Perbedaan tingkat konsumsi protein ikan antarprovinsi di Indonesia menjadi sorotan dalam upaya peningkatan gizi nasional. Lebih dari sekadar preferensi makanan, kesenjangan ini dipengaruhi oleh faktor geografis, budaya lokal, dan ketersediaan bahan pangan.
Data dari Statistik Sumber Daya Laut dan Pesisir 2024 yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa provinsi-provinsi pesisir cenderung memiliki tingkat konsumsi protein ikan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah non-pesisir. Provinsi Sulawesi Utara, Maluku Utara, dan Sulawesi Tenggara tercatat sebagai tiga daerah dengan konsumsi protein ikan per kapita dan per hari tertinggi di Indonesia.
Sebaliknya, tingkat konsumsi ikan di daerah seperti Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah terbilang sangat rendah. Berdasarkan data yang sama, masing-masing hanya mengkonsumsi sebesar 3,69 dan 5,22 kilokalori per kapita per hari, menjadikannya dua provinsi dengan konsumsi terendah di tingkat nasional.
Peneliti Dianti Ias Oktaviasari dan tim pada 2024 turut menguatkan temuan ini melalui riset yang menunjukkan bahwa balita yang tinggal di daerah pesisir memiliki asupan protein ikan lebih tinggi dibandingkan mereka yang tinggal di daerah non-pesisir. Selain faktor geografis, budaya makan juga memainkan peran penting. Di Sumatra Barat, misalnya, masyarakat Minangkabau lebih memilih konsumsi daging sapi yang menjadi bahan utama dalam kuliner tradisional mereka. Sementara itu, masyarakat Bugis di Sulawesi justru terbiasa mengonsumsi ikan sebagai bagian dari warisan budaya pesisir mereka.
Laporan BPS juga menyoroti adanya perbedaan konsumsi antara masyarakat desa dan kota. Masyarakat pedesaan diketahui mengonsumsi ikan lebih banyak karena akses langsung ke sumber daya laut dan harga yang lebih terjangkau, berbeda dengan kondisi di daerah perkotaan yang lebih bergantung pada distribusi pangan.
Data terbaru menunjukkan rata-rata masyarakat di perkotaan mengkonsumsi 9,04 kilokalori protein ikan per hari. Angka tersebut relatif lebih rendah dibandingkan mereka yang tinggal di wilayah pedesaan dengan rata rata konsumsi mencapai 9,86 kilokalori per hari pada 2024.
Kesenjangan konsumsi protein ikan ini penting untuk dicermati karena berkaitan langsung dengan upaya penurunan angka stunting di Indonesia. Ikan merupakan sumber protein hewani berkualitas tinggi yang mengandung berbagai nutrisi penting. Dikutip dari Alodokter, konsumsi ikan secara rutin dapat membantu memperkuat tulang, sendi, serta mendukung fungsi otak anak secara optimal.
Perbedaan konsumsi ikan antardaerah tidak hanya mencerminkan akses terhadap pangan, tetapi juga mencerminkan tantangan dalam mewujudkan keadilan gizi nasional. Dengan intervensi kebijakan yang tepat, seperti peningkatan distribusi ikan ke wilayah non-pesisir dan edukasi gizi berbasis budaya lokal, konsumsi protein ikan di Indonesia berpotensi meningkat dan membawa dampak positif bagi kesehatan generasi mendatang.
Baca Juga: Konsumsi Ikan Indonesia Turun pada 2024
Sumber:
https://journal.unpacti.ac.id/index.php/JPP/article/view/1525/847
https://www.bps.go.id/id/publication/2024/11/29/d622648a533da3bc907e8b3a/statistik-sumber-daya-laut-dan-pesisir-2024.html
https://www.alodokter.com/5-manfaat-ikan-laut-yang-sayang-dilewatkan
Penulis: Faiz Al haq
Editor: Editor