Ketimpangan Ekonomi Jawa & Luar Jawa Masih Tinggi, Masalah Multidimensi?

Masalah ketimpangan ekonomi antara Jawa dan luar Jawa menjadi tantangan multidimensional yang memerlukan solusi holistik.

Ketimpangan Ekonomi Jawa & Luar Jawa Masih Tinggi, Masalah Multidimensi? Ilustrasi Jawa | Pexels/tomfisk

Ketimpangan ekonomi antara Pulau Jawa dan luar Jawa menjadi salah satu isu yang terus mengemuka dalam pembangunan Indonesia. Sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, dan industri, Jawa mendominasi ekonomi nasional.

Sementara itu, wilayah luar Jawa masih menghadapi berbagai tantangan dalam mengejar ketertinggalan. Ketimpangan ini bukan hanya mencerminkan perbedaan ekonomi, tetapi juga menjadi hambatan bagi pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif.

Dominasi Ekonomi Jawa

Perbandingan perekonomian antarwilayah di Indonesia dapat dianalisis melalui Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), yang menggambarkan kontribusi masing-masing wilayah terhadap perekonomian nasional.

Pulau Jawa, sebagai pusat ekonomi Indonesia, secara konsisten menyumbang lebih dari 50% dari total PDRB Indonesia. Pada tahun 2023, Jawa mencatatkan kontribusi sebesar 57,04%, yang menunjukkan dominasi signifikan pulau ini terhadap perekonomian negara.

Distribusi Produk Domestik Bruto (PDRB) Menurut Pulau Tahun 2021-2023 | GoodStats
Distribusi Produk Domestik Bruto (PDRB) Menurut Pulau Tahun 2021-2023 | GoodStats

Dominasi ini tidak hanya mencerminkan besar ekonomi yang tercipta di Jawa, tetapi juga memperlihatkan ketimpangan yang terus berkembang antara Jawa dan wilayah lain. Sektor-sektor utama seperti industri manufaktur, perdagangan, dan jasa yang berfokus di Jawa telah lama menarik investasi yang sangat besar, sehingga memicu tingginya produktivitas ekonomi di pulau ini.

Sementara itu, wilayah lainnya, seperti Maluku dan Papua, menyumbang porsi yang jauh lebih kecil terhadap PDRB nasional. Gabungan kontribusi PDRB kedua wilayah tersebut hanya sekitar 2,5%, yang memperlihatkan adanya ketimpangan dalam distribusi ekonomi antara Jawa dan luar Jawa.

Perbedaan signifikan ini menunjukkan bahwa meskipun Indonesia memiliki potensi ekonomi yang besar di luar Jawa, banyak daerah yang belum mampu mengembangkan potensi ekonomi mereka secara maksimal. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya infrastruktur, kurangnya investasi, dan ketergantungan yang tinggi terhadap sektor-sektor tradisional yang lebih terbatas dibandingkan dengan sektor-sektor yang berkembang pesat di Jawa.

Salah satu faktor utama yang memengaruhi ketimpangan ini adalah konsentrasi investasi. Investasi yang mengalir ke suatu wilayah akan memicu produktivitas pelaku usaha di sana.

Konsentrasi Investasi

Pada tahun 2023, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)—indikator investasi fisik—menunjukkan bahwa Jawa menyerap 54,79% dari total investasi nasional. Tingginya angka ini mencerminkan dominasi pembangunan fisik di Jawa, termasuk jaringan transportasi, kawasan industri, dan fasilitas pendukung lainnya.

Distribusi Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) Menurut Pulau Tahun 2023 | GoodStats
Distribusi Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) Menurut Pulau Tahun 2023 | GoodStats

Keberadaan industri yang terpusat di Jawa memperkuat siklus konsentrasi investasi di pulau ini. Hal ini membuat ekonomi Indonesia semakin terpusat di Jawa sebagai akibat dari pola investasi yang tidak merata.

Persebaran Penduduk Tidak Merata

Keunggulan perekonomian Jawa juga menjadi daya tarik migrasi penduduk dari luar pulau. Banyak masyarakat yang mencari akses terhadap fasilitas yang lebih lengkap atau peluang kerja yang lebih menjanjikan di Jawa.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 menunjukkan bahwa Pulau Jawa memiliki pekerja migran risen sebanyak 2,3 juta orang, tertinggi dibandingkan pulau lain. Pekerja migran risen adalah mereka yang berpindah dari satu kabupaten/kota ke kabupaten/kota lain dalam 5 tahun terakhir untuk bekerja.

Jumlah Pekerja Migran Risen Menurut Pulau Tahun 2023 | GoodStats
Jumlah Pekerja Migran Risen Menurut Pulau Tahun 2023 | GoodStats

Jika tren ini terus berlangsung, persebaran penduduk di Indonesia akan semakin terpusat di Jawa. Ketimpangan ini menunjukkan hubungan sebab-akibat yang kompleks: perekonomian yang terpusat di Jawa menyebabkan migrasi penduduk, dan pada gilirannya, tingginya konsentrasi penduduk di Jawa menarik lebih banyak investasi ke pulau tersebut.

Pengembangan Ekonomi Regional

Ketimpangan ekonomi antara Jawa dan luar Jawa adalah masalah multidimensi yang membutuhkan solusi holistik. Salah satu langkah strategis yang dapat dilakukan adalah mengembangkan sektor unggulan di luar Jawa.

Misalnya, Sumatera memiliki potensi besar di sektor perkebunan kelapa sawit, Maluku kaya akan sumber daya perikanan, dan Nusa Tenggara memiliki potensi pariwisata yang masih bisa dimaksimalkan.

Investasi yang diarahkan ke sektor-sektor ini tidak hanya akan meningkatkan produktivitas wilayah, tetapi juga menciptakan lapangan kerja baru yang dapat mengurangi arus migrasi ke Jawa. Dengan ekonomi lokal yang lebih progresif, masyarakat akan lebih termotivasi untuk menetap dan berkembang di daerah asal mereka.

Selain itu, percepatan pembangunan infrastruktur di luar Jawa, seperti jalan raya, pelabuhan, dan akses internet, juga sangat penting. Infrastruktur yang memadai akan meningkatkan daya tarik investasi dan memperkuat daya saing wilayah.

Dengan demikian, pengembangan sektor unggulan, pemerataan infrastruktur, serta kebijakan yang mendukung ekonomi regional dapat secara signifikan mengurangi ketimpangan antarwilayah.

Pemerintah, dalam upayanya mengatasi ketimpangan ini, menyebut telah menjalankan strategi pemerataan, salah satunya melalui kebijakan pengembangan kawasan strategis di luar Jawa.

Disampaikan Sekretaris Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, pemerintah saat ini tengah mendorong pengembangan Kawasan Industri (KI), Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), hingga kawasan Destinasi Pariwisata Prioritas (DPP) di luar Jawa.

Langkah tersebut, kata dia, diharapkan bisa menciptakan sumber pertumbuhan ekonomi baru dan mengatasi ketimpangan antarwilayah.

Baca Juga: Negara dengan Peningkatan Ketimpangan Kekayaan Tertinggi Pasca Krisis Keuangan 2008

Penulis: Aghnan Yarits Anggara
Editor: Editor

Konten Terkait

Kelas Menengah ke Bawah Paling Tertekan dari Kebijakan PPN 12%

Kebijakan pemerintah untuk menaikkan PPN menjadi 12% dinilai akan lebih menyengsarakan kelas menengah dibandingkan dengan kelompok ekonomi miskin.

Mulai Berlaku 2025, Simak Besaran UMP Terbaru di 38 Provinsi Indonesia

Jakarta menjadi provinsi dengan besaran UMP tertinggi, sedangkan Jateng terendah. Di sisi lain, masih ada beberapa provinsi yang belum umumkan penetapan UMP.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook