Stunting atau kekurangan tinggi badan yang diakibatkan oleh malnutrisi kronis, merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup serius, khususnya di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Stunting memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak secara signifikan dan dapat berdampak pada kemampuan belajar, kesehatan, serta produktivitas di masa depan.
Stunting memiliki berbagai dampak negatif yang dapat memengaruhi kualitas hidup anak dalam jangka panjang, antara lain:
1. Keterlambatan Pertumbuhan Fisik
Anak yang mengalami stunting cenderung memiliki tinggi badan yang lebih pendek dibandingkan anak seusianya. Hal ini dapat memengaruhi perkembangan fisik dan kesehatan secara umum.
2. Keterlambatan Perkembangan Kognitif
Pertumbuhan kognitif dari anak yang mengalami stunting sering kali terhambat, membuat kemampuan belajarnya menurun. Hal ini berdampak pada prestasi akademik mereka.
3. Kesehatan yang Buruk
Stunting sering dikaitkan dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, membuat anak lebih rentan terhadap infeksi dan penyakit.
4. Dampak Ekonomi
Stunting juga dapat memengaruhi produktivitas anak di masa depan, karena kemampuan fisik dan kognitifnya dapat mengalami keterbatasan ketika mereka dewasa. Hal ini membuat kesempatan untuk bekerja dan mencari uang semakin rendah.
Penyebab Terjadinya Stunting
Stunting disebabkan oleh berbagai faktor yang saling berkaitan, seperti:
1. Kekurangan Gizi
Salah satu penyebab utama stunting adalah kekurangan asupan gizi yang memadai. Nutrisi yang tidak cukup, baik dari segi kualitas maupun kuantitas, dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak.
2. Infeksi dan Penyakit
Infeksi yang sering terjadi, seperti diare dan infeksi saluran pernapasan, dapat mengganggu penyerapan nutrisi dan mempengaruhi pertumbuhan. Di Indonesia, angka kesakitan anak usia dini masih tetap signifikan, meskipun ada penurunan dari tahun 2020 ke 2023.
3. Kondisi Sosial dan Ekonomi
Faktor-faktor seperti kemiskinan, kurangnya akses ke layanan kesehatan, dan pendidikan ibu yang rendah dapat memperburuk masalah stunting.
4. Keterbatasan Akses ke Air Bersih dan Sanitasi
Kurangnya akses ke air bersih dan fasilitas sanitasi yang memadai turut meningkatkan risiko infeksi dan penyakit, yang pada gilirannya berdampak pada status gizi anak.
Tinjauan Data Kesehatan Anak
Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa kesehatan anak Indonesia cenderung membaik dari tahun ke tahun. Hal ini dapat dilihat dari proporsi anak usia dini yang mengalami keluhan kesehatan dan angka kesakitan berikut.
Angka Anak Usia Dini yang Mengalami Keluhan Kesehatan
Data ini mengukur persentase anak usia dini (0 - 5 tahun) yang mengalami keluhan kesehatan. Angka ini memberikan gambaran tentang prevalensi masalah kesehatan yang dirasakan oleh anak-anak di berbagai tahun.
Pada tahun 2020, sekitar 42,36% anak usia dini melaporkan mengalami keluhan kesehatan. Angka ini menunjukkan bahwa pada tahun tersebut, lebih dari empat dari sepuluh anak usia dini mengalami masalah kesehatan, yang bisa mencakup berbagai kondisi seperti infeksi, gangguan pencernaan, atau masalah pernapasan.
Tahun 2021, terjadi penurunan signifikan dalam angka ini, menjadi 32,99%. Penurunan ini bisa diartikan sebagai perbaikan dalam kesehatan anak atau peningkatan dalam pemantauan dan pelaporan keluhan kesehatan. Meski ada perbaikan, angka ini masih menunjukkan bahwa hampir sepertiga anak usia dini mengalami masalah kesehatan.
Pada tahun 2022, persentase ini sedikit meningkat menjadi 33,43%. Meskipun ada peningkatan kecil dari tahun sebelumnya, angka ini masih lebih baik dibandingkan dengan capaian tahun 2020. Peningkatan ini bisa mengindikasikan adanya fluktuasi dalam kondisi kesehatan anak atau perubahan dalam cara data dikumpulkan atau dilaporkan.
Proporsi ini kembali meningkat menjadi 36,21% pada tahun 2023. Kenaikan ini menunjukkan bahwa sekitar sepertiga dari anak usia dini mengeluh sakit.
Angka Anak Usia Dini yang Kesakitan
Pada tahun 2020, sekitar 23,34% anak usia dini mengalami kesakitan atau penyakit. Ini memberikan gambaran bahwa hampir seperempat anak di usia dini mengalami kondisi kesehatan yang memerlukan perhatian medis.
Lalu pada tahun 2021, angka ini turun menjadi 15,94%. Penurunan ini mencerminkan adanya perbaikan dalam kondisi kesehatan anak atau adanya langkah-langkah pencegahan yang lebih baik.
Penurunan ini merupakan indikator positif, tetapi angka ini masih menunjukkan bahwa hampir 16% anak-anak usia dini mengalami masalah kesehatan yang signifikan.
Pada tahun 2022, persentase ini sedikit meningkat menjadi 16,09%. Meskipun angka ini tetap relatif stabil, sedikit peningkatan ini tetap menunjukkan bertambahnya anak Indonesia yang dilaporkan kesakitan.
Pada tahun 2023, angka kesakitan anak usia dini meningkat lagi menjadi 17,27%. Peningkatan ini menunjukkan bahwa sekitar 17% anak usia dini mengalami kesakitan, yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor termasuk masalah gizi atau kondisi lingkungan. Kenaikan ini memerlukan perhatian khusus untuk menganalisis penyebabnya dan merancang intervensi yang lebih efektif.
Fluktuasi Angka Kesehatan pada Anak Usia Dini
Data di atas menunjukkan adanya fluktuasi dalam angka keluhan kesehatan dan kesakitan anak usia dini dari tahun ke tahun. Meskipun beberapa kali terjadi penurunan, angka-angka ini tetap menunjukkan bahwa kesehatan anak usia dini masih merupakan isu penting yang perlu diperhatikan.
Angka keluhan kesehatan yang tinggi dan angka kesakitan yang bervariasi menunjukkan adanya kebutuhan mendesak untuk:
- Peningkatan Asupan Gizi: Mengatasi kekurangan gizi yang berkontribusi pada stunting dan masalah kesehatan lainnya.
- Perbaikan Akses Kesehatan: Memastikan bahwa anak-anak mendapatkan akses yang memadai ke layanan kesehatan dan perawatan medis.
- Pencegahan Penyakit: Meningkatkan upaya pencegahan penyakit melalui program imunisasi dan pendidikan kesehatan.
Menangani masalah kesehatan anak dengan serius akan membantu mengurangi angka stunting dan memastikan pertumbuhan serta perkembangan yang optimal bagi generasi mendatang.
Oleh karena itu, penting untuk terus meningkatkan upaya dalam memastikan akses yang lebih baik terhadap gizi yang cukup, perawatan kesehatan yang memadai, dan pencegahan penyakit untuk mengatasi dan mencegah stunting. Program-program intervensi yang terfokus pada peningkatan gizi dan kesehatan anak harus diwujudkan demi memastikan Indonesia Emas 2025.
Baca Juga: Terus Turun, Simak Angka Terkini Stunting Balita Indonesia
Penulis: Zakiah machfir
Editor: Editor