Kebutuhan akan sanitasi yang layak dan aman bagi kesehatan merupakan kebutuhan dasar yang berhak dimiliki oleh setiap lapisan masyarakat. Sayangnya, masih terdapat beberapa proporsi rumah tangga di Indonesia yang tidak memiliki sanitasi yang layak. Laporan Tahunan 2022: Stop Buang Air Besar Sembarangan di Indonesia yang dicetuskan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes) mengungkapkan, baru 7,25% rumah tangga di Indonesia yang memiliki akses sanitasi aman.
Proporsi akses sanitasi aman sendiri didefinisikan sebagai proporsi rumah tangga yang memiliki toilet sendiri yang terhubung IPLT atau menggunakan tangka septik tidak disedot 1 kali dalam 3-5 tahun. Proporsi tersebut cenderung menurun dari periode sebelumnya sebesar 7,64%. Pemerintah sendiri menargetkan 15% akses sanitasi aman di tahun 2024 mendatang.
Menurut provinsinya, maka provinsi dengan persentase rumah tangga yang menggunakan layanan sanitasi yang dikelola secara aman tertinggi ada pada DKI Jakarta, disusul Aceh, DI Yogyakarta, dan Bali.
Sementara itu, proporsi rumah tangga dengan akses sanitasi layak sendiri adalah sebesar 67,48%. Akses sanitasi layak sendiri didefinisikan sebagai proporsi rumah tangga dengan toilet dengan kloset leher angsa yang digunakan sendiri, baik dengan tangka septik tidak sedot maupun dengan lubang tanah atau cubluk (khusus di pedesaan). Proporsi tersebut meningkat tipis dari 64,74% pada periode sebelumnya.
5,56% rumah tangga di Indonesia memiliki akses sanitasi layak bersama. Hal tersebut berarti rumah tangga tersebut memiliki toilet dengan kloset leher angsa yang digunakan bersama, baik itu terhubung dengan IPALD, dengan tangka septik, maupun dengan lubang tanah. Nilai ini turun dari periode sebelumnya, dimana proporsi rumah tangga dengan akses sanitasi layak bersama adalah sebesar 7,15%.
14,02% rumah tangga di Indonesia masih belum memiliki akses yang layak terhadap sanitasi. Hal tersebut berarti rumah tangga yang dimaksud memiliki toilet yang pembuangan akhir tinjanya langsung ke sungai, ladang, atau laut. Atau bisa juga, toilet yang dimilikinya belum layak, eperti kloset non leher angsa, kloset leher angsa dengan lubang tanah di perkotaan, atau toilet fasilitas umum.
Sayangnya, sebanyak 5,69% rumah tangga di Indonesia masih buang air besar sembarangan (BABS). Perilaku tersebut didefinisikan sebagai rumah tangga yang tidak memiliki toilet atau memiliki tapi tidak menggunakannya. Angka tersebut cenderung mengalami tren penurunan selama 1 dekade terakhir. Pemerintah Indonesia mengharapkan angka ini bisa ditekan sampai 0% di tahun 2025.
Apabila ditengok dari capaian kenaikan akses sanitasi layak Indonesia (yang merupakan gabungan dari akses sanitasi aman, layak sendiri, dan layak bersama), maka capaian akses sanitasi layak diprediksi akan mencapai 100% di tahun 2027.
Pemerintah hingga saat ini masih terus gencar mempromosikan gaya hidup sehat dengan sepenuhnya menghentikan perilaku BABS. Salah satu upayanya adalah dengan mencetuskan program SBS yang merupakan indikator output dari program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). Program tersebut melahirkan 5 pilar yang diharapkan dapat meningkatkan keamanan sanitasi Indonesia. Kelima pilar tersebut diatur dalam Permenkes No. 3 Tahun 2014, dengan isi sebagai berikut:
- Stop buang air besar sembarangan.
- Cuci tangan pakai sabun.
- Pengolahan air minum dan makanan dengan benar.
- Pengolahan sampah rumah tangga.
- Pengolahan limbah cair rumah tangga agar tidak mencemari lingkungan.
Sejatinya, tidak hanya pemerintah yang harus gencar mempromosikan sanitasi yang layak di Indonesia, namun masyarakatnya juga harus mulai membangun kebiasaan sehat dalam aktivitas sehari-hari, terutama yang berkaitan dengan kebersihan. Pada akhirnya, bukan orang lain yang diuntungkan dari sanitasi yang layak, melainkan kita dan orang-orang terdekat kita.
Penulis: Agnes Z. Yonatan
Editor: Iip M Aditiya