Setiap tahun, ribuan siswa di seluruh Indonesia mengikuti Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT), sebuah jalur seleksi masuk perguruan tinggi negeri yang menjadi penentu masa depan pendidikan mereka.
Seleksi ini menggantikan sistem SBMPTN yang lebih dulu dikenal masyarakat dan kini menjadi satu-satunya jalur seleksi berdasarkan tes tertulis untuk masuk ke perguruan tinggi negeri.
SNBT menjadi ajang yang penuh persaingan karena melibatkan jutaan peserta dari seluruh Indonesia yang memperebutkan kursi terbatas di berbagai universitas.
Meskipun semua peserta mengikuti tes yang sama, peluang mereka untuk diterima sangat ditentukan oleh daya tampung masing-masing program studi dan kampus tujuan.
Kuota yang berbeda-beda antar kampus membuat kompetisi semakin ketat, apalagi untuk program studi favorit di universitas ternama yang biasanya hanya menyediakan tempat untuk beberapa ratus calon mahasiswa.
Universitas Negeri Surabaya (Unesa) menempati posisi teratas dengan jumlah peserta diterima sebanyak 8.813 orang. Angka ini cukup mencolok dibandingkan PTN lain, bahkan selisihnya mencapai lebih dari 2.600 orang dibandingkan Universitas Hasanuddin di posisi kedua.
Hal ini menunjukkan bahwa Unesa memiliki daya tampung yang sangat besar dan mungkin juga didorong oleh banyaknya program studi yang tersedia, serta meningkatnya minat siswa untuk melanjutkan pendidikan di kampus tersebut.
Di posisi selanjutnya, Universitas Hasanuddin (6.188 peserta diterima) dan Universitas Negeri Medan (5.766 peserta) menjadi representasi penting dari kuatnya daya serap PTN di luar Pulau Jawa.
Bahkan Universitas Brawijaya, yang selama ini dikenal sebagai salah satu kampus favorit di Jawa Timur, hanya terpaut dua orang dari Universitas Negeri Medan dengan jumlah penerimaan 5.764 orang.
Ini menunjukkan bahwa kompetisi SNBT tidak hanya berpusat di Jawa, melainkan telah meluas secara nasional dengan kapasitas yang relatif merata.
Kehadiran Universitas Pendidikan Indonesia, Universitas Negeri Makassar, Universitas Negeri Padang, dan Universitas Lampung dalam daftar 10 besar juga memperkuat tren tersebut. Mereka menunjukkan bahwa kampus-kampus dengan spesialisasi tertentu, seperti pendidikan atau pengembangan daerah juga menjadi pilihan utama banyak peserta.
Sementara itu, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dan Universitas Diponegoro menutup daftar 10 besar dengan penerimaan di kisaran 4.600 hingga 5.300 orang. Diponegoro, sebagai salah satu universitas ternama di Indonesia, masih mempertahankan daya tarik meski dengan daya tampung yang lebih terbatas dibandingkan kampus lain di daftar atas.
Masuk ke daftar 11 hingga 20, jumlah penerimaan mulai menurun secara bertahap, dari Universitas Negeri Malang (4.464 orang) hingga Universitas Sebelas Maret (3.565 orang).
Penurunan ini mengindikasikan adanya batasan daya tampung yang lebih ketat pada beberapa kampus, baik karena keterbatasan infrastruktur, rasio dosen dan mahasiswa, atau strategi seleksi yang lebih selektif. Namun demikian, kampus-kampus ini tetap memiliki reputasi yang kuat dan menjadi incaran banyak peserta SNBT setiap tahunnya.
Dari data ini, terlihat bahwa daya tampung SNBT bukan hanya soal jumlah besar semata, tetapi juga bagian dari strategi masing-masing kampus dalam menyaring dan membentuk kualitas mahasiswa yang diterima.
Perbedaan jumlah penerimaan juga berimplikasi langsung pada ketatnya persaingan. Calon mahasiswa yang menargetkan kampus dengan kuota lebih kecil perlu menyiapkan strategi yang lebih matang dan mempertimbangkan alternatif yang rasional.
Oleh karena itu, pemahaman terhadap data penerimaan ini sangat penting dalam menyusun strategi SNBT yang efektif, terutama dalam menentukan prioritas pilihan kampus dan program studi.
Baca Juga: SNBT 2025, Inilah Kampus-Kampus yang Jadi Favorit Calon Mahasiswa
Penulis: Brilliant Ayang Iswenda
Editor: Editor