Kasus pembunuhan selalu menjadi topik yang mengguncang perhatian masyarakat. Tak hanya membawa rasa duka, kasus pembunuhan juga meninggalkan pertanyaan besar tentang nilai kemanusiaan dan keadilan di negeri ini.
Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia menyaksikan berbagai peristiwa kelam yang melibatkan pembunuhan, sering kali disertai motif yang sulit untuk dipercaya.
Data terbaru dari Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Bareskrim Polri mencatat bahwa sebanyak 1.074 orang telah ditindak sebagai terlapor dalam kasus pembunuhan pada Januari-3 Desember 2024 .
Adapun data di atas menunjukkan tren jumlah terlapor kasus pembunuhan di Indonesia selama tahun 2024. Secara keseluruhan, angka terlapor cenderung berfluktuasi setiap bulan, dengan puncak kasus terjadi pada bulan Maret, yakni 170 terlapor.
Sebaliknya, bulan Oktober mencatat angka terendah, yaitu 76 terlapor. Hal ini mencerminkan pola yang tidak konsisten dan menunjukkan kemungkinan adanya faktor-faktor khusus yang memengaruhi jumlah laporan kasus pembunuhan di setiap bulan.
Secara rinci, lonjakan signifikan pada bulan Maret dibanding bulan sebelumnya (Februari, 87 terlapor) menjadi indikasi adanya kejadian luar biasa atau peristiwa musiman yang memengaruhi angka kasus.
Bulan lainnya menunjukkan angka yang lebih stabil, berkisar antara 90 hingga 120 laporan, dengan sedikit penurunan di bulan-bulan seperti Agustus (91 terlapor) dan Oktober (76 terlapor). Data ini mengindikasikan bahwa waktu tertentu memiliki risiko terjadinya kasus pembunuhan yang berbeda.
Jumlah Terlapor Berdasarkan Kategori Pekerjaan
Pusiknas tidak hanya mencatat jumlah kasus yang terjadi, tetapi juga memetakan latar belakang para terlapor, termasuk kategori pekerjaan mereka. Informasi ini menjadi penting untuk memahami lebih dalam hubungan antara profesi tertentu dan risiko keterlibatan dalam tindak kejahatan, khususnya pembunuhan.
Kelompok petani, nelayan, dan pedagang mencatatkan jumlah terlapor terbanyak, yaitu 128 orang. Tingginya angka tersebut dipengaruhi oleh faktor sosial-ekonomi, seperti tekanan ekonomi, yang sering kali terjadi pada mereka yang bekerja di sektor informal.
Karyawan swasta menempati urutan kedua dengan 72 terlapor, yang menggambarkan bahwa meskipun bekerja di sektor formal, masalah internal seperti tekanan pekerjaan, hubungan antar rekan kerja, atau masalah pribadi dapat berujung pada tindak kriminal
Di urutan berikutnya, terdapat pelajar dan mahasiswa dengan 56 terlapor. Kelompok ini menunjukkan bahwa usia muda yang biasanya tengah mencari jati diri atau menghadapi berbagai tekanan sosial, juga tidak luput dari keterlibatan dalam kasus kriminal.
Kategori pekerjaan lain yang tercatat, seperti buruh dan sopir dengan 28 terlapor, menunjukkan bahwa faktor pekerjaan yang mengharuskan mereka berinteraksi dengan banyak orang, seperti di jalan raya atau tempat kerja yang padat, juga dapat meningkatkan potensi terjadinya konflik.
Sementara itu, kelompok dengan pekerjaan lebih stabil seperti PNS, TNI, Polri, dan wiraswasta tercatat lebih rendah jumlahnya, masing-masing hanya mencatatkan beberapa terlapor yang mungkin menunjukkan stabilitas sosial dan ekonomi yang lebih terjaga.
Data mengenai jumlah terlapor kasus pembunuhan berdasarkan kategori pekerjaan memberikan gambaran yang lebih mendalam tentang kompleksitas faktor yang memengaruhi terjadinya tindak kriminal. Dari petani hingga PNS, setiap kelompok pekerjaan memiliki tantangan dan tekanan yang berbeda.
Meskipun beberapa sektor menunjukkan angka terlapor yang lebih tinggi, hal ini bukan berarti profesi tertentu lebih rentan terhadap kekerasan, melainkan mencerminkan kondisi sosial, ekonomi, dan psikologis yang dihadapi individu dalam konteks pekerjaan mereka.
Baca Juga: Negara Paling Berbahaya Berdasarkan Jumlah Kasus Pembunuhan
Penulis: Risma Elsa Tiana
Editor: Editor