Di era modern ini, diskriminasi terkait gender masih kerap terjadi dan memiliki tingkat yang beragam. Namun, seringkali isu tersebut bertumpu pada permasalahan kesenjangan antara laki-laki dan perempuan. Padahal, kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan tertuang dalam salah satu tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) 2030.
Kesenjangan gender hingga kini masih menjadi isu yang relevan di dunia, termasuk Indonesia. Ironisnya, World Economic Forum (WEF) menyatakan bahwa belum ada negara yang mencapai kesetaraan gender sepenuhnya. Bahkan, diproyeksikan untuk mencapai kesetaraan gender penuh antara laki-laki dan perempuan, masih diperlukan waktu 131 tahun lagi berdasarkan tingkat kemajuan saat ini.
Baru-baru ini, pertemuan tahunan Forum Ekonomi Dunia (Annual Meeting World Economic Forum) 2024 telah diselenggarakan di Davos, Swiss. Pertemuan rutin tiap tahun tersebut mengambil tema “Rebuilding Trust” untuk tahun ini. Tema tersebut sejalan dengan tujuan pertemuan WEF, yakni bekerja sama membangun kepercayaan dan membentuk prinsip, kebijakan, dan kemitraan dalam menghadapi tantangan.
Indonesia naik peringkat, meski skornya stagnan pada 2023
Dalam sesi “The Economics of Gender Parity”, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa kesenjangan gender berdampak pada perekonomian global. Ia mengungkap jika dapat menutup kesenjangan tersebut, maka ada potensi keuntungan hingga US$172 triliun.
“Potensi keuntungan bagi perekonomian global apabila kita dapat menutup kesenjangan ini adalah sebesar US$172 triliun melalui ‘dividen gender’,” ungkapnya dalam unggahan media sosial pribadinya, @smindrawati.
Adapun menurut laporan WEF dalam Global Gender Gap Report 2023, Indonesia mendapatkan skor 0,697 poin dalam Indeks Kesenjangan Gender Global (GGGI). Sayangnya, skor tersebut tidak menunjukkan peningkatan dari tahun sebelumnya, bahkan stagnan.
Namun, Indonesia berhasil naik peringkat dari posisi ke-92 secara global di tahun 2022 menjadi ke-87 pada tahun 2023. Jika ditilik berdasarkan empat dimensi utama, yaitu pencapaian pendidikan, kesehatan dan kelangsungan hidup, partisipasi dan peluang ekonomi, serta pemberdayaan politik, maka Indonesia berhasil menorehkan skor tertinggi pada dimensi pencapaian pendidikan dengan skor 0,972 poin.
Sebagai informasi, indeks ketimpangan gender WEF memiliki sistem penilaian dengan rentang skala 0 sampai 1. Skor 0 berarti adanya kesenjangan gender yang lebar, sedangkan skor 1 menunjukkan kondisi kesetaraan gender.
Sementara itu jika merujuk pada laporan Indeks Ketimpangan Gender (IKG) yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), IKG Indonesia berada di level 0,459 poin pada 2022. Capaian tersebut menurun dibandingkan skor IKG 2021 yang sebesar 0,488 poin. Dilaporkan, penurunan tersebut dipengaruhi oleh kesetaraan capaian pada dimensi kesehatan reproduksi dan pemberdayaan.
“Dengan semakin menurunnya angka IKG, menunjukkan kesetaraan gender di Indonesia semakin membaik. Jika dilihat per wilayah, provinsi yang IKG nya mengalami penurunan terdalam adalah Sulawesi Tenggara,” ungkap Deputi Bidang Statistik dan Jasa BPS, Pudji Ismartini dalam keterangan pers.
Kondisi pekerja wanita di Indonesia
Terkait dengan kesetaraan gender di pasar tenaga kerja, Menkeu Sri Mulyani menyampaikan bahwa perempuan yang berkarir menghadapi sejumlah tantangan dalam pembagian waktu untuk bekerja dan mengurus keluarga.
“Sering kali terjadi trade off di sini, wanita memilih untuk melepas karirnya demi merawat keluarganya. Padahal, tidak sedikit wanita Indonesia yang memiliki kapabilitas dan kompetensi yang cemerlang. Ini yang harus kita perbaiki.” ujarnya.
Di sisi lain, kesenjangan upah antara pekerja laki-laki dan perempuan masih terjadi di dunia kerja. Berdasarkan laporan dari Badan Pusat Statistik (BPS), persentase kesenjangan upah menurut jenis kelamin (gender wage gap) di Indonesia sebesar 22,09% pada 2022. Ironisnya, angka ini meningkat sebesar 1,7% dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 20,39%.
Adapun, kesenjangan upah riil antara laki-laki dan perempuan dapat terjadi akibat perbedaan faktor-faktor karakteristik (explained) seperti jenjang pendidikan, umur, pelatihan, masa kerja, jenis pekerjaan, lapangan pekerjaan, dan lain-lain.
Lebih lanjut, Menkeu juga menyampaikan bahwa pemerintah Indonesia telah mengimplementasikan kebijakan yang mendukung kesetaraan gender, seperti budget tagging, anggaran keterampilan dan kesehatan, alokasi beasiswa pendidikan LPDP, Program Keluarga Harapan, serta akses pembiayaan untuk usaha ultra mikro.
Penulis: Nada Naurah
Editor: Iip M Aditiya