Terdapat hal mengejutkan dari hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jakarta 2024 pada 27 November kemarin. Pasangan kandidat independen nomor urut 2, Dharma Pongrekun-Kun Wardana, mendapatkan perolehan suara yang melampaui prediksi berbagai lembaga survei.
Selama ini, perolehan suara pasangan tersebut hanya berkisar di angka 3%-5% saja. Elektabilitas terakhir sebelum pilkada menurut survei SMRC yang dilakukan pada 31 Oktober-9 November 2024 menempatkan pasangan tersebut di urutan terakhir dengan raihan 5,1%.
Selain itu, menurut survei Indikator, elektabilitas pasangan tersebut jelang pilkada juga hanya berada di angka 5,1% (survei tatap muka 10 Oktober-8 November 2024) serta 4,8% (survei telepon 15-21 November 2024). Namun, berdasarkan hasil real count yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), Dharma-Kun mampu meraup suara hingga 10,53%.
Walaupun secara angka paling rendah dibandingkan kedua pesaingnya, yakni Ridwan Kamil-Suswono yang memperoleh 39,40% suara serta Pramono Anung-Rano Karno yang mendapatkan 50,07% suara, tetapi pihak Dharma-Kun sudah sangat mengapresiasi perolehan suaranya yang bisa mencapai lebih dari 10% itu.
“Sebetulnya keinginan kami lebih dari itu, tapi angka ini kami syukuri. Paling tidak, ini bisa lebih besar 2-4 kali lipat dari berbagai survei itu,” ungkap Kun pada Kamis (28/11/2024), melansir BBC News.
Lantas, apa yang menyebabkan perolehan suara pasangan kandidat independen tersebut bisa melampaui prediksi? Berasal dari latar belakang yang seperti apa para pemilih Dharma-Kun tersebut?
Kalangan Pendidikan Menengah ke Atas Dominasi Pemilih Dharma-Kun
Mengutip Litbang Kompas, dari segi latar belakang pendidikan, pemilih Dharma-Kun cenderung didominasi oleh mereka yang berasal dari latar pendidikan menengah hingga pendidikan tinggi. Persentasenya mencakup 53,9% dari kalangan menengah serta 29,9% dari kalangan pendidikan tinggi. Sementara itu, hanya 16,2% pemilih Dharma-Kun yang berasal dari latar belakang pendidikan dasar.
Berbeda dengan Dharma-Kun, pemilih yang berasal dari latar belakang pendidikan dasar justru banyak yang terkonsentrasi pada pasangan RK-Suswono dan Pram-Doel. RK-Suswono mendapatkan limpahan suara 24% dari kelompok pendidikan dasar tersebut, sedangkan Pram-Doel 24,5% suara.
Selanjutnya, kalangan pendidikan menengah yang memilih RK-Suswono adalah 52,9%, sedangkan kelompok pendidikan menengah yang memilih Pram-Doel adalah 48,9%. Adapun terdapat 23,1% kelompok pendidikan tinggi yang memilih RK-Suswono serta 26,6% kelompok pendidikan tinggi yang memilih Pram-Doel.
Berdasarkan data tersebut, maka dapat diketahui bahwa pendukung pasangan Dharma-Kun cenderung merupakan kaum elite yang tinggal di perkotaan dan yang berada di stratifikasi atas sosial di Jakarta. Adapun latar belakang pendidikan pemilih RK-Suswono dan Pram-Doel tidak memiliki perbedaan yang signifikan karena memiliki persentase yang cenderung mirip.
Konsentrasi Pemilih Selain Islam Tertinggi pada Dharma-Kun
Selain berdasarkan pada latar belakang pendidikan, pemilih para pasangan kandidat Gubernur Jakarta juga dapat dilihat dari latar belakang agama. Mengutip Litbang Kompas, pemilih yang beragama selain Islam banyak terkonsentrasi pada pasangan Dharma-Kun dengan persentase 18,8%.
Sementara itu, pemilih selain Islam pada pasangan RK-Suswono paling sedikit dibandingkan dengan dua kandidat lain, yakni hanya 4,7% saja. Adapun pemilih selain Islam pada pasangan Pram-Doel berada di angka 11,9%.
Selanjutnya, pemilih yang berlatar belakang agama Islam paling banyak ditemukan pada pasangan RK-Suswono yang persentasenya mampu mencapai 95,3%. Pada pasangan Pram-Doel, pemilih yang beragama Islam berada di angka 88,1% serta pada pasangan Dharma-Kun, pemilih yang beragama Islam memiliki persentase paling sedikit, yakni 81,2% saja.
Dipilihnya Dharma-Kun Merupakan Sebuah Bentuk “Protes”
Adi Prayitno, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, berpendapat bahwa limpahan suara yang diperoleh Dharma-Kun berasal dari pemilih yang merasa kecewa dengan basis dukungan serta mesin politik kubu jagoannya.
Misalnya saja, pemilih pasangan RK-Suswono mengalihkan dukungannya untuk Dharma-Kun karena kecewa dengan keterlibatan Jokowi dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) serta Front Pembela Islam (FPI).
Sementara itu, pemilih Pram-Doel bisa jadi kecewa lantaran adanya jalinan hubungan antara simpatisan Anies Baswedan atau Anak Abah dengan simpatisan Ahok atau Ahoker. Karena tidak menyetujui bersatunya basis pendukung itu, suara pendukung Pram-Doel akhirnya lari ke Dharma-Kun.
Adi juga menambahkan bahwa pertarungan sengit antara Anies dan Ahok pada Pilkada 2017 juga disebut-sebut menjadi penyebab beralihnya dukungan dari Pram-Doel ke Dharma-Kun.
“Anak Abah dan Ahoker masih belum move on dengan peristiwa itu (Pilkada 2017),” ungkap Adi, melansir Tempo.
Lebih jauh, keputusan masyarakat hingga akhirnya memberikan suaranya kepada Dharma-Kun adalah karena mereka jenuh terhadap manuver yang terjadi antarpartai dan tokoh politik. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Firman Noor, pengamat politik dari Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN).
Firman menilai bahwa terdapat keresahan dan kejenuhan di antara para pemilih terhadap para elite politik melihat persaingan sengit yang sedang terjadi antara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus. Menurutnya, masyarakat membutuhkan sosok-sosok yang bebas dari afiliasi partai-partai itu.
“Manuver politik (Dharma-Kun) yang tidak bergantung pada elite politik atau endorsement (dukungan) siapa pun, itu justru menarik bagi mereka,” ungkap Firman, seperti yang dikutip dari BBC News.
Senada dengan yang disampaikan oleh para pakar tersebut, salah satu warga yang memilih Dharma-Kun, Bimo Wisaksono, mengatakan bahwa ia sudah jenuh dengan manuver para elite politik yang selalu terjadi.
“Saya memutuskan untuk pilih Dharma-Kun sebagai bentuk protes,” ujarnya, seperti yang dikutip dari BBC News. Bimo berpendapat bahwa rakyat memiliki suara dan berhak turut andil dalam memutuskan suatu hal, tidak dapat diatur-atur seenaknya oleh elite.
“Permainan elite-elite tapi ujung-ujungnya kita enggak dapat apa-apa, kenapa tidak kita buat kacau sekalian?” imbuh Bimo.
Baca Juga: Menakar Hasil Akhir Quick Count Pilkada Jakarta 2024: 1 atau 2 Putaran?
Penulis: Elvira Chandra Dewi Ari Nanda
Editor: Editor