Berdasarkan data dari BPS 2024, jumlah pemuda di Indonesia mencapai 64,22 juta jiwa atau sekitar seperlima dari total populasi dan memiliki peran signifikan dalam menentukan dinamika kesehatan.
Ketika menghadapi keluhan kesehatan, baik fisik maupun psikis, generasi muda cenderung memilih pengobatan mandiri. Hal ini terlihat semakin marak seiring dengan kemajuan teknologi, mudahnya akses informasi, dan pertimbangan biaya.
Namun, meskipun terlihat praktis, pengobatan mandiri tetapi menimbulkan kekhawatiran terkait dengan potensi risiko kesehatan yang dapat muncul, terutama jika pengobatan dilakukan tanpa adanya panduan dari tenaga ahli.
Statistik Keluhan Kesehatan Generasi Muda
Berdasarkan jenis kelamin, persentase laki-laki yang mengalami keluhan kesehatan tercatat lebih rendah, sebesar 16,32% dan perempuan 19,71%. Data BPS menunjukkan bahwa keluhan kesehatan di generasi muda cenderung fluktuatif dari 2016-2024.
Secara keseluruhan, proporsi anak muda yang keluhan kesehatan terus meningkat dari 17,40% pada 2016 hingga mencapai puncaknya pada 2022 dengan 23,38%.
Namun, terjadi penurunan signifikan pada 2023 menjadi sebesar 17,21% dan kembali naik tipis menjadi 17,99% pada 2024. Hal ini menunjukkan adanya fluktuasi yang terus berlangsung.
Kebiasaan Generasi Muda dalam Mengatasi Penyakit
Ketika mengalami keluhan kesehatan, seseorang akan mencari cara agar keluhan tersebut hilang. Pengobatan menjadi salah satu langkah utama untuk meredakan rasa sakit atas keluhan tersebut.
Sebagian generasi muda lebih memilih untuk melakukan pengobatan sendiri dengan persentase mencapai 65,82%. Biasanya hal ini dilakukan tanpa resep dari tenaga kesehatan, seperti pembelian obat di warung/apotek, melakukan pijat/kerokan, hingga mengonsumsi obat dari orang lain.
Sebanyak 12,91% memilih untuk rawat jalan, sementara 16,85% mengombinasikan rawat jalan dengan pengobatan mandiri. Namun, masih ada juga 4,42% pemuda yang tidak melakukan pengobatan sama sekali meskipun mengalami keluhan kesehatan.
Di sisi lain, terdapat beberapa alasan mengapa sebagian pemuda tidak menjalani rawat jalan, meliputi keterbatasan biaya pengobatan, tidak adanya biaya transportasi, waktu pelayanan lama, hingga tidak adanya pendamping selama proses pengobatan.
Risiko Pengobatan Mandiri
Meskipun pengobatan mandiri menawarkan kemudahan, terdapat berbagai risiko yang perlu diperhatikan. Penggunaan obat yang tidak tepat atau tanpa pengawasan tenaga medis bisa memperburuk kondisi.
Selain itu, kurangnya pemahaman medis di kalangan generasi muda sering kali menjadi faktor pendorong pengobatan mandiri yang kurang tepat sasaran. Tanpa pengetahuan yang memadai, gejala yang lebih serius malah terabaikan.
Hal ini sering kali menyebabkan keterlambatan dalam mendapatkan diagnosis yang tepat, yang pada akhirnya dapat memperburuk kondisi dan menghambat proses pemulihan.
Dengan begitu, meski dinilai memberikan solusi jangka pendek yang cepat, pengobatan mandiri tetap dapat menimbulkan risiko yang berbahaya apabila tidak dilakukan dengan pengetahuan medis yang tepat.
Oleh karena itu, penting untuk selalu mempertimbangkan konsultasi dengan tenaga medis profesional, terutama jika gejala yang dialami berlanjut atau memburuk.
Baca Juga: Anak Muda dan Gangguan Kesehatan Mental di Lingkungan Kerja
Penulis: Ucy Sugiarti
Editor: Editor