Pembukaan Olimpiade Paris 2024 Tuai Kontroversi, Bagaimana Kebebasan Berekspresinya?

Meski ada kritik soal pembukaan Olimpiade 2024, Prancis masih menghargai kebebasan berekspresi warganya. Lantas, bagaimana dengan Indonesia?

Pembukaan Olimpiade Paris 2024 Tuai Kontroversi, Bagaimana Kebebasan Berekspresinya? Ilustrasi Kebebasan Berekspresi | Transly Translation Agency

Semarak Olimpiade 2024 kembali menghidupkan Paris dalam euforia yang luar biasa. Pada Sabtu (27/07), ribuan orang memadati jalan-jalan ibu kota Prancis untuk menyambut upacara pembukaan olahraga bergengsi ini. Antusiasme ini meningkat mengingat Olimpiade Tokyo lalu sempat alami penundaan selama setahun akibat pandemi Covid-19 pada 2020.

Pertunjukan dalam acara pembukaan ini memadukan budaya dan sejarah Prancis, menampilkan momen-momen hebat dari olimpiade sebelumnya dan mengusung semboyan Revolusi Prancis, "Liberté, Egalité, Fraternité" sebagai pesan utama.

Namun, kemeriahan ini tidak lepas dari tuaian kritikan dari berbagai pihak. Pagelaran tersebut dituduh mencederai agama Kristen karena dianggap merendahkan Yesus Kristus dan para rasulnya dalam penggambaran lukisan "Perjamuan Terakhir" karya Leonardo da Vinci.

Isu kebebasan berekspresi pun menjadi sorotan. Meski banyak yang mengecam upacara pembukaan tersebut, pemerintah Prancis sampai saat ini tidak ada niatan untuk memboikot pagelaran tersebut ataupun melarang pertunjukan serupa dilaksanakan di masa depan. 

Menurut Global Expression Report (GxR) tahun 2024 oleh Article 19 dan Varieties of Democracy Institute (V-Dem), Prancis memang menjadi salah satu negara yang terbuka terhadap kebebasan berekspresi, dengan skor 86.

Meski begitu, sebenarnya pernyataan itu perlu dipertimbangkan kembali. Hingga saat ini, Prancis masih melarang penggunaan hijab bagi warga negaranya, bahkan untuk atletnya di masa olimpiade ini.

10 Negara dengan Kebebasan Berekspresi Tertinggi, Tidak Ada dari Asia

Diambil dari 161 negara dengan 25 indikator untuk membuat Skor Ekspresi antara 0 dan 100 di setiap negara. Skor itu membagi negara dalam 5 kategori ekspresi: Terbuka, Kurang Dibatasi, Dibatasi, Sangat Dibatasi, atau Krisis | GoodStats

Denmark memimpin dengan skor 95, disusul oleh Swiss dan Swedia yang masing-masing mencatat skor 93. Belgia, Estonia, dan Norwegia berada di peringkat berikutnya dengan skor 92, sementara Finlandia dan Irlandia mengantongi skor 91. Jerman dan Islandia melengkapi daftar ini dengan skor 89 dan 88.

Meskipun negara-negara di Asia belum dapat masuk dalam sepuluh besar, Jepang dan Taiwan menunjukkan keterbukaan yang cukup baik dengan skor 84 dan 80. Kedua negara ini tergolong lebih terbuka dalam kebebasan berekspresi dibandingkan negara-negara Asia lainnya.

Sementara itu, di kawasan Asia Tenggara, Timor Leste menjadi satu-satunya negara yang tidak terlalu membatasi kebebasan berekspresi warga negaranya, berhasil meraih skor 72. Kondisi ini menunjukkan adanya perkembangan positif di kawasan tersebut, meski masih banyak yang perlu diperbaiki.

Indonesia Jadi Negara Kedua dengan Tingkat Kebebasan Berekspresi Tertinggi

Indonesia berada di urutan kedua negara dengan tingkat kebebasan berekspresi tertinggi dengan skor 53 | GoodStats

Indonesia sendiri memperoleh skor 53, sehingga menempati posisi kedua di Asia Tenggara. Meski lebih tinggi dibandingkan negara tetangganya seperti Malaysia (42 poin) dan Singapura (30 poin), skor Indonesia masih menunjukkan adanya batasan dalam kebebasan berekspresi. 

Skor di atas mengingatkan kita pada salah satu kasus pembatasan berekspresi yang pernah terjadi di Indonesia, lebih tepatnya di Kabupaten Bone. Pada tahun 2023, Pemerintah Kabupaten Bone dan aparat membubarkan paksa acara pementasan seni dan budaya oleh bissu.

Negara-negara lainnya seperti Filipina (40 poin), Thailand (23 poin), dan Vietnam (9 poin) juga memperoleh skor yang mencerminkan berbagai tantangan dalam kebebasan berekspresi. Myanmar berada di posisi terbawah dengan skor sebesar dua poin, menggambarkan kondisi yang sangat ketat sehingga warganya kesulitan mengekspresikan diri sendiri.

Melihat situasi ini, perlu adanya dukungan berkelanjutan untuk perkembangan kebebasan berekspresi dalam wilayah Asia Tenggara, khususnya di Indonesia.

Baca Juga: Kebebasan Berekspresi di Indonesia: Masyarakat Semakin Takut Berpendapat, Minta Segera Revisi UU ITE?

Penulis: Intan Shabira
Editor: Editor

Konten Terkait

Penyakit Jantung Jadi Penyakit yang Paling Ditakuti Orang Indonesia

Kekhawatiran terhadap penyakit fisik ini menunjukkan perlunya peningkatan kesadaran akan pencegahan dan penanganan dini untuk menjaga kesehatan yang lebih baik.

Keamanan Pribadi Menjadi Penghalang Utama Solo Traveler Perempuan

Terlepas dari tren solo traveling yang makin populer, kaum wanita masih merasa khawatir akan keamanan pribadinya ketika bepergian sendiri.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook