Korupsi merupakan salah satu masalah serius yang mengancam stabilitas dan perkembangan suatu negara. Di Indonesia, korupsi telah menjadi momok yang sulit diatasi, menggerogoti berbagai sektor kehidupan masyarakat.
Korupsi sendiri diartikan sebagai tindakan penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang untuk keuntungan pribadi, yang tidak hanya merugikan keuangan negara tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah dan institusi-institusi negara.
Setiap tahun, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan lembaga penegak hukum lainnya mengungkap banyak kasus korupsi yang melibatkan miliaran hingga triliunan rupiah. Fenomena ini menunjukkan bahwa korupsi sudah mengakar kuat dalam berbagai sendi pemerintahan dan sektor swasta di Indonesia.
Walaupun tujuannya tetap sama, yaitu untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok tertentu dengan cara yang melanggar hukum, selama ini modus korupsi sangat bervariasi.
"Modus-modus tersebut pada umumnya sangat berkaitan dengan pengerjaan proyek-proyek infrastruktur pemerintah," tulis ICW dalam laporannya, pada Minggu (19/5/2024).
Pada tahun 2023, Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat 791 kasus korupsi, dengan berbagai modus yang merugikan keuangan negara dan merusak integritas pemerintahan.
"Tetapi, dari 791 kasus korupsi terpantau, yang berkaitan dengan proyek infrastruktur hanya sekitar 21%. Artinya, sepanjang 2023 korupsi lebih banyak berdimensi proyek atau kegiatan non-infrastruktur," tulis ICW dalam laporannya, pada Minggu (19/5/2024).
Berdasarkan data dari ICW, kasus proyek fiktif menduduki peringkat tertinggi dengan 277 kasus. Modus ini biasanya melibatkan pembuatan proyek yang sebenarnya tidak pernah ada atau dilaksanakan, namun anggarannya dicairkan dan digunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
Penyalahgunaan anggaran menjadi jenis kasus korupsi kedua terbanyak dengan 259 kasus. Modus ini melibatkan penggunaan dana yang tidak sesuai dengan peruntukannya, sering kali dengan dalih pengeluaran operasional atau kegiatan yang tidak pernah dilakukan, yang mengakibatkan kerugian besar bagi keuangan negara.
Selain itu, laporan fiktif juga menjadi modus yang sering terjadi, dengan 88 kasus tercatat. Kasus ini melibatkan pembuatan laporan keuangan atau kegiatan yang tidak sesuai dengan kenyataan, sering kali untuk menutupi penyalahgunaan dana atau untuk mendapatkan dana tambahan secara ilegal.
Modus mark-up harga juga cukup signifikan dengan 50 kasus. Kasus ini terjadi ketika harga barang atau jasa dalam proyek pemerintah dinaikkan melebihi harga sebenarnya, sehingga memberikan keuntungan besar bagi pihak-pihak yang terlibat, sementara kualitas dan kuantitas barang atau jasa yang diberikan tidak sesuai dengan yang dianggarkan.
Pungutan liar dan pemotongan anggaran, masing-masing dengan 43 kasus, juga menunjukkan betapa luasnya praktik korupsi di berbagai tingkatan.
Pungutan liar biasanya dilakukan oleh aparat pemerintah yang memanfaatkan kekuasaan untuk meminta uang atau imbalan dari masyarakat atau perusahaan secara ilegal. Sedangkan pemotongan anggaran terjadi ketika dana yang seharusnya digunakan untuk program atau proyek dipotong dan sebagian disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.
Tidak kalah penting, terdapat 27 kasus korupsi lainnya yang mencakup berbagai modus seperti perdagangan pengaruh, penerbitan izin ilegal, pencucian uang, dan menghalangi proses hukum.
Hal ini menunjukkan bahwa praktik korupsi bisa terjadi dengan berbagai cara yang inovatif dan sulit dideteksi, sehingga pemberantasan korupsi menjadi tugas yang semakin kompleks bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia.
Dengan demikian, jelas bahwa upaya pemberantasan korupsi memerlukan pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan untuk mengembalikan kepercayaan publik serta memastikan pembangunan yang adil dan merata.
Penulis: Brilliant Ayang Iswenda
Editor: Editor