Survei World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa tembakau masih menjadi ancaman serius bagi kesehatan global. Pada 2025, sekitar 7 juta orang meninggal dunia akibat konsumsi tembakau, setara dengan hampir setengah dari total 1,3 miliar penggunanya di seluruh dunia. Mayoritas pengguna tembakau, sekitar 80%, berasal dari negara berpenghasilan rendah dan menengah, dengan rokok konvensional sebagai bentuk konsumsi yang paling umum.
Di tengah meningkatnya kesadaran akan bahaya rokok, rokok elektrik kerap dipersepsikan sebagai alternatif yang lebih aman. Namun, berbagai penelitian menunjukkan bahwa penggunaannya tetap berisiko bagi kesehatan. Rokok elektrik dapat memicu stres oksidatif, peradangan pada saluran pernapasan, hingga penurunan fungsi paru-paru.
Di Indonesia, kebiasaan merokok masih mengakar kuat, terutama di kalangan pemuda. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, 23,48% pemuda merokok setiap hari, sementara 2,38% lainnya merokok namun tidak setiap hari. Artinya, sekitar satu dari empat pemuda Indonesia masih memiliki kebiasaan merokok, dan hanya 74,14% yang benar-benar tidak merokok.
Baca Juga: Remaja Perokok Indonesia Kian Bertambah
Ditinjau berdasarkan provinsinya, Lampung punya persentase pemuda perokok tertinggi, mencapai 31,03%. Berarti sekitar 3 dari 10 pemuda Lampung merokok.
Di urutan kedua ada Nusa Tenggara Barat dengan 29,94% pemudanya merokok, disusul Jawa Barat dengan 28,86% dan Bengkulu mencapai 28,71%. Papua Selatan menutup daftar lima besar dengan pemuda perokok mencapai 14,29%.
Sementara itu, Banten mengisi bangku keenam dengan 27,93%, diikuti Jawa Tengah (27,65%), Sumatra Selatan (27,51%), Jambi (27,48%), dan Sumatra Barat (27,13%).
Kebanyakan provinsi dalam daftar di atas berada di Jawa dan Sumatra. Sebaliknya, provinsi dengan pemuda perokok terendah justru didominasi wilayah timur Indonesia, dengan Papua Pegunungan di puncak. Hanya 14,29% pemuda di sana yang merokok. Papua di urutan kedua dengan persentase pemuda perokok sebesar 17,54%, diikuti Papua Tengah dengan 18,65%.
Ada pola menarik yang ditemukan di kalangan perokok pemuda ditinjau menurut tingkat pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditamatkan, maka semakin rendah persentase pemuda perokok.
Di kalangan lulusan pendidikan tinggi, hanya 12,34% pemuda yang merokok setiap hari. Proporsinya meningkat pada lulusan SMA/SMK sederajat menjadi sebesar 26,35%, namun turun pada lulusan SMP sebesar 20,43%.
Untuk pemuda lulusan SD sederajat, persentase perokoknya mencapai 35,65%. Adapun sekitar 27,98% pemuda yang tidak pernah sekolah atau tidak tamat SD merupakan perokok, dua kali lipat dibanding persentase pemuda perokok lulusan pendidikan tinggi.
Adapun menurut UU Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan, pemuda merupakan warga negara Indonesia yang berusia 16-30 tahun.
Dampak Merokok
Tidak hanya berdampak pada kesehatan, dampak ekonomi dari merokok juga cukup besar, dengan tingginya biaya pembelian rokok hingga perawatan kesehatan untuk menangani penyakit yang disebabkannya.
Apalagi, pemuda kini berada dalam usia produktif, di mana kemampuan fisik, mental, dan intelektualnya penting dalam pembangunan ekonomi dan sosial.
“Jika pada tahap ini mereka terpapar kebiasaan merokok, maka potensi produktivitas dan kualitas sumber daya manusia dapat menurun, yang pada akhirnya berdampak pada kemajuan masyarakat secara keseluruhan,” tulis BPS dalam laporannya.
Baca Juga: Harga Rokok di Jakarta Termasuk yang Termurah di Dunia
Sumber:
https://www.bps.go.id/id/publication/2025/12/12/1a88777089ce471db17bb1fb/statistik-pemuda-indonesia-2025.html
Penulis: Agnes Z. Yonatan
Editor: Editor