Hari Anak Nasional baru saja diperingati pada 23 Juli kemarin. Di tahun 2022, peringatan Hari Anak Nasional diusung dengan tema “Anak Terlindungi, Indonesia Maju”.
Tema tersebut dipilih karena hingga saat ini, Indonesia masih harus berhadapan dengan situasi pandemi Covid-19. Dari tema besar tersebut, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) kemudian menurunkannya menjadi tiga subtema, yakni Peduli Pasca Pandemi Covid-19, Anak Tangguh Pasca Pandemi Covid-19, dan Anak Tangguh, Indonesia Lestari.
Kendati demikian, rangkaian acara peringatan Hari Anak Nasional masih tetap berlangsung dengan memperhatikan penerapan protokol kesehatan.
Dikemas secara daring dan luring, rangkaian acara peringatan HAN 2022 meliputi webinar, challenge video pendek bertajuk “Suarakan Hakmu Stop Perkawinan Anak”, lomba penulisan artikel, bakti sosial berupa pemeriksaan skrining mata anak SD di seluruh provinsi bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, serta acara puncak dengan peserta terbatas di Taman Teijsmann Kebun Raya Bogor, Sabtu (23/7).
Disinggung kasus perundungan anak di Tasikmalaya pada acara puncak peringatan HAN 2022, Jokowi menyatakan hal ini menjadi tanggung jawab bersama.
“Pertama-tama saya menyampaikan bela sungkawa yang mendalam atas kejadian di Tasikmalaya, dan ini tanggung jawab kita semuanya. Tanggung jawab orang tua, tanggung jawab para pendidik, tanggung jawab sekolah, tanggung jawab masyarakat agar perundungan tidak terjadi lagi,” tegasnya saat memberikan keterangan pada pers.
Cerita panjang di balik peringatan Hari Anak Nasional
Sebelum 23 Juli resmi ditetapkan, peringatan Hari Anak Nasional sempat mengalami berbagai perubahan. Melansir dari tirto.id, Kongres Wanita Indonesia (Kowani) adalah pencetus peringatan hari anak di Indonesia, yang saat itu disebut sebagai Hari Kanak-Kanak Nasional.
Pekan Kanak-Kanak Indonesia digelar sebagai wujud konkret memperingati Hari Kanak-Kanak Nasional. Kegiatan tersebut kali pertama diadakan pada 1952. Kemudian Kowani mengusulkan agar peringatan tersebut dapat dilakukan di setiap pekan kedua bulan Juli setiap tahun, dan pemerintah pun sepakat.
Akan tetapi, pada perkembangannya, penetapan tersebut dinilai tidak memiliki cukup makna dan nilai historis. Sehingga peringatan hari anak pun sempat bergeser ke tanggal 6 Juni. Penetapan tanggal tersebut dilatarbelakangi oleh rangkaian peringatan Hari Anak Internasional yang jatuh setiap tanggal 1 Juni.
Di samping itu, tanggal 6 Juni dipilih karena berdekatan dengan peringatan hari lahir Soekarno, pemimpin negara masa itu. Maka hal ini kembali menjadi persoalan saat masa Orde Baru menggantikan kepemimpinan Orde Lama.
Soeharto kemudian mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 44/1984 yang menyatakan bahwa Hari Anak Nasional diperingati setiap tanggal 23 Juli. Penetapan tanggal 23 Juli sendiri dilandaskan pada momentum pengesahan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Anak pada 23 Juli 1979.
Menilik data partisipasi sekolah anak Indonesia
Memperingati Hari Anak Nasional, artinya juga menjadi pengingat atas pemenuhan hak anak. Konvensi Hak Anak menyatakan bahwa setiap anak setidaknya memiliki hak untuk hidup, tumbuh, berkembang, mendapat perlindungan dan berpartisipasi.
Sebagaimana hak untuk dapat berpartisipasi dalam mengenyam pendidikan. Sebab melalui pendidikan, dapat menghantarkan generasi penerus bangsa menjadi Sumber Daya Manusia yang berkualitas dan berdaya saing.
Angka Partisipasi Sekolah (APS) adalah satu instrumen yang dapat digunakan untuk melihat fakta peluang anak di Indonesia dalam mendapatkan hak berupa akses pendidikan. APS merupakan proporsi dari penduduk kelompok umur sekolah tertentu yang tengah bersekolah (tanpa memandang jenjang pendidikannya) terhadap penduduk kelompok umur sekolah yang bersesuaian.
Capaian angka partisipasi sekolah anak Indonesia 2021 secara nasional menunjukkan nilai penurunan dengan meningkatnya kelompok umur anak. APS tertinggi masih diperoleh kelompok umur 7 hingga 12 tahun sebesar 99,19 persen. Kelompok umur 13 hingga 15 tahun sebesar 95,99 persen, dan kelompok umur 16 hingga 18 tahun sebesar 73,09.
Kondisi ini menunjukkan masih ada anak-anak Indonesia yang belum mendapatkan akses pendidikan sama rata, setidaknya hingga di bangku sekolah menengah. Kendati demikian, nilai penurunan dengan meningkatnya kelompok umur anak di setiap provinsi mengalami perbedaan.
Terdapat beberapa provinsi di Indonesia yang bahkan telah melampaui capaian rata-rata APS nasional. Di tahun 2021, peringkat pertama masih diduduki provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan nilai APS kelompok umur 7 hingga 12 tahun sebesar 99,70 persen, kelompok umur 13 hingga 15 tahun sebesar 99,43 persen dan kelompok umur 16 hingga 18 tahun sebesar 89,63 persen.
Guna mewujudkan generasi dengan SDM yang berkualitas dan berdaya saing, maka menjadi tugas bersama bagi pemerintah, dan orangtua untuk dapat memastikan pemenuhan setiap hak anak. Pemenuhan akses pendidikan salah satunya. Dibarengi dengan perlindungan di ruang lingkup pendidikan itu sendiri.
Sebab setiap anak berhak untuk hidup, bertumbuh dan merasa aman. Baik dari serangan Covid-19, maupun perundungan.
Penulis: Galih Ayu Palupi
Editor: Iip M Aditiya