Sejak meningkatnya konflik antara Israel dan Palestina pada akhir tahun 2023, masyarakat dunia, termasuk Indonesia, gencar menggalakkan aksi boikot terhadap produk-produk yang dianggap mendukung Israel. KFC, yang dimiliki oleh PT Fastfood Indonesia Tbk (FAST), merupakan salah satu brand yang terkena dampak signifikan dari aksi boikot ini. Dalam kuartal pertama tahun 2024, penjualan KFC di Indonesia mengalami penurunan tajam, menyebabkan kerugian perusahaan membengkak secara signifikan. Laporan keuangan tahunan 2023 mencatat bahwa aksi boikot di Indonesia memberikan tekanan besar terhadap penjualan KFC.
Di pasar saham, harga saham FAST sepanjang tahun 2024 telah mengalami penurunan 22,2%, ditutup pada level Rp575 per lembar saham. Artikel ini akan membahas lebih jauh tentang kinerja PT Fastfood Indonesia Tbk, baik dari sisi operasional maupun finansial.
Jumlah Gerai dan Karyawan KFC 5 Tahun Terakhir
Dalam lima tahun terakhir, KFC mengalami fluktuasi dalam jumlah gerai dan karyawan yang mencerminkan perubahan operasional perusahaan di Indonesia. Di tahun 2020, KFC mengoperasikan 743 gerai dengan 15.235 karyawan. Pandemi COVID-19 yang melanda dunia pada tahun tersebut memberikan tantangan besar, terutama di sektor makanan dan minuman.
Tahun 2021, jumlah gerai mengalami penurunan menjadi 727 unit, yang diikuti dengan pengurangan jumlah karyawan secara drastis menjadi 13.298 orang, sebagai langkah efisiensi menghadapi situasi ekonomi yang penuh ketidakpastian.
Memasuki tahun 2022, KFC menunjukkan pemulihan operasional dengan menambah gerai menjadi 746 unit dan jumlah karyawan kembali meningkat hingga mencapai 15.075 orang. Hal ini menandakan upaya perusahaan untuk kembali berkembang setelah masa sulit pandemi.
Pada tahun 2023, ekspansi KFC semakin terlihat dengan total 762 gerai yang tersebar di seluruh Indonesia, didukung oleh 15.989 karyawan. Ini merupakan titik tertinggi jumlah gerai dan karyawan selama lima tahun terakhir, menandakan kembalinya optimisme perusahaan terhadap pasar Indonesia.
Namun, situasi berubah drastis pada kuartal ketiga tahun 2024 akibat dampak boikot terhadap produk yang dianggap mendukung Israel. Jumlah gerai turun menjadi 715 unit, sementara jumlah karyawan turun hingga 13.715 orang, mengindikasikan adanya penutupan 47 gerai serta PHK atau pengurangan jumlah karyawan sebanyak 2.274 orang. Tren penurunan ini mencerminkan dampak nyata dari aksi boikot terhadap operasional KFC di Indonesia, yang tidak hanya berimbas pada penutupan gerai tetapi juga berdampak langsung pada ribuan tenaga kerja.
Baca Juga: Sikap dan Perilaku Masyarakat Terhadap Aksi Boikot Produk Terafiliasi Israel
Pendapatan dan Kerugian KFC 5 Tahun Terakhir
Secara finansial, kinerja PT Fastfood Indonesia Tbk, pemilik waralaba KFC di Indonesia, menunjukkan perjalanan yang penuh tantangan dalam lima tahun terakhir. Pada tahun 2020, perusahaan mencatatkan pendapatan sebesar Rp4,84 triliun dengan kerugian mencapai Rp377 miliar, dipengaruhi oleh dampak pandemi COVID-19 yang mengganggu banyak sektor ekonomi, termasuk restoran cepat saji.
Di tahun 2021, pendapatan perusahaan relatif stagnan di angka Rp4,84 tiliun, namun kerugian sedikit berkurang menjadi Rp295,7 miliar, mencerminkan upaya perusahaan untuk menstabilkan keuangan meskipun kondisi pasar belum sepenuhnya pulih.
Tahun 2022 menjadi tahun yang lebih baik bagi KFC, di mana pendapatan naik signifikan menjadi Rp5,85 triliun, dengan kerugian yang turun tajam hingga Rp77,4 miliar. Hal ini menunjukkan adanya pemulihan operasional setelah dua tahun tertekan pandemi. Tren positif ini berlanjut pada tahun 2023 dengan peningkatan pendapatan hingga Rp5,93 triliun, meskipun kerugian kembali naik menjadi Rp418,2 miliar, kemungkinan disebabkan oleh biaya operasional yang tetap tinggi.
Namun, kuartal ketiga tahun 2024 membawa tantangan baru. Akibat aksi boikot terhadap produk yang dianggap mendukung Israel, pendapatan KFC turun tajam menjadi Rp3,59 triliun. Bersamaan dengan itu, kerugian meningkat drastis hingga Rp558,75 miliar, atau naik lebih dari dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya, menunjukkan bahwa aksi boikot memiliki dampak besar terhadap stabilitas keuangan perusahaan. Jika tren penurunan ini berlanjut, PT Fastfood Indonesia Tbk perlu mengembangkan strategi mitigasi yang lebih efektif untuk menghadapi tantangan di tengah sentimen pasar yang berubah cepat.
Baca Juga: Survei GoodStats: Mayoritas Warga Indonesia Dukung Aksi Boikot Produk Terafiliasi Israel
Penulis: Daffa Shiddiq Al-Fajri
Editor: Editor