Fenomena Fotografer Jalanan Kian Marak, Bagaimana Sentimen Publik?

Sentimen positif dan negatif cenderung seimbang di media online tetapi di media sosial, sentimen negatif jauh mendominasi.

Fenomena Fotografer Jalanan Kian Marak, Bagaimana Sentimen Publik? Ilustrasi Fotografer | pressfoto/Freepik
Ukuran Fon:

Belakangan tengah ramai dibicarakan tentang aktivitas fotografi di ruang-ruang publik. Fenomena ini berawal dari tingginya antusiasme generasi muda terhadap olahraga lari yang kemudian mendorong para fotografer untuk mengabadikan momen pelari di jalanan.

Kegiatan ini pada awalnya tidak menimbulkan masalah apapun. Beberapa pelari bahkan berterima kasih karena telah dipotret. Namun semakin lama, kegiatan fotografer jalanan ini dinilai mulai melenceng ke arah pelanggaran privasi.

Menanggapi hal ini, Drone Emprit telah melakukan analisis sentimen publik pada 25 Oktober-4 November 2025 di media online dan media sosial mencakup X, Facebook, Instagram, Youtube, dan Tiktok. Kata kunci yang digunakan adalah “fotografer” dan “fotoyu” dengan kata-kata dan frasa yang harus terkandung adalah “komdigi”, “jalanan”, ”fotoyu”, “olahraga”, “cfd”, “ruang publik”, dan “sport”.

Sentimen di Media Online dan Media Sosial Cenderung Berbeda

Sentimen Publik Terhadap Fenomena Fotografer Jalanan di Media Online dan Media Sosial
Sentimen Publik Terhadap Fenomena Fotografer Jalanan di Media Online dan Media Sosial | GoodStats

Hasil analisis menunjukkan perbedaan sentimen yang signifikan antara media online dan media sosial. Sentimen positif di media online sebesar 42% sedangkan di media sosial sebesar 12%.

Sentimen positif dari media online dan media sosial berasal dari peran fotografer yang memudahkan pelari mendapatkan foto diri, fenomena yang menciptakan lapangan pekerjaan dan sumber penghasilan baru, fotografer memiliki hak motret dan publik memiliki hak menolak, aplikasi FotoYu memudahkan pengguna dapat foto diri, serta sebagian pelari yang senang difoto dan membeli foto mereka sendiri.

Sebagai Informasi, FotoYu adalah sebuah marketplace yang memungkinkan seseorang menjual atau membeli foto. Aplikasi ini menggunakan fitur pengenalan wajah untuk memudahkan pengguna menemukan foto dengan wajah yang mirip.

Sementara itu, sentimen negatifnya mencapai 41% di media online dan 72% di media sosial. Perbedaan yang ekstrem ini terjadi karena media sosial jadi tempat pertama permasalahan dimulai. Keresahan dimulai saat beberapa netizen menemukan foto dirinya berada di aplikasi FotoYu tanpa adanya izin. Dari sinilah sentimen negatif dari publik berkembang dan mendorong munculnya beragam komentar dengan nada negatif.

Sentimen negatif dari media online dan media sosial secara spesifik berasal dari pemotretan dan penjualan foto pelari dilakukan tanpa izin, praktik ini langgar privasi dan Undang-Undang (UU) Perlindungan Data Pribadi (PDP), risiko penyalahgunaan data biometrik dengan teknologi Artificial Intelligence (AI), warga terutama perempuan yang merasa risih, resah, dan terintimidasi, publik kehilangan kontrol atas foto diri mereka, risiko foto disalahgunakan untuk stalking, fetish, serta FotoYu dan AI memfasilitasi pengumpulan data tanpa izin.

Reaksi Pemerintah

Menanggapi permasalahan yang terjadi, pemerintah dengan tegas melarang aktivitas pemotretan dan penyebarluasan foto tanpa izin dari subjek yang difoto. Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Alex Sabar mengatakan bahwa seluruh kegiatan pemotretan dan publikasi foto harus memperhatikan aspek hukum dan etika perlindungan data.

“Foto seseorang terutama yang menampilkan wajah atau ciri khas individu, termasuk kategori data pribadi karena dapat digunakan untuk mengidentifikasi seseorang secara spesifik. Foto yang menampilkan wajah seseorang termasuk data pribadi dan tidak boleh disebarkan tanpa izin,” tuturnya di kantor Komdigi, Jakarta Pusat, mengutip laman resmi Komdigi (29/10/2025).

Beberapa waktu ke depan, pemerintah berencana mengundang perwakilan fotografer dan asosiasi profesi seperti Asosiasi Profesi Fotografi Indonesia (APFI) serta Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) terkait untuk memperkuat pemahaman mengenai kewajiban hukum dan etika fotografi di ruang digital.

“Kami ingin memastikan para pelaku kreatif memahami batasan hukum dan etika dalam memotret, mengolah, dan menyebarluaskan karya digital. Ini bagian dari tanggung jawab bersama untuk menjaga ruang digital tetap aman dan beradab,” lanjutnya.

Baca Juga: Lari Jadi Olahraga Favorit Publik Indonesia 2025

Sumber:

https://pers.droneemprit.id/sentimen-publik-terhadap-fenomena-fotografer-jalanan/

https://www.komdigi.go.id/berita/siaran-pers/detail/dirjen-wasdig-kegiatan-fotografi-di-ruang-publik-wajib-patuhi-uu-pdp

Penulis: NAUFAL ALBARI
Editor: Editor

Konten Terkait

Cuaca Jadi Kendala Utama Saat Nonton Konser

Cuaca yang tidak mendukung seperti hujan atau terlalu panas jadi pengalaman tidak menyenangkan yang paling banyak dirasakan selama konser, capaiannya 34%.

Ini yang Dipikirkan Publik RI Ketika Dengar Kata Korupsi

Tindakan mengambil uang rakyat hingga pejabat tamak jadi hal yang dipikirkan ketika mendengar kata “korupsi”.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook