Isu mengenai kemungkinan naiknya iuran BPJS Kesehatan tahun depan kembali mencuat setelah disebut-sebut bisa menjadi solusi untuk mengatasi defisit yang dialami oleh BPJS Kesehatan.
Jika rencana ini benar-benar diterapkan, tentu akan ada berbagai dampak yang dirasakan oleh peserta, terutama pekerja dan masyarakat kelas menengah yang menjadi pembayar utama iuran. Apa saja dampak tersebut?
Baca Juga: Ada Lebih dari 269 Juta Peserta BPJS Kesehatan di 2024
Iuran BPJS Kesehatan Kelas 1, 2, dan 3
Setiap peserta BPJS Kesehatan membayar iuran dengan jumlah yang berbeda, tergantung pada kelas rawat inap yang mereka pilih. Berikut adalah rincian iuran untuk masing-masing kelas.
- Kelas 1:
- Iuran: Rp150.000 per bulan, untuk pelayanan di ruang perawatan kelas 1
- Kelas 2:
- Iuran: Rp100.000 per bulan, untuk pelayanan di ruang perawatan kelas 2
- Kelas 3:
- Per 1 Januari 2021: Rp35.000 per bulan
- Sebelumnya (Juli - Desember 2020): Rp25.500 per bulan, dengan subsidi pemerintah sebesar Rp16.500
- Subsidi pemerintah: Pemerintah memberikan subsidi untuk kelas 3 sebesar Rp7.000 per bulan, sehingga peserta hanya perlu membayar Rp35.000
Meskipun iuran untuk kelas 1, 2, dan 3 sudah ditetapkan, sistem iuran ini akan berubah pada Juli 2025. Pemerintah akan menerapkan sistem baru yang disebut Kelas Rawat Inap Standar (KRIS), yang menggantikan pembagian kelas berdasarkan kelas 1, 2, dan 3.
Mekanisme Pembayaran Iuran BPJS Kesehatan
Pada masa transisi menuju sistem KRIS, peraturan terkait iuran masih merujuk pada Perpres Nomor 63 Tahun 2022. Berdasarkan aturan tersebut, terdapat beberapa kategori peserta dengan mekanisme pembayaran iuran yang berbeda.
- Penerima Bantuan Iuran (PBI): Iuran dibayarkan sepenuhnya oleh pemerintah.
- Pekerja Penerima Upah (PPU): Iuran dihitung berdasarkan persentase gaji atau upah, dengan ketentuan berikut:
- PPU di Lembaga Pemerintahan (PNS, TNI, Polri, dan pejabat negara): 5% dari gaji, dengan 4% dibayar oleh pemberi kerja dan 1% oleh peserta.
- PPU di BUMN, BUMD, dan Swasta: 5% dari gaji, dengan 4% dibayar oleh pemberi kerja dan 1% oleh peserta.
- Keluarga Tambahan PPU: Iuran untuk anggota keluarga tambahan, seperti anak keempat dan seterusnya, ayah, ibu, dan mertua, adalah 1% dari gaji atau upah per orang per bulan, dibayar oleh pekerja penerima upah.
Selain itu, iuran juga berlaku bagi peserta lainnya seperti pekerja bukan penerima upah (PBPU), dengan rincian sebagai berikut:
- Kelas 1: Rp150.000 per orang per bulan
- Kelas 2: Rp100.000 per orang per bulan
- Kelas 3: Rp42.000 per orang per bulan
Perubahan Skema Iuran BPJS Kesehatan pada 2025
Pada Juli 2025, BPJS Kesehatan akan mengubah sistem kelas menjadi satu tarif tunggal untuk seluruh peserta, yang disebut sebagai sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Langkah ini diambil untuk menyederhanakan perbedaan tarif iuran yang ada saat ini.
Perubahan ini tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang perubahan ketiga atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 mengenai Jaminan Kesehatan. Meskipun ketentuan tarif baru belum ditetapkan dalam Perpres tersebut, pemerintah memberikan tenggat waktu hingga 1 Juli 2025 untuk penetapan iuran, manfaat, dan tarif pelayanan dalam skema baru ini.
Apa Dampaknya?
Analis senior Indonesia Strategic and Economic Action (ISEAI), Ronny P. Sasmita, seperti yang dikutip oleh CNN, melihat bahwa kenaikan iuran memang bisa menjadi salah satu cara untuk mengatasi defisit BPJS Kesehatan.
"Memang begitulah salah satu logika BPJS, tidak melulu urusan untung rugi dan defisit," tutur Ronny.
Namun, dia mengingatkan bahwa logika tersebut tidak bisa diterima begitu saja tanpa pertimbangan yang matang. BPJS Kesehatan adalah bagian dari intervensi negara dalam sektor kesehatan, yang berarti negara harus hadir untuk membantu masyarakat jika kondisi ekonomi belum memungkinkan untuk menaikkan iuran.
Ronny menambahkan bahwa kenaikan iuran BPJS harus didukung oleh data yang valid dan perlu dipertanyakan apakah kondisi pendapatan masyarakat, khususnya pekerja, sudah siap untuk menerima kenaikan tersebut. Jika kenaikan UMP (Upah Minimum Provinsi) tahun ini dan tahun depan tidak bisa menutupi kenaikan iuran, maka pemerintah perlu mempertimbangkan kembali kebijakan tersebut.
Salah satu dampak utama yang perlu diperhatikan jika iuran BPJS Kesehatan dinaikkan adalah tekanan terhadap daya beli pekerja, terutama kelas menengah yang sudah merasakan penurunan pendapatan dalam dua tahun terakhir. Ronny memberikan contoh jika iuran naik sekitar Rp50.000, hal ini bisa mengurangi daya beli pekerja hingga sekitar 4 liter beras per bulan. Artinya, kenaikan iuran yang terlalu besar akan memperburuk kondisi keuangan pekerja, yang sudah mengalami kesulitan hidup pasca-pandemi.
Ia berpendapat bahwa kenaikan iuran yang terlalu signifikan akan menjadi beban tambahan yang tidak terjangkau bagi banyak orang, khususnya mereka yang berada di kelas menengah yang saat ini tengah berjuang menghadapi krisis ekonomi.
Namun, jika kenaikan iuran hanya sekitar Rp10.000, dampaknya akan lebih terkontrol dan tidak terlalu memberatkan bagi pekerja.
Baca Juga: Kelas 1,2,3 BPJS Dihapus, ini Penggantinya!
Penulis: Daffa Shiddiq Al-Fajri
Editor: Editor