Seperti tradisi setiap tahunnya, Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) kembali mengumumkan daftar finalis pemimpin terkorup. Kategori ini dikhususkan untuk individu yang dianggap memiliki kontribusi besar dalam kejahatan dan korupsi.
Daftar finalis ini memaparkan bagaimana tindakan para pemimpin dan tokoh berpengaruh dapat memberikan dampak negatif pada negara dan masyarakat. Dengan mengungkapkan nama-nama besar ini, OCCRP ingin menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas, terutama di tingkat pemerintahan dan bisnis.
Baca Juga: Negara yang Paling Khawatir Soal Korupsi, RI Teratas
Finalis Pemimpin Paling Korup Menurut OCCRP
Tahun ini, daftar tersebut menyoroti tokoh-tokoh kontroversial dari berbagai penjuru dunia: Presiden Kenya William Ruto, Presiden Nigeria Bola Ahmed Tinubu, mantan Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina, serta pengusaha India Gautam Adani. Tak ketinggalan, nama mantan Presiden Indonesia, Joko Widodo, juga muncul sebagai finalis.
Pengumuman pemenang akhirnya jatuh pada mantan Presiden Suriah, Bashar Al Assad. Ia dinobatkan sebagai "Person of the Year" 2024, sebuah gelar yang menggarisbawahi posisinya sebagai salah satu simbol kejahatan dan korup di tingkat global.
Bagaimana OCCRP Menentukan Finalis?
Proses seleksi dilakukan dengan melibatkan partisipasi publik. OCCRP membuka nominasi sejak 22 November 2024 melalui Google Form yang dapat diakses oleh pembaca, jurnalis, anggota juri, dan jaringan OCCRP di seluruh dunia.
Setelah periode nominasi ditutup pada 31 Desember 2024, OCCRP menghimpun suara yang masuk untuk menentukan siapa saja yang pantas masuk daftar finalis. Keputusan ini tidak hanya didasarkan pada popularitas, tetapi juga reputasi individu-individu tersebut dalam berbagai kasus korupsi dan pelanggaran hukum.
Melihat Realitas Korupsi di Negara "Pemimpin Paling Korup" Versi OCCRP
Dari data terakhir pada 2023, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang dirilis setiap tahunnya oleh Transparency International memberikan gambaran tentang tingkat korupsi yang dipersepsikan di berbagai negara. Kali ini, data IPK menjadi relevan untuk memahami konteks di balik negara asal para finalis "Pemimpin Paling Korup" 2024. Daftar ini berisi asal negara tokoh-tokoh kontroversial seperti Presiden Kenya William Ruto, Presiden Nigeria Bola Ahmed Tinubu, mantan Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina, pengusaha India Gautam Adani, dan mantan Presiden Indonesia Joko Widodo.
Tren IPK dari negara-negara ini mencerminkan kondisi nyata di lapangan. Kenya, misalnya, sempat menunjukkan perbaikan skor, dari 28 pada 2019 menjadi 32 pada 2022, sebelum turun kembali menjadi 31 pada 2023. Meski terlihat adanya upaya untuk memperbaiki tata kelola, kenyataannya korupsi tetap menjadi isu besar yang sulit diberantas.
Nigeria, di sisi lain, menunjukkan stagnasi dengan skor rendah di kisaran 24-26, yang menggambarkan betapa akutnya permasalahan korupsi di negara tersebut. Situasi ini menggarisbawahi lemahnya sistem yang memungkinkan praktik korupsi tetap mengakar.
Indonesia, di bawah kepemimpinan Joko Widodo selama satu dekade terakhir, mengalami fluktuasi dalam skor IPK. Mulai dari angka 40 pada 2019, skor ini terus menurun hingga mencapai 34 pada 2023. Penurunan ini terkait erat dengan berbagai kontroversi, seperti revisi undang-undang yang melemahkan KPK, pemecatan pegawai KPK melalui tes wawasan kebangsaan (TWK), serta sejumlah skandal politik besar yang melibatkan pejabat tinggi. Kondisi ini mencerminkan bagaimana korupsi politik tetap menjadi tantangan yang belum terselesaikan.
Bangladesh juga tidak lepas dari isu serupa. Skor IPK negara ini terus menurun, dari 26 pada 2019 menjadi 24 pada 2023. Penurunan ini menunjukkan semakin sulitnya mengatasi praktik korupsi, meskipun ada upaya perbaikan di beberapa sektor. Sementara itu, India, meskipun memiliki skor IPK tertinggi di antara negara asal para finalis, juga menghadapi penurunan skor, dari 41 pada 2019 menjadi 39 pada 2023. Hal ini menunjukkan tantangan yang tetap signifikan dalam menjaga integritas sektor publik.
Memahami Skor dan Peringkat Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Suatu Negara
IPK adalah salah satu alat utama untuk mengukur tingkat korupsi di sektor publik suatu negara. Dengan menggunakan IPK, kita dapat memahami sejauh mana korupsi dipersepsikan di sebuah negara, serta membandingkannya dengan negara lain.
Skor IPK menggambarkan tingkat korupsi yang dipersepsikan di sektor publik suatu negara, dinilai pada skala 0 hingga 100:
- Skor 0 berarti negara tersebut dipersepsikan sebagai sangat korup.
- Skor 100 menunjukkan negara tersebut dipersepsikan sebagai sangat bersih dari korupsi.
Namun, skor ini tidak mencerminkan pandangan langsung dari Transparency International (lembaga yang membuat IPK) atau stafnya. Skor IPK didasarkan pada data yang diambil dari setidaknya tiga sumber data yang berasal dari 13 survei dan penilaian terkait korupsi.
Baca Juga: Indeks Perilaku Antikorupsi Indonesia Turun 2 Tahun Berturut-turut, Kini di Angka 3,85
Penulis: Daffa Shiddiq Al-Fajri
Editor: Editor