Bahkan di tengah era modern seperti sekarang, pernikahan di bawah umur masih saja terjadi di seluruh belahan dunia. Meski tingkat pernikahan anak tercatat menurun secara global, namun berbagai krisis, konflik, dan permasalahan ekonomi menjadikan tren penurunan tersebut berjalan sangat lambat.
"Prevalensi pernikahan anak menurun secara global, dengan kemajuan terbesar dalam satu dekade terakhir terlihat di Asia Selatan, di mana risiko anak perempuan untuk menikah di masa kanak-kanak telah menurun dari hampir 50% menjadi di bawah 30%," ungkap Dana Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) dalam laporannya.
Adapun, saat ini diperkirakan ada sekitar 640 juta anak perempuan dan wanita di seluruh dunia yang terpaksa menikah sebelum memasuki usia 18 tahun. Jika dirinci, terdapat sekitar 12 juta anak yang dipaksa menjadi pengantin tiap tahunnya.
Meminjam definisi dari UNICEF, pernikahan anak adalah perkawinan formal maupun nonformal di mana salah satu atau kedua belah pihak berusia di bawah umur 18 tahun. Pernikahan sebelum usia 18 tahun dianggap menjadi sebuah pelanggaran terhadap hak asasi manusia.
Jika dilihat berdasarkan wilayahnya, tingkat perkawinan anak perempuan paling tinggi terjadi di Niger. UNICEF melaporkan, negara yang terletak di kawasan Afrika Barat itu memiliki persentase anak perempuan menikah sebelum usia 18 tahun mencapai 76% dari data pada 2015-2021.
Menyusul Niger, Republik Afrika Tengah dan Chad sama-sama memiliki proporsi anak perempuan yang menikah pada usia dini sebesar 61%. Lalu, ada Mali dan Mozambik yang mencatatkan persentase masing-masing sebesar 54% dan 53%.
Lebih lanjut, UNICEF menyebutkan sejumlah faktor yang melatarbelakangi praktik pernikahan anak, di antaranya adalah kemiskinan, hukum adat atau agama, kerangka legislatif yang tidak memadai, kehormatan keluarga, keadaan suatu negara, norma-norma sosial, hingga persepsi bahwa pernikahan akan memberikan 'perlindungan'.
UNICEF menegaskan bahwa penurunan secara global harus 20 kali lebih cepat untuk memenuhi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan demi mengakhiri praktik pernikahan anak pada 2030 mendatang. Tanpa adanya upaya percepatan lebih lanjut, maka akan ada lebih dari 100 juta anak perempuan yang terpaksa menikah sebelum usia mereka menginjak 18 tahun pada 2030.
"Kami benar-benar telah membuat kemajuan dalam mengurangi praktik pernikahan anak, namun sayangnya kemajuan ini tidak cukup. Dengan perhitungan saat ini, kami mungkin harus menunggu 300 tahun lagi untuk benar-benar menghapus praktik perkawinan anak," tulis UNICEF.
Penulis: Nada Naurah
Editor: Editor