Pada awal tahun 2025, kinerja keuangan negara mengalami penurunan yang signifikan. Hal ini tercermin dari defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang tercatat sebesar Rp31,2 triliun hingga akhir Februari. Defisit ini setara dengan 0,13% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Meskipun defisit ini masih dalam batas target yang ditetapkan dalam APBN, beberapa pihak menyebutkan bahwa kondisi ini menjadi sinyal adanya masalah dalam stabilitas fiskal Indonesia.
Bagaimana tidak? Untuk pertama kalinya sejak 2021, APBN mengalami defisit. Sementara pada periode yang sama tahun lalu, APBN masih tercatat surplus sebesar Rp26,04 triliun. Meski demikian, defisit yang terjadi di APBN disebutkan masih di dalam target APBN.
"Saya ingatkan kembali, APBN didesain dengan defisit Rp616,2 triliun. Jadi, defisit 0,13% ini masih di dalam target desain APBN sebesar 2,53% dari PDB, yaitu Rp616,2 triliun," ucap Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, saat APBN KiTa edisi Januari 2025, hari Kamis (13/3/2025).
Baca Juga: APBN 2024 Defisit Rp507,8 Triliun
Defisit APBN pada Awal Tahun 2025
Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan, APBN 2025 menunjukkan defisit yang lebih besar dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2024. Pada Februari 2024, APBN tercatat mengalami surplus sebesar Rp22,8 triliun, atau sekitar 0,10% dari PDB. Namun, pada Februari 2025, negara mencatat defisit sebesar Rp31,2 triliun atau sekitar 0,13%. Defisit ini dipengaruhi oleh penurunan baik pada sektor pendapatan maupun belanja negara.
Realisasi Pendapatan Negara
Realisasi pendapatan negara hingga akhir Februari 2025 tercatat sebesar Rp316,9 triliun, yang hanya mencapai 10,5% dari target tahunan sebesar Rp3.005,13 triliun. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya, yang tercatat sebesar Rp439,2 triliun. Penurunan ini menjadi salah satu faktor utama penyebab terjadinya defisit pada APBN 2025.
Realisasi Belanja Negara
Di sisi lain, belanja negara hingga Februari 2025 tercatat sebesar Rp348,1 triliun, atau sekitar 9,6% dari pagu anggaran. Meskipun lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya, realisasi belanja negara yang terus meningkat menjadi salah satu faktor yang memperburuk kondisi keuangan negara. Belanja negara pada Februari 2024 tercatat sebesar Rp470,3 triliun.
Surplus Keseimbangan Primer
Meskipun defisit terjadi pada akhir Februari 2025, APBN masih mencatatkan surplus keseimbangan primer sebesar Rp31,2 triliun. Namun, angka ini mengalami penurunan signifikan dibandingkan dengan surplus keseimbangan primer pada Februari 2024 yang mencapai Rp132,1 triliun. Surplus keseimbangan primer merupakan selisih antara total pendapatan negara dan pengeluaran negara, selain dari pembayaran utang.
Program Pemerintah yang Membebani APBN
Beberapa ekonom menyebutkan bahwa program-program pemerintah, seperti Coretax dan Makan Bergizi Gratis, berpotensi menjadi beban yang semakin berat bagi APBN. Program Makan Bergizi Gratis, yang ditujukan untuk membantu masyarakat miskin, membutuhkan anggaran yang jauh lebih besar dari yang diperkirakan semula. Hal ini berpotensi memperburuk defisit anggaran yang sudah ada.
Selain itu, sistem administrasi perpajakan baru, yaitu Coretax, yang diterapkan mulai Januari 2025, juga turut berkontribusi pada penurunan penerimaan pajak. Banyak wajib pajak yang mengalami kesulitan dalam mengakses dan menggunakan sistem ini, yang menyebabkan penerimaan pajak tidak dapat optimal.
Baca Juga: Simak Pertumbuhan Pajak dalam APBN 2021-2025
Penulis: Daffa Shiddiq Al-Fajri
Editor: Editor