Pendidikan menjadi salah satu kunci dari pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) yaitu menciptakan SDM tangguh yang dinamis, produktif, terampil, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi didukung dengan kerjasama industri dan talenta global. Melalui pendidikan, manusia akan memperoleh pengetahuan yang diharapkan dapat menopang kehidupannya dengan lebih baik. Sejalan dengan hal tersebut, Pemerintah akan terus berkomitmen untuk memberikan perhatian besar terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Penguatan kualitas SDM juga ditekankan oleh Presiden Jokowi pada Anggaran Belanja Negara (APBN) tahun 2023. Pembangunan pendidikan dicapai dengan meningkatkan pemerataan akses, kualitas, relevansi, dan daya saing. Alokasi anggaran fungsi pendidikan mencerminkan upaya pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam bidang pendidikan dan sebagai salah satu upaya untuk memenuhi amanat konstitusi bahwa alokasi anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari belanja negara.
Alokasi anggaran pendidikan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, tahun ini anggaran pendidikan mencapai Rp612,2 triliun yang terdiri dari Rp237,1 triliun melalui belanja pemerintah pusat, Rp305,6 triliun melalui transfer ke daerah, dan Rp69,5 triliun melalui pembiayaan. Anggaran tersebut meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya Rp574,9 triliun.
Angka pertumbuhan anggaran pendidikan pada tahun 2022 mengalami peningkatan yang tinggi mencapai 19.9 persen dibandingkan tahun 2021 yang hanya meningkat 1,3 persen dari tahun sebelumnya. Sedangkan pada tahun ini, pertumbuhan anggaran pendidikannya mencapai 5,8 persen dari anggaran tahun sebelumnya.
Angka putus sekolah kembali meningkat
Pada tahun ajaran pendidikan 2022/2023 meningkat kembali dari tahun ajaran sebelumnya, kecuali pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sepanjang tahun ajaran 2022/2023, jumlah siswa putus sekolah di tingkat SD mencapai 40.623 orang, tingkat SMP 13.716 orang, tingkat SMA 10.091 orang, dan SMK 12.404 orang.
Padahal di tahun ajaran 2021/2022 angka putus sekolah sudah berhasil turun 9,3 persen jika dibandingkan dengan tahun ajaran 2020/2021. Jumlah siswa yang putus sekolah pada tahun ajaran 2021/2022 sebanyak 75.876 orang. Pada tingkat SD berjumlah 38.716 orang, tingkat SMP 15.042 orang, tingkat SMA 10.055 orang, dan tingkat SMK 12.063 orang.
Sedangkan pada tahun ajaran 2020/2021 angka putus sekolah menunjukkan nilai yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tahun ajaran setelahnya. Jumlah sisswa yang putus sekolah pada tahun ajaran tersebut mencapai 83.724 orang.
Faktor ekonomi jadi alasan utama putus sekolah
Ada berbagai macam permasalahan di Indonesia, salah satunya adalah kasus putus sekolah yang disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya bisa karena faktor ekonomi.
Perekonomian merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi nasib dan masa depan keluarga. Ketika perekonomian suatu keluarga terganggu, maka kehidupan keluarga tersebut juga akan terganggu, mulai dari kebutuhan pokok seperti makan hingga pendidikan.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa mayoritas (76%) keluarga menyatakan penyebab utama anak mereka putus sekolah adalah karena alasan ekonomi. Sebagian besar (67,0%) di antaranya tidak mampu membayar biaya sekolah, sementara sisanya (8,7%) harus mencari nafkah.
Sebenarnya ada faktor lain yang dapat menyebabkan anak putus sekolah selain masalah perekonomian, seperti faktor lingkungan, faktor sosial, faktor kesehatan, rasa malas, latar belakang pendidikan orang tua yang memengaruhi pola pikir orang tua terhadap anaknya, serta ketidakharmoniasan hubungan orang tua yang berdampak pada pendidikan anak.
Penulis: Adel Andila Putri
Editor: Iip M Aditiya