Masuk Pertengahan Usia, Masyarakat Indonesia Cenderung Pesimis dengan Kualitas Hidup Mereka

Seiring bertambahnya usia, keyakinan masyarakat Indonesia terhadap kualitas hidup mereka semakin menurun baik dari segi fisik maupun mental.

Masuk Pertengahan Usia, Masyarakat Indonesia Cenderung Pesimis dengan Kualitas Hidup Mereka Ilustrasi Interaksi dengan Lansia | Pexels

Dalam sebuah studi yang bertajuk Asia Care Survey 2024, Manulife menemukan faktwa bahwa seiring bertambahnya usia, masyarakat Indonesia manjadi kian pesimis perihal kesejahteraan hidup mereka baik dari segi fisik dan mental. Data tersebut dikumpulkan dari 1.000 responden Indonesia pada bulan Januari 2024 dengan rentang usia 25-60 tahun.

Keyakinan akan Kesejahteraan Hidup Masyarakat Indonesia di Masa Depan, 2024 | GoodStats

Manulife menetapkan skala indeks 0-100 untuk digunakan para responden dalam menilai tingkat optimisme terhadap kualitas hidup mereka. Secara keseluruhan, semua skor berada di atas 50, menunjukkan optimisme yang positif untuk kesejahteraan hidup individu di Indonesia.

Akan tetapi, dapat dilihat juga bahwa optimisme tersebut mengalami naik-turun sepanjang rentang usia. Masyarakat Indonesia paling percaya diri dengan kualitas hidup mereka saat berusia 30-39 tahun. Masing-masing nilai keyakinan terhadap kualitas fisik dan mental mereka adalah 83.

Sayangnya, indeks tersebut turun di dekade berikutnya menjadi 80 untuk fisik dan 81 untuk mental. Indeks ini hampir sama dengan muda-mudi usia 25-29 tahun yang menilai keyakinan pada kesejahteraan fisik dan mental mereka dengan angka serupa, yakni 80.

Angka kesejahteraan mental meningkat jadi 82 bagi responden usia 50-60 tahun, tetapi kesejahteraan fisik mereka turun sebanyak dua angka menjadi 78. Manulife berpendapat, optimisme ini akan terus turun seiring bertambahnya usia.

Pendapat ini sesuai dengan opini psikolog klinis lulusan Universitas Indonesia, Kasandra Putranto. Menurutnya, semakin bertambah umur lansia, mereka akan semakin membutuhkan atensi serta dukungan khusus untuk menjaga kualitas hidup mereka. Secara lengkap, Kasandra juga menjabarkan dukungan-dukungan seperti apa yang mereka perlukan.

“Mereka membutuhkan akses yang mudah ke perawatan kesehatan yang berkualitas, seperti kunjungan ke dokter secara rutin, pemeriksaan kesehatan, dan penanganan penyakit yang mungkin mereka alami. Penting bagi lansia untuk memiliki akses yang mudah ke fasilitas dan layanan yang mereka butuhkan. Ini termasuk aksesibilitas fisik di tempat umum, transportasi yang ramah lansia, serta layanan kesehatan dan sosial yang dapat dijangkau,” ujarnya dilansir oleh Antara pada Jumat (21/06).

Di sisi lain, hal yang sama berlaku pada kesehatan mental orang dewasa hingga lanjut usia. Meski angka kesejahteraan mental naik pada survei Manulife, masih ada potensi indeks tersebut akan turun untuk tahun-tahun setelahnya.

Pada survei yang sama, Manulife mendata kesepian dan stress/burnout menjadi kesulitan mental yang paling dikhawatirkan oleh para responden berusia 50-60 tahun.

Hal ini pun cocok dengan studi yang dilakukan oleh World Health Organization (WHO) di mana orang-orang dewasa hingga lansia punya risiko besar mengidap depresi dan gangguan kecemasan akibat terekspos berbagai pengalaman hidup yang sulit seperti duka atas kehilangan, turunnya pendapatan, hingga kemampuan fungsional tubuh yang memburuk.

WHO mempromosikan beberapa strategi sebagai upaya pencegahan menurunnya kesehatan mental orang dewasa dan lansia, antara lain:

  • Langkah-langkah untuk menjaga keamanan finansial dan mengurangi ketimpangan pendapatan
  • Program untuk menjamin perumahan, bangunan publik, dan transportasi umum yang aman dan mudah akses.
  • Dukungan sosial untuk orang-orang dewasa dan orang yang merawat mereka.
  • Dukungan untuk perilaku hidup sehat, terutama diet yang seimbang, aktif secara fisik, juga menghindari rokok dan alkohol.
  • Program kesehatan dan sosial yang menargetkan kelompok-kelompok rentan seperti orang-orang yang tinggal sendiri atau di area-area terpencil serta mereka yang memiliki kondisi kesehatan kronis.

Baca Juga: Menulusuri Peningkatan Umur Harapan Hidup RI Pascapandemi

Penulis: Dinzha Fairrana Atsir
Editor: Editor

Konten Terkait

Bangga Buatan Indonesia: Media Sosial Dorong Anak Muda Pilih Produk Lokal

Sebanyak 69,3% anak muda Indonesia mengaku mengikuti influencer yang sering mempromosikan produk lokal di media sosial.

Benarkah Gen Z Problematik di Dunia Kerja?

Ramai di media sosial mengenai gen Z yang disebut-sebut tidak becus dalam bekerja. Lantas, apakah hal tersebut benar adanya?

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook