Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) mengumumkan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) sebagai program penerimaan murid baru. Kini, tak ada lagi aturan zonasi yang berlaku pada sistem sebelumnya, yaitu Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
“Kami juga ingin menyampaikan bahwa pengambilan kebijakan ini dilakukan semoderat mungkin. Artinya, hal-hal yang sudah berjalan baik dan tidak ada masalah akan dipertahankan dan hal-hal yang mungkin ada kekurangan diperbaiki dengan berbagai modifikasi,” jelas Menteri Dikdasmen, Abdul Mu’ti, pada Forum Konsultasi Publik SPMB, (30/1).
Ada empat jalur yang berlaku pada SPMB, yaitu jalur domisili, jalur afirmasi, jalur prestasi, dan jalur mutasi. Masing-masing jalur memiliki kuota yang berbeda.
Jalur domisili diperuntukan bagi calon murid dalam wilayah administratif yang sama dengan satuan pendidikan. Jika sistem zonasi mengatur jarak, jalur domisili ditetapkan berdasarkan wilayah. Calon murid berkesempatan mendaftar di sekolah lintas kabupaten/kota selama berada dalam satu provinsi.
Lintas provinsi pun memungkinkan, jika calon murid tinggal di wilayah perbatasan provinsi dan jarak sekolah lebih dekat ke provinsi sebelahnya. Oleh karena itu, “zonasi” ini tidak sepenuhnya dihilangkan, namun lebih diperluas.
Bagi calon murid yang kurang mampu atau menyandang disabilitas, dapat menggunakan jalur afirmasi. Kemudian, calon murid yang memiliki prestasi akademik maupun nonakademik dapat mendaftarkan diri melalui jalur prestasi.
Terakhir, jalur mutasi diperuntukan bagi calon murid yang berpindah domisili karena mengikuti perpindahan tugas orang tua/wali, serta bagi anak guru di satuan pendidikan orang tua mengajar.
Upaya Hapus Kesenjangan Pendidikan
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan Kemendikdasmen Ojat Darojat, menyampaikan bahwa sistem baru ini berusaha menutup masalah pada sistem sebelumnya dan mencegahnya berulang.
Sistem zonasi pada PPDB sudah diterapkan sejak era kepemimpinan Muhadjir Effendy sebagai Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan pada 2017. Aturan ini kemudian dilanjutkan pada era Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim.
Pengaturan jarak ini dimaksudkan untuk menghapus kesenjangan, antara sekolah favorit dan nonfavorit. Harapannya, kualitas sekolah dapat setara.
Dengan jalur domisili, calon murid memiliki kesempatan lebih besar untuk mendaftar sekolah yang sebelumnya berada di luar jangkauannya.
Sementara itu, sebelumnya muncul pula wacana pembangunan Sekolah Garuda, yaitu sekolah menengah atas yang memproyeksikan muridnya untuk melanjutkan ke perguruan tinggi kelas dunia. Program ini berada di bawah kendali Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi.
Sekolah ini menyediakan beasiswa penuh dari pemerintah. Kurikulum yang diterapkan juga berbeda, menggunakan standar pre-universitas. Tenaga didik dari luar negeri juga direncanakan hadir bersama tenaga didik lokal.
Akan tetapi, proyek yang digagas Presiden Prabowo ini juga dikhawatirkan memunculkan kembali kesenjangan sosial.
Baca Juga: Potret Pendidikan Dasar RI: SD Swasta Makin Diminati, Negeri Mulai Ditinggalkan?
Penulis: Ajeng Dwita Ayuningtyas
Editor: Editor