Simak Kasus Konflik Agraria Indonesia Sepanjang 2024

Fenomena konflik agraria ini tidak hanya berdampak pada individu atau komunitas tertentu, tetapi juga pada stabilitas sosial dan keberlanjutan lingkungan.

Simak Kasus Konflik Agraria Indonesia Sepanjang 2024 Ilustrasi Lahan yang Terlibat Konflik Agraria | Greenpeace

Konflik agraria tetap menjadi salah satu isu sosial yang menonjol di Indonesia hingga tahun 2024. Meskipun berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah, masyarakat sipil, dan organisasi non-pemerintah, realitas di lapangan menunjukkan bahwa penyelesaian konflik agraria masih jauh dari kata tuntas.

Kasus-kasus ini terus muncul dengan dinamika yang kompleks, melibatkan berbagai pihak dan memengaruhi kehidupan banyak orang, terutama kelompok rentan yang bergantung pada tanah sebagai sumber penghidupan utama mereka.

Konflik agraria tidak terbatas pada satu wilayah atau jenis kegiatan tertentu, melainkan tersebar luas di seluruh Indonesia dan terjadi di berbagai sektor.

Hal ini menunjukkan bahwa akar permasalahan konflik agraria tidak hanya berkaitan dengan aspek kepemilikan tanah, tetapi juga mencakup persoalan tata kelola, kebijakan, dan implementasi regulasi yang kerap tidak berpihak kepada masyarakat.

Kondisi ini diperparah oleh ketimpangan struktural dan minimnya akses masyarakat terhadap keadilan, sehingga konflik sering kali berlarut-larut tanpa solusi yang memadai.

Sebanyak 111 kasus konflik agraria di sektor perkebunan selama 2024 | GoodStats

Data Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), sepanjang 2024 menunjukkan bahwa sektor perkebunan menjadi penyumbang terbesar konflik agraria di Indonesia dengan 111 kasus.

Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan lahan perkebunan sering kali menjadi sumber utama perselisihan, terutama antara masyarakat lokal dan perusahaan besar.

Sektor infrastruktur menyusul dengan 79 kasus. Pembangunan proyek infrastruktur yang masif di berbagai wilayah, seperti jalan tol, bandara, dan pelabuhan, kerap berbenturan dengan kebutuhan ruang hidup masyarakat lokal.

Sektor tambang mencatat 41 kasus, umumnya akibat dampak lingkungan dan sosial dari ekspansi pertambangan.

Konflik di sektor kehutanan dan properti masing-masing mencapai 25 kasus, berkaitan dengan klaim lahan oleh masyarakat adat dan pembangunan properti yang menggusur warga.

Sementara itu, sektor pertanian/agribisnis dan fasilitas militer mencatat 8 dan 6 kasus, menyoroti persaingan lahan antara kebutuhan pangan dan kepentingan strategis. Data ini menegaskan perlunya pengelolaan lahan yang lebih transparan dan adil untuk mengurangi konflik agraria di masa depan.

Proyek IKN menjadi proyek dengan kasus konflik agraria terluas di sektor infrastruktur, dengan luas 235.667 hektare | GoodStats

Proyek Ibu Kota Nusantara (IKN) menjadi penyumbang terbesar konflik agraria di sektor infrastruktur dengan luas area terdampak mencapai 235.667 hektare.

Hal ini menunjukkan besarnya dampak pembangunan ibu kota baru terhadap kepemilikan dan penggunaan lahan, terutama bagi masyarakat lokal dan lingkungan sekitar.

Setelah IKN, kawasan industri mencatat konflik agraria seluas 25.600 hektare, diikuti oleh proyek bendungan yang mencakup 19.548,72 hektare.

Kedua jenis proyek ini sering kali menimbulkan sengketa lahan akibat penggusuran atau perubahan fungsi lahan pertanian dan pemukiman warga.

Bandara dan kawasan kota baru juga berkontribusi terhadap konflik agraria dengan masing-masing luas 4.162 hektare dan 4.028,26 hektare.

Pengembangan kedua infrastruktur ini kerap mengubah struktur sosial dan ekonomi masyarakat setempat, terutama di wilayah urban dan suburban.

Selanjutnya, pembangunan pembangkit listrik mencatat konflik agraria seluas 1.585 hektare, sementara infrastruktur pariwisata berdampak pada 162,1 hektare lahan. Meski lebih kecil dibanding sektor lain, proyek-proyek ini tetap berpotensi menimbulkan ketegangan dengan masyarakat setempat.

Fasilitas umum (30,75 hektare), fasilitas sosial (1 hektare), dan rel kereta (0,28 hektare) memiliki dampak konflik agraria paling kecil, tetapi tetap menunjukkan bahwa setiap proyek infrastruktur memiliki potensi menimbulkan sengketa lahan.

Secara keseluruhan, data ini mencerminkan bahwa pembangunan infrastruktur, meskipun bertujuan meningkatkan konektivitas dan ekonomi, tetap harus memperhatikan aspek keadilan agraria agar tidak merugikan masyarakat terdampak.

Baca Juga: Bukan Kelapa Sawit, Ini Deretan Pohon dengan Daya Serap CO2 Tertinggi

Penulis: Brilliant Ayang Iswenda
Editor: Editor

Konten Terkait

5 Tambang Emas Terbesar di Indonesia Berdasarkan Jumlah Produksi

Indonesia memiliki ladang tambang emas terbesar di berbagai wilayah, seperti Tambang Grasberg, Tujuh Bukit, Toka Tindung, Batu Hijau, dan Martabe.

Belanja ATK Kementerian/Lembaga Potong Anggaran Hingga 90%

Simak daftar pos anggaran kementerian/lembaga yang harus dipangkas pada APBN 2025.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook