Tergerus Toko Online, Benarkah Bisnis Mal Mulai Jatuh?

Semakin banyak pusat perbelanjaan yang sepi, didorong oleh perubahan pola belanja masyarakat yang lebih menggemari belanja online.

Tergerus Toko Online, Benarkah Bisnis Mal Mulai Jatuh? Ilustrasi Pusat Perbelanjaan | Pexels
Ukuran Fon:

Perubahan pola belanja dalam masyarakat Indonesia beberapa tahun terakhir menunjukkan adanya pergeseran signifikan dari toko fisik ke ranah digital. Toko online kini semakin digemari, menawarkan kemudahan akses, pilihan produk yang bervariasi, hingga promosi dan diskon yang sayang untuk dilewatkan. Mulai dari kebutuhan harian hingga gaya hidup, semua bisa diakses hanya melalui beberapa sentuhan layar.

Tren ini berdampak langsung pada keberlanjutan toko offline dan pusat perbelanjaan, yang jumlah pengunjungnya menurun. Banyak gerai ritel besar memutuskan untuk menutup toko fisik dan fokus ke pengembangan e-commerce. Dinamika gaya hidup digital masyarakat menjadi tantangan bagi pelaku bisnis konvensional untuk terus beradaptasi.

Menurut survei Snapcart pada Mei 2025, hanya separuh dari responden Indonesia yang masih mengunjungi pusat perbelanjaan atau mal. Mirisnya, wilayah Jabodetabek mencatatkan pengunjung terendah.

“Dari semua wilayah di Indonesia, kami menemukan bahwa ironisnya, area Jabodetabek mempunyai jumlah pengunjung pusat perbelanjaan terendah, meski menjadi rumah bagi beberapa destinasi ritel terbesar dan ikonik di Indonesia,” ujar Sales Manager dari Snapcart, Helena Suri, Rabu (28/5).

Menurut hasil survei, 40% responden masih sering mengunjungi pusat perbelanjaan, namun di Jabodetabek, nilainya jadi yang terendah, hanya 37% responden.

Frekuensi kunjungan warga RI ke pusat perbelanjaan pada 2025 | GoodStats
Frekuensi kunjungan warga RI ke pusat perbelanjaan pada 2025 | GoodStats

Menariknya, alasan utama responden mulai jarang mengunjungi pusat perbelanjaan adalah akibat meningkatnya preferensi untuk belanja online, dengan 50% responden menilai belanja online lebih praktis. 

Selain itu, 14% responden juga menyatakan bahwa pergi ke pusat perbelanjaan lebih memakan waktu dan kurang efisien, terutama di wilayah dengan kemacetan tinggi, waktu banyak habis terbuang di jalan. 

Lebih lanjut, 13% responden menekankan mahalnya harga barang di mal, yang biasanya jauh lebih tinggi dibandingkan toko online. Faktor-faktor ini kemudian mendorong responden untuk lebih banyak belanja secara online.

Adapun Shopee masih menjadi platform pilihan utama untuk belanja online, dipilih oleh 90% responden, diikuti Tokopedia dengan 40%, Lazada dengan 15%, Alfa gift dengan 15%, dan terakhir Klik Indomaret yang dipilih oleh 11% responden.

Data di atas menunjukkan bahwa pergeseran pola belanja masyarakat saat ini sejatinya dipengaruhi oleh gaya hidup yang semakin cepat dan praktis. Pergi ke mal untuk membeli barang dipandang sebagai hal yang lebih merepotkan. Belanja online bisa dilakukan di rumah tanpa perlu keluar, tak perlu menghabiskan waktu di jalan, yang membuatnya jadi pilihan lebih praktis di tengah gaya hidup serba cepat dan sibuk. Kini, para pelaku usaha harus bisa mulai beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Bukan hanya bagi pembeli, berjualan online juga lebih menguntungkan bagi penjual karena tak perlu menyewa tempat yang begitu besar.

Baca Juga: Seberapa Sering Gen Z & Milenial Belanja Online?

Penulis: Agnes Z. Yonatan
Editor: Editor

Konten Terkait

Emas Antam Terkoreksi, Harga Emas Dunia Anjlok Buntut Ketegangan Israel-Iran Memanas

Harga emas dunia anjlok lebih dari 1% meski ketegangan antara Israel dan Iran masih berlangsung.

Daftar 10 Motor Tercepat di Dunia 2025: Siapa Raja Jalanan Tahun Ini?

Dodge Tomahawk merupakan salah motor tercepat di dunia dengan berat 3.400 pon yang memiliki top speed mencapai 300 MPH atau setara dengan 482km/jam.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook