Kasus kekerasan seksual terhadap perempuan beberapa waktu belakangan semakin banyak terungkap dan menjadi perbincangan di jagat media sosial. Kasusnya sangat beragam, mulai dari pemaksaan aborsi, kekerasan dalam dunia hiburan, pendidikan, hingga masuk ke ranah negara.
Hal tersebut dibuktikan dengan adanya kecenderungan kenaikan kasus kekerasan seksual sepanjang pandemi Covid-19. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat, kasus kekerasan berbasis gender (KBG) terhadap perempuan sepanjang 2021 meningkat sebanyak 50 persen dari tahun sebelumnya.
Wakil Ketua Komnas Perempuan Olivia C Salampessy dalam acara Peluncuran Catatan Tahunan (Catahu) Komnas Perempuan pada Maret lalu menyebut, bahwa data yang terkumpul saat ini memang belum memadai. Sebagian besar data yang dihimpun berasal dari Pulau Jawa yang memiliki akses layanan dan informasi lebih memadai.
“Seandainya kapasitas lembaga dan informasi tersedia serta perempuan dapat akses kanal-kanal komunikasi yang disediakan dan diprediksi jumlah data yang dapat dihimpun bisa jadi jauh lebih besar dari pada tahun-tahun sebelumnya," tutur Olivia pada Senin (7/3).
Olivia menambahkan, meski pemaparan data menunjukkan kenaikan dari tahun sebelumnya, daya pencegahan dan penanganannya masih belum ada perubahan berarti. Kekerasan seksual semakin menyebar luas di seluruh ranah yang umumnya banyak terjadi oleh perempuan berusia muda dan produktif, baik dari ruang offline maupun siber.
Pelaku kekerasan masih berada disekitar orang-orang terdekat mereka yang diharapkan menjadi pelindung, contoh, dan teladan seperti guru, dosen, tokoh agama, TNI, Polri, Aparatur Sipil Negara (ASN), tenaga medis, pejabat publik, hingga aparat penegak hukum masih banyak ditemui.
Penyebab tingkat kekerasan terhadap perempuan terus meningkat
Laporan Catahu 2022 menyebut, jumlah kasus Kekerasan Berbasis Gender terhadap Perempuan (KBGTP) sepanjang 2021 sebanyak 338.496 kasus. Data tersebut terdiri dari laporan Komnas Perempuan 3.838 kasus, laporan Lembaga Layanan 7.029 kasus, dan Badan Peradilan Agama (BADILAG) 327.629 kasus.
Peningkatan signifikan 50 persen kasus KBG terhadap perempuan hingga 338.496 kasus di tahun 2021 sebanyak 226.062 kasus di tahun 2020. Lonjakan tajam juga diperlihatkan dalam data BADILAG dari 215.694 pada 2020 naik menjadi 327.639 di 2021 atau sebesar 52 persen.
Peningkatan juga terjadi pada sumber data pengaduan Komnas Perempuan yang meningkat hingga 80 persen pada 2021 dari tahun sebelumnya, yakni sejumlah 3.838 kasus. Sementara itu, data yang berasal dari lembaga layanan menurun 15 persen atau sekitar 1.205 kasus pada 2021 dari tahun sebelumnya.
Peningkatan data BADILAG dan Komnas Perempuan ini disebabkan oleh penggunaan teknologi yang digunakan oleh korban sebagai pelapor. Kini masyarakat sudah memiliki peningkatan kesadaran untuk melakukan pengaduan secara daring.
Sementara itu, tren penurunan yang terjadi dalam data KBG terhadap perempuan terjadi karena sejumlah lembaga layanan tidak beroperasi karena imbas dari pandemi Covid-19. Sistem pendokumentasian kasus yang belum memadai, minimnya SDM, dan lembaga-lembaga yang rutin memberi kuesioner data KBG terpaksa dihentikan.
Bentuk kekerasan yang paling banyak terjadi.
Dibandingkan tahun sebelumnya, data dari lembaga layanan menunjukkan tidak ada perbedaan pola yaitu kekerasan fisik, seksual, psikis dan ekonomi. Namun jumlah kekerasan seksual pada 2021 mengalami penurunan 4 persen (dari 30 persen-26 persen). Data pengaduan ke Komnas Perempuan juga menunjukkan tidak ada perubahan pola dengan tahun sebelumnya, yaitu kekerasan psikis, seksual, fisik, dan baru ekonomi. Namun jumlah kekerasan seksual pada 2021 mengalami peningkatan 7 persen (dari 26 persen-33 persen).
Secara lebih rinci, data gabungan dari lembaga layanan dan pengaduan ke Komnas Perempuan paling mendominasi ditunjukkan oleh kekerasan fisik sebanyak 30 persen atau sejumlah 4.814 kasus.
Lalu kemudian diikuti kekerasan psikis dan seksual dengan jumlah 29 persen dengan selisih tipis pada jumlah masing-masing sekitar sebanyak 4.754 kasus dan 4.660 kasus. Kekerasan ekonomi paling sedikit dilaporkan oleh perempuan sebagai korban dengan persentase 12 persen atau sekitar 1.887 kasus.
Kumpulan data di atas tentu menjadi pengingat persoalan ini memerlukan langkah serius dari pemerintah untuk menguatkan kelembagaan Komnas Perempuan. Pasalnya, dari banyak survei dan kajian setidaknya 80 persen korban tidak akan melapor.
Tantangan dan rekomendasi Komnas Perempuan melawan kasus kekerasan.
Secara khusus, lonjakan kasus ini menjadi tantangan tersendiri bagi Komnas Perempuan. SDM yang belum memadai cukup kerepotan untuk merespon aduan masyarakat sebanyak 16 kasus/per hari. Meski demikian, hal ini membuktikan bahwa akan ada harapan dan kepercayaan masyarakat terhadap Komnas Perempuan sebagai Lembaga Nasional Hak Asasi Manusia (LNHAM).
Dalam hal ini Komnas Perempuan masih menjumpai beberapa tantangan pemenuhan hak perempuan sesuai mandat konstitusi RI. Pertama, rancangan kebijakan di tingkat undang-undang sangat kompleks untuk dapat dibahas dan disahkan di setiap tahapan pembentukan undang-undang yang berakibat akan adanya mispersepsi dan ketidakpahaman publik. Kedua, komitmen mengakui dan mengimplementasikan keberpihakan terhadap muatan kebijakan non-diskriminatif.
Ketiga, masih ada pemerintah daerah yang menerbitkan kebijakan bermuatan diskriminatif atau berpeluang mendorong terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak. Keempat, masih terus tertundanya pembentukan perundang-undangan yang berdampak terhadap perempuan dan berpihak pada kelompok rentan.
Maka dari itu perlu adanya kolaborasi dari segala pihak untuk bisa segera mengatasi persoalan. Perlu adanya dukungan dari lembaga pemerintah legislatif, lembaga internasional, lembaga HAM, lembaga Non Struktural, media, pelaku bisnis, masyarakat sipil, dan lembaga terkait lainnya untuk turut serta mendukung memberikan kedaulatan bagi perempuan dan merdeka dari kekerasan.
Penulis: Nabilah Nur Alifah
Editor: Iip M Aditiya