Indeks literasi keuangan merupakan ukuran yang mencerminkan pemahaman, keterampilan, dan kepercayaan diri seseorang dalam mengelola keuangan. Indeks ini menggambarkan sejauh mana individu mampu mengambil keputusan finansial yang tepat, memahami risiko investasi, serta mengelola pendapatan dan pengeluaran secara bijak.
Semakin tinggi indeks literasi keuangan seseorang, semakin baik pula kemampuannya dalam merencanakan keuangan, menghindari utang yang tidak sehat, dan memanfaatkan peluang investasi dengan optimal.
Literasi keuangan tidak hanya berdampak pada kesejahteraan individu, tetapi juga terhadap stabilitas ekonomi secara keseluruhan. Individu yang memiliki pemahaman finansial yang baik cenderung lebih siap menghadapi tantangan ekonomi, seperti inflasi, krisis keuangan, atau perubahan kondisi pasar.
Selain itu, literasi keuangan yang baik juga berkontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan sosial, mengurangi ketimpangan ekonomi, dan mendorong masyarakat untuk lebih sadar dalam mengelola aset mereka secara bertanggung jawab.
Namun, indeks literasi keuangan setiap individu tidaklah sama. Faktor seperti latar belakang pendidikan, akses terhadap informasi keuangan, serta pengalaman dalam mengelola keuangan memengaruhi tingkat pemahaman seseorang dalam aspek finansial.
Beberapa orang mungkin memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menyusun anggaran dan berinvestasi, sementara yang lain masih kesulitan memahami konsep dasar seperti tabungan dan pinjaman.
Perbedaan dalam indeks literasi keuangan juga sering kali terlihat berdasarkan profesi yang dijalani seseorang. Setiap profesi memiliki tantangan dan kebutuhan finansial yang berbeda, yang pada akhirnya membentuk tingkat pemahaman keuangan yang bervariasi.
Berdasarkan data dari Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech), kelompok pegawai atau profesional memiliki indeks literasi keuangan tertinggi dengan skor komposit mencapai 83,22%, konvensional 83,16%, dan syariah 61,47%.
Angka ini mencerminkan bahwa individu dalam kelompok ini memiliki pemahaman yang sangat baik mengenai manajemen keuangan, baik dalam sistem konvensional maupun syariah.
Selanjutnya, kelompok pengusaha atau wiraswasta mencatatkan indeks literasi keuangan komposit sebesar 78,32%, konvensional sebesar 78,26%, dan syariah sebesar 40,19%. Hal ini dapat dikaitkan dengan kebutuhan mereka untuk memahami strategi keuangan guna menjalankan dan mengembangkan usaha.
Sementara itu, ibu rumah tangga memiliki indeks literasi keuangan komposit sebesar 64,44%, dan konvensional sebesar 63,85%.
Namun, literasi keuangan syariah mereka lebih rendah, yakni hanya 40,19%, yang mengindikasikan perlunya edukasi lebih lanjut tentang produk dan layanan keuangan syariah di kalangan ibu rumah tangga.
Di sisi lain, kelompok pensiunan atau purnawirawan memiliki indeks literasi keuangan komposit dan konvensional sebesar 57,55%, serta syariah sebesar 42,57%.
Sementara itu, pelajar dan mahasiswa mencatatkan indeks komposit dan konvensional sebesar 56,42%, serta syariah sebesar 30,17%.
Hal ini mengindikasikan bahwa meskipun masih dalam tahap belajar, mereka mulai memahami dasar-dasar pengelolaan keuangan.
Kelompok petani, peternak, dan profesi sejenis mencatatkan indeks literasi keuangan komposit sebesar 57,97%, konvensional sebesar 57,35%.
Angka ini menunjukkan bahwa pemahaman keuangan mereka cukup baik, namun masih rendah dalam aspek syariah dengan indeks hanya 23,72%.
Terakhir, kelompok yang tidak atau belum bekerja memiliki indeks literasi keuangan paling rendah, yaitu komposit sebesar 42,18%, dan konvensional sebesar 41,23%.
Kelompok ini juga mencatatkan indeks keuangan syariah yang rendah, yaitu 25,23%, menandakan perlunya edukasi keuangan yang lebih intensif agar mereka lebih siap dalam menghadapi tantangan ekonomi di masa depan.
Untuk kategori lainnya, indeks literasi keuangan komposit mencapai 60,21%, konvensional mencapai 60,08%, serta syariah mencapai 33,59%.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menghitung skor indeks literasi keuangan berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024. Pada tahun ini, OJK menerapkan metode baru, yang dapat menyebabkan perbedaan hasil dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Survei ini dilakukan di 34 provinsi, mencakup 120 kabupaten/kota serta 8 wilayah kantor OJK, dengan total 1.080 blok sensus. Pelaksanaan survei berlangsung dari 9 Januari hingga 5 Februari 2024, dengan melibatkan 10.800 responden berusia 15 hingga 79 tahun.
Baca Juga: Literasi Finansial Perempuan Naik, Sementara Inklusi Finansial Masih Didominasi oleh Laki-laki?
Penulis: Brilliant Ayang Iswenda
Editor: Editor