3 Beban Malnutrisi di Indonesia, Stunting Mendominasi

Tiga jenis malnutrisi ini masih banyak dialami anak Indonesia, bagaimana solusi pencegahan yang tepat?

3 Beban Malnutrisi di Indonesia, Stunting Mendominasi Ilustrasi Anak-anak Indonesia | FGM/Getty Images

Kondisi kesehatan anak-anak Indonesia masih memerlukan perhatian khusus. Menurut catatan UNICEF, saat ini 1 dari 5 balita Indonesia mengalami stunting, 1 dari 12 anak mengalami wasting, 1 juta balita tercatat mengidap obesitas, dan 280 ribu anak memiliki berat badan rendah.

Secara nasional, malnutrisi ibu dan anak di Indonesia mengalami penurunan dalam sepuluh tahun terakhir. Meskipun demikian, masalah gizi di Indonesia masih menduduki posisi tinggi di antara negara lain.

Baru stunting yang cukup konsisten alami penurunan I GoodStats
Angka stunting mengalami penurunan yang cukup konsisten, meski jumlahnya masih tinggi I GoodStats

Dalam data tersebut, terlihat bahwa stunting menjadi masalah gizi yang paling banyak terjadi di Indonesia. Anak yang mengalami stunting memiliki tinggi badan yang lebih pendek dibandingkan anak lain seusianya.

Stunting berisiko melemahkan perkembangan kognitif, menimbulkan penyakit kronis ketika dewasa, hingga melahirkan bayi dengan berat badan rendah atau mewarisi malnutrisi pada generasi berikutnya.

Sementara itu, anak dengan risiko stunting ditandai dengan kekurangan gizi sejak dalam kandungan hingga usianya 2 tahun. Rentang waktu ini juga disebut 1.000 hari pertama kehidupan.

Stunting Juga Berkaitan dengan Wasting

Lebih dari 460 ribu anak Indonesia mengalami wasting dengan kategori parah. Kondisi ini menimbulkan risiko stunting yang lebih tinggi.

Angka kematian anak dengan kondisi wasting jauh lebih tinggi jika dibandingkan anak yang gizinya cukup. Di samping itu, anak yang berhasil bertahan hidup pun cenderung mengalami gangguan pertumbuhan sepanjang usianya.

Anak yang mengalami wasting memiliki tubuh yang sangat kurus, tidak nafsu makan, punggung kaki membengkak, dan terlihat sakit berat serta lemah untuk menyusu.

Penyebab wasting di antaranya adalah anak tidak mengonsumsi ASI eksklusif, MPASI tidak cukup, sakit dan tidak ditangani dengan sigap, imunisasi tidak lengkap, pola hidup kurang bersih dan kurang sehat, serta lingkungan tempat tinggal yang kotor.

Efeknya, wasting dapat melemahkan kekebalan tubuh anak sehingga mudah terinfeksi penyakit. Selain itu, wasting juga mempengaruhi pertumbuhan fisik anak yang membuatnya berisiko mengalami stunting.

Oleh karena itu, pencegahan wasting sangat perlu dilakukan terutama pada 2 tahun pertama kehidupan anak. Selain berpotensi mengakibatkan stunting, wasting juga dapat mengganggu perkembangan otak, meningkatkan risiko menderita penyakit tidak menular ketika dewasa, hingga kematian.

Obesitas Anak di Indonesia

Pada 2023, 1 dari 5 anak usia sekolah, 1 dari 7 remaja, hingga 1 dari 3 orang dewasa mengalami obesitas. Di samping faktor genetik, obesitas juga disebabkan pola makan tidak sehat dan kurangnya aktivitas fisik.

Dengan kalori yang melebihi kebutuhan dan aktivitas yang minim, tubuh akan menyimpan makanan yang masuk menjadi lemak, yang berujung pada obesitas. Risikonya, anak bisa mengalami penyakit kronis dan berpeluang memiliki berat badan berlebih hingga dewasa. Hal tersebut memengaruhi kesehatan mental karena dapat menimbulkan kecemasan dan ketidakpercayaan diri.

Konsumsi makanan minuman cepat saji atau produk kemasan yang terlalu sering dapat mengakibatkan obesitas. Faktor lainnya yang mendukung adalah meluasnya distribusi produk yang tidak sebat, kurangnya akses atas makanan sehat di Indonesia, serta infrastruktur yang tidak memadai untuk aktivitas fisik.

ASI eksklusif selama 6 bulan pertama dapat mengurangi risiko obesitas. Di samping itu, asupan nutrisi yang mencukupi dan sesuai kebutuhan juga perlu diperhatikan. Kebiasaan olahraga yang rutin dan minum banyak air putih perlu ditanamkan sedini mungkin.

Baca Juga: Stunting di Indonesia Terus Meningkat, Apa Penyebabnya?

Penulis: Ajeng Dwita Ayuningtyas
Editor: Editor

Konten Terkait

Pengangguran Lulusan Sarjana Meningkat, Apa Sebabnya?

Meskipun menempuh pendidikan tinggi, angka pengangguran lulusan sarjana meningkat di 2023 mencapai 5,18%.

Anak Perempuan Masih Rentan Jadi Korban Kekerasan

Per September 2024, anak perempuan yang menjadi korban kekerasan mencapai 15 ribu anak di seluruh provinsi Indonesia.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook