Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang tengah digencarkan pemerintah merupakan salah satu kebijakan strategis dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia, khususnya anak-anak usia sekolah.
Program ini menyasar siswa di jenjang pendidikan dasar dan menengah sebagai upaya untuk menekan angka stunting, memperbaiki asupan gizi harian, serta mendorong capaian pendidikan yang lebih baik.
Dengan menyediakan makanan sehat dan bergizi secara rutin, diharapkan anak-anak dapat lebih fokus belajar, tumbuh optimal, dan terhindar dari masalah kekurangan gizi yang selama ini masih menjadi tantangan di berbagai daerah.
Namun, di balik tujuan mulia tersebut, program ini menuntut alokasi anggaran yang sangat besar dari pemerintah. Pada tahap awal pelaksanaannya saja, anggaran yang disiapkan telah mencapai puluhan triliun rupiah.
Jumlah ini tentu akan terus meningkat seiring dengan perluasan cakupan wilayah, bertambahnya jumlah penerima manfaat, serta peningkatan kualitas makanan yang disajikan.
Peningkatan penyerapan anggaran untuk program MBG sepanjang Juni hingga Desember 2025 tidak terlepas dari target ambisius yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto, yakni menjangkau 82,9 juta penerima manfaat di seluruh Indonesia.
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR pada Selasa (6/5/2025), menyatakan bahwa besarnya anggaran yang dibutuhkan merupakan konsekuensi logis dari skala program yang sangat masif.
“Jadi kalau sekarang Rp71 triliun, tambahan Rp50 triliun sudah akan cukup melayani seluruh penerima manfaat sampai Desember 2025,” ungkap Dadan.
Pernyataan tersebut sejalan dengan data tren penyerapan anggaran yang terus meningkat dari bulan ke bulan.
Dengan asumsi tambahan anggaran Rp50 triliun yang disebutkan Dadan akan menggenapi total kebutuhan hingga akhir tahun, maka terlihat bahwa strategi fiskal yang diterapkan cukup agresif namun tetap terukur.
BGN menunjukkan data potensi penyerapan anggaran untuk program makan bergizi gratis dari bulan Juni hingga Desember 2025 yang menunjukkan tren peningkatan yang sangat signifikan.
Pada bulan Juni, penyerapan anggaran diperkirakan baru mencapai Rp4,7 triliun. Angka ini menunjukkan tahap awal dari implementasi program, yang umumnya membutuhkan persiapan infrastruktur, distribusi logistik, serta pelatihan pelaksana di daerah. Meski masih rendah, alokasi ini menjadi fondasi penting untuk memperlancar pelaksanaan di bulan-bulan berikutnya.
Memasuki Juli, potensi anggaran yang terserap melonjak lebih dari tiga kali lipat menjadi Rp16,13 triliun. Lonjakan ini mengindikasikan bahwa distribusi program mulai bergerak secara lebih luas dan operasional di lapangan mulai berjalan.
Peningkatan tersebut terus berlanjut pada bulan Agustus, di mana potensi penyerapan anggaran mencapai Rp28,03 triliun. Kenaikan ini menunjukkan bahwa program mulai memasuki fase ekspansi dengan cakupan yang lebih besar, baik dari sisi jumlah penerima maupun area distribusi.
Bulan September mencatat peningkatan signifikan, dengan potensi penyerapan mencapai Rp51,44 triliun. Hal ini mencerminkan akselerasi pelaksanaan program, yang kemungkinan besar dipengaruhi oleh evaluasi awal dan penyempurnaan mekanisme distribusi.
Meski potensi laju kenaikannya sedikit melambat di bulan Oktober, dengan anggaran terserap Rp60,52 triliun, hal ini tetap mencerminkan peningkatan dibandingkan bulan sebelumnya dan bisa jadi merupakan fase konsolidasi dari pelaksanaan teknis di lapangan.
Kembali melonjak tajam, pada bulan November potensi anggaran yang terserap mencapai Rp88,07 triliun. Akhirnya, pada bulan Desember, potensi penyerapan mencapai puncaknya di angka Rp116,65 triliun.
Penulis: Brilliant Ayang Iswenda
Editor: Editor