Masalah kemacetan di Indonesia seolah tak pernah ada habisnya. Ibukota Indonesia, Jakarta, selalu menjadi tokoh utama yang paling banyak dibicarakan ketika membahas masalah kemacetan. Melansir data TomTom Traffic Index, Jakarta berhasil duduk di peringkat ke-29 daerah paling macet di dunia dengan rata-rata waktu perjalanan selama 22 menit 40 detik per 10 km. Data tersebut diambil dari 390 kota dari 56 negara di 6 benua.
Tidak hanya itu, ibukota Indonesia ini juga menjadi kota paling macet kedua di ASEAN di tahun 2022. Meski sudah banyak menurun dari tahun-tahun sebelumnya, tidak dapat dipungkiri bahwa masalah kemacetan di Jakarta masih sangat mengganggu penduduknya.
Selain Jakarta, daerah lain di tanah air juga masih mengalami masalah kemacetan. Sebut saja, Surabaya, Denpasar, Malang, Bandung, hingga Bogor. Secara umum, kemacetan biasanya disebabkan oleh bottleneck, yakni kondisi di mana jumlah kendaraan yang ada di jalan melebihi kapasitas jalan tersebut, mengakibatkan lalu lintas sepenuhnya tersendat. Namun, apa benar hanya itu penyebabnya?
Melansir data BPS, Jawa Timur merupakan provinsi dengan jumlah kendaraan bermotor terbanyak di Indonesia. Di tahun 2022, jumlah kendaraan bermotor di Jawa Timur telah mencapai 23 juta unit, didominasi oleh sepeda motor yang jumlahnya melebihi 20 juta unit.
Menyusul Jawa Timur, DKI Jakarta duduk di urutan kedua dengan jumlah kendaraan bermotor mencapai 21 juta unit. Sama seperti Jawa Timur, kendaraan bermotor di Jakarta juga didominasi oleh sepeda motor sebanyak 17 juta unit.
Meski begitu, luas daerah Jakarta yang hanya sekitar 60.000 hektar tentu tidak dapat dibandingkan dengan luas daerah Jawa Timur yang lebih dari 4,8 juta hektar. Menilik data jumlah kendaraan di atas, tidak heran Jakarta masih terus diterpa masalah kemacetan sehari-harinya.
Faktanya, volume kendaraan yang terlalu tinggi di jalan memang memberikan sumbangsih yang besar terhadap masalah kemacetan. Penekanan volume kendaraan dapat menjadi salah satu alternatif untuk mengatasinya, seperti pemberlakuan aturan ganjil genap di 26 titik kemacetan di Jakarta.
Masalah kemacetan harus segera diberantas, bukannya dibiarkan terus menerus menjadi sahabat lama tanah air. Tidak hanya dari pemerintah, upaya juga harus dimulai dari para penduduk Indonesia, terutama para pengguna jalan. Selain buang-buang waktu, kemacetan juga membuat pengguna jalan menjadi stres, boros bensin yang artinya boros ongkos, masalah polusi udara, hingga berkurangnya pendapatan.
Baru-baru ini, Pemprov DKI Jakarta mulai menggunakan AI untuk meminimasi kemacetan lalu lintas. Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo mengungkapkan bahwa kini Dishub DKI sudah bisa mengatur lamanya waktu lalu lintas berdasarkan kondisi jalan secara real time dari Google. Meski belum di seluruh daerah, penggunaan AI ini disebut telah berhasil mengurangi kemacetan Jakarta hingga 20%.
Harapannya, teknologi AI seperti ini bisa turut diimplementasikan di daerah-daerah lain di seluruh Indonesia. Pada akhirnya, setiap penduduk berhak memperoleh perjalanan yang nyaman tanpa harus stres memikirkan kemacetan.
Penulis: Agnes Z. Yonatan
Editor: Iip M Aditiya