tergantung pada tingkat kesulitan dan panjangnya tulisan.

Bagi mahasiswa yang sudah berada di tingkat yang lebih tinggi, seperti tesis dan disertasi, biaya yang diminta jauh lebih mahal, dengan harga berkisar antara Rp7.500.000 hingga Rp10.000.000. Bahkan, bagi mereka yang membutuhkan naskah ilmiah untuk publikasi di jurnal, biaya yang dibebankan bisa mencapai Rp10.000.000.

Hal yang lebih mengejutkan lagi adalah profil penyedia jasa joki ini. Meskipun kegiatan mereka tergolong ilegal dan tidak etis, banyak dari penyedia jasa tersebut yang sudah berbadan hukum dan terdaftar secara resmi. Mereka bahkan memiliki organisasi yang terstruktur dengan jelas, lengkap dengan kantor usaha dan website yang mudah diakses oleh mahasiswa dari berbagai penjuru Indonesia. Penyedia jasa joki ini berjejaring dengan ratusan tutor dan penulis, yang siap membantu mahasiswa dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik mereka, dari mulai skripsi hingga tesis atau disertasi.

Pembatalan Nama Calon Guru Besar

Persentase Penolakan Pencalonan Guru Besar
Persentase Penolakan Pencalonan Guru Besar | GoodStats

Pencalonan guru besar di Indonesia merupakan salah satu proses penting dalam dunia akademik, yang menentukan posisi seorang dosen di perguruan tinggi. Namun, temuan terbaru dari Tim Investigasi Kompas mengungkapkan bahwa dari total 7.598 calon guru besar yang diusulkan, sebagian besar mengalami penolakan. Dalam hal ini, 64% dari usulan guru besar, yang setara dengan 4.862 usulan, ditolak, menyisakan hanya 36% atau 2.736 usulan yang tidak ditolak.

Namun, di balik angka penolakan yang tinggi ini, ada sebuah praktik yang semakin mengkhawatirkan yang melibatkan modus perjokian karya ilmiah di kampus-kampus. Dalam praktik ini, sebuah tim khusus yang terdiri dari mahasiswa dan dosen muda bekerja sama untuk menyusun penelitian yang akan dipublikasikan di jurnal internasional bereputasi, terindeks Scopus. Uniknya, penelitian ini tidak murni merupakan hasil kerja dosen muda atau mahasiswa, melainkan didasarkan pada riset utama yang dilakukan oleh dosen senior. Dosen senior ini, meskipun terlihat tidak terlibat langsung dalam proses penulisan, mendapatkan keuntungan berupa angka kredit yang meningkat signifikan, yang dapat digunakan untuk memenuhi syarat kenaikan pangkat atau pencalonan guru besar.

Tindakan UI dan Sanksi bagi Promotor

UI menegaskan bahwa perbaikan disertasi yang diminta merupakan langkah pembinaan akademik, dan tidak serta-merta berarti pembatalan gelar doktor. Namun, sanksi tetap dijatuhkan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam proses penyusunan disertasi tersebut, termasuk promotor dan kopromotor Bahlil.

UI menunda kenaikan pangkat untuk promotor dan kopromotor sebagai bentuk sanksi terkait pelanggaran akademik yang ditemukan. Selain itu, Direktur Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) dan Kepala Program Studi, Heri, juga diberikan hukuman evaluasi dan pembinaan sistem pendidikan.

“Memutuskan untuk melakukan pembinaan. Pembinaan kepada promotor, kompromotor, direktur, kepala program studi, dan juga mahasiswa yang terkait sesuai dengan tingkat pelanggaran akademik dan etik yang dilakukan proporsional secara otomatis,” kata Heri.

Rektor UI menekankan bahwa langkah ini merupakan bagian dari upaya untuk memperbaiki sistem akademik di UI dan menjaga integritas institusi. Dia juga menambahkan bahwa pembinaan ini bertujuan agar seluruh civitas akademika UI lebih memperhatikan keadilan akademik dan menjaga marwah institusi pendidikan.

Sebagai bagian dari proses perbaikan, Bahlil Lahadalia diharuskan untuk meminta maaf kepada sivitas akademika UI atas polemik disertasi yang mengundang kontroversi tersebut. UI berharap agar perbaikan disertasi dilakukan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh para promotor dan kopromotor untuk memastikan kualitas akademik yang lebih baik.

Baca Juga: Disinyalir Joki Disertasi, UI Tangguhkan Gelar Doktor Bahlil Lahadalia

Penulis: Daffa Shiddiq Al-Fajri
Editor: Editor

Konten Terkait

Indeks Demokrasi Indonesia Turun, Jadi Posisi Ke-4 ASEAN

Indeks demokrasi Indonesia menurut EIU turun menjadi 6,44, berada di posisi ke-4 ASEAN.

Berbagai Liputan Berisiko yang Pernah Dilakukan Para Jurnalis, Apa Saja?

Meski demikian, banyak jurnalis tetap menjalankan tugasnya dengan dedikasi tinggi, demi memastikan publik mendapatkan informasi yang transparan dan faktual.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook