Peningkatan ketersediaan air minum yang layak dan aman sangat esensial untuk mendukung tercapainya Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Ironisnya, akses air minum tidak selalu tersedia di setiap tempat. Bila permasalahan ini tak kunjung teratasi, krisis air minum dipastikan akan terjadi di masa depan.
Sayangnya, penyediaan akses air minum layak dan aman di Indonesia masih menjadi tantangan besar hingga saat ini. Hal tersebut dikemukakan oleh Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Diana Kusumastuti dalam Konferensi Pers Road to 10th World Water Forum yang bertajuk “Urgensi Akses Air Minum dan Sanitasi” secara virtual pada Selasa, (23/1/2024).
Ia menyampaikan, capaian penyediaan air minum di Indonesia masih sangat minim. Merujuk data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2022, saat ini akses air minum layak di Indonesia baru mencapai 91,08% dan akses air minum aman masih di level 11,08%. Sedangkan, akses air perpipaan dilaporkan masih mencapai 19,47%.
“Terlebih kalau kita berbicara akses air minum layak, ini hanya meningkat 1% per tahunnya, dan laju pertumbuhan akses perpipaan tidak sampai 1% dalam lima tahun terakhir,” papar Diana.
Ia menuturkan, kebijakan penyediaan air minum perlu dilakukan guna mencapai akses air minum berkelanjutan bagi masyarakat. Di antaranya dengan meningkatkan cakupan pelayanan dan pemenuhan standar kualitas air minum, juga meningkatkan kapasitas dan peran penyelenggaraan sistem penyediaan air minum.
“Selain itu, perlu adanya peningkatan kemampuan pendanaan dan juga komitmen stakeholders terkait dengan pendanaan dalam menyediakan air di tempat yang sulit air, juga mendekatkan air kepada masyarakat,” pungkas Diana.
Di samping itu, ia mengungkapkan bahwa Instruksi Presiden atau Inpres Air Minum dan Sanitasi guna mempercepat capaian layanan air minum perpipaan melalui sambungan rumah ditargetkan dapat terbit pada tahun 2024 ini.
“Kalau kita lihat memang infrastruktur sumber daya air minum yang dibangun oleh pemerintah pusat di sini masih banyak yang belum termanfaatkan (idle), sehingga sumber daya air tersebut harus kita alirkan kepada masyarakat agar dapat menikmati air perpipaan,” jelas Diana.
Lebih lanjut, Inpres tentang air minum dan sanitasi menjadi salah satu fokus program Kementerian PUPR pada 2024, yang ditargetkan akan mulai berlaku pada 2025. Adapun, kebutuhan total untuk Inpres air minum dan sanitasi ditaksir mencapai Rp16,6 triliun yang diperuntukkan tidak untuk membangun infrastruktur pengolahan air (IPA), namun untuk pemasangan sambungan ke rumah-rumah agar mencapai target 10 juta sambungan rumah (SR).
Penulis: Nada Naurah
Editor: Iip M Aditiya