Dampak Kenaikan PPN 12% di 2025 terhadap Pengeluaran Rumah Tangga

Pada 2025, kenaikan PPN 12% diperkirakan akan memengaruhi masyarakat kelas bawah yang dapat menyebabkan penurunan daya beli.

Dampak Kenaikan PPN 12% di 2025 terhadap Pengeluaran Rumah Tangga IlustrasI Orang Menghitung Pajak | GamePH/istock

Adanya rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025 menimbulkan berbagai kekhawatiran di kalangan masyarakat, terutama terkait dampaknya pada pengeluaran belanja.

Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) dalam laporannya bertajuk Indonesia Economic Outlook 2025 menjelaskan bahwa kenaikan PPN berpotensi meningkatkan pengeluaran rumah tangga masyarakat miskin.

Proporsi pengeluaran PPN untuk 20% rumah tangga terkaya dan termiskin | GoodStats
Proporsi pengeluaran PPN 20% untuk rumah tangga kaya dan miskin | GoodStats

Sebelum terjadinya Covid-19 antara 2013-2019, dengan tarif PPN 10%, beban rata-rata PPN untuk 20% rumah tangga termiskin adalah 3,93%, sementara untuk 20% rumah tangga terkaya adalah sebesar 5,04%. 

Selama era Covid-19, tarif PPN tetap 10%. Beban PPN untuk rumah tangga termiskin adalah 4,15%, sedangkan untuk rumah tangga terkaya sebesar 5,10%. Setelah adanya kenaikan tarif PPN menjadi 11% pada 2022-2023, beban PPN rumah tangga termiskin naik menjadi 4,79% dan yang terkaya sebesar 5,64%. 

Kenaikan PPN pertama kali terjadi pada 2022 dengan berlakunya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), dari 10% menjadi 11%. Adanya peningkatan ini memungkinkan terjadinya penurunan pendapatan yang lebih besar dibanding konsumsi, sehingga beban PPN terhadap total pengeluaran jadi meningkat.

Besaran Pengeluaran PPN Berdasarkan Kelas Pendapatan Masyarakat

Ekonom LPEM FEB UI, Teuku Riefky, menjelaskan bahwa pada progresivitas beban PPN terlihat jelas saat dianalisis berdasarkan pada kelas pendapatan. Fenomena ini terjadi pada pra Covid-19 dengan tarif PPN 10% maupun setelah terjadi kenaikan menjadi 11%.

Peningkatan beban PPN seiring dengan perubahan tarif menunjukkan bahwa kelas pendapatan yang lebih tinggi tetap menanggung persentase beban yang lebih besar, meskipun adanya perbedaan antar kelompok masih terjaga.

Pengeluaran PPN berdasarkan kelas pendapatan masyarakat | GoodStats
Pengeluaran PPN berdasarkan kategori kelas pendapatan, mulai dari masyarakat miskin hingga kelas atas | GoodStats

Analisis data menunjukkan bahwa beban PPN cenderung meningkat seiring dengan kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11%, dengan dampak yang bervariasi berdasarkan kelompok pendapatan.

Pada kelompok miskin, beban PPN naik dari 3,85% (pra Covid-19) menjadi 4,03% selama Covid-19, dan mengalami kenaikan lebih lanjut menjadi 4,70% setelah tarif PPN mengalami kenaikan menjadi 11%.

Sementara itu, kelompok atas tetap menanggung beban PPN tertinggi dengan sedikit penurunan dari 6,25% (pra Covid-19) menjadi 6,11% selama Covid-19, tetapi naik menjadi 6,86% pada saat PPN naik 11%.

Data ini menunjukkan bahwa beban tetap progresif, di mana kelompok berpendapatan lebih tinggi tetap menanggung proporsi pajak yang lebih besar dibandingkan dengan kelas berpendapatan rendah, meski semua kelompok mengalami kenaikan beban pasca perubahan PPN.

Peningkatan tarif PPN menjadi 12% pada 2025 diperkirakan akan menambah beban bagi masyarakat. Namun, Menteri Keuangan, Sri Mulyani, telah menyatakan bahwa kenaikan ini merupakan amanat dari Undang-Undang No. 7 tahun 2021 tentang HPP. 

“Jadi kami di sini sudah dibahas dengan bapak ibu sekalian sudah ada UU-nya, kita perlu siapkan agar itu bisa dijalankan (kenaikan PPN pada 2025), tapi dengan penjelasan yang baik sehingga kita tetap bisa,” kata Sri Mulyani dalam kutipan Ekonomi Bisnis

Konsekuensi dari Adanya Kenaikan PPN

Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonzus Widjaja, mengungkapkan bahwa kenaikan PPN 12% dapat memperburuk situasi, dampaknya akan terjadi kenaikan harga produk dan barang yang pada akhirnya mengurangi kemampuan masyarakat untuk berbelanja. 

Daya beli masyarakat menjadi pendorong dari pertumbuhan ekonomi Indonesia. Ia khawatir akan adanya penurunan daya beli yang bakal menghambat target pemerintah untuk dapat mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 8%.

"Struktur masyarakat Indonesia kan didominasi oleh kelas menengah bawah. Artinya kalau ini terganggu, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga terdampak. Karena pertumbuhan ekonomi Indonesia hampir 57% didominasi oleh konsumsi rumah tangga. Jadi ini akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia, padahal pemerintah punya target 8%," jelasnya pada CNBC Indonesia

Selain itu, efek dari kenaikan PPN dapat membebani rumah tangga yang memiliki penghasilan rendah secara tidak proporsional. Hal ini dapat memperburuk tingkat kemiskinan dan memperlebar kesenjangan sosial, sehingga mendorong lebih banyak orang ke bawah garis kemiskinan dan semakin membebani kelompok-kelompok yang rentan. 

Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Budihardjo Iduansjah, menyatakan bahwa para pengusaha secara kompak meminta pemerintah untuk dapat meninjau ulang adanya kebijakan peningkatan PPN. Jika pemerintah tetap menaikan, mereka berharap ada stimulus yang diberikan untuk menjaga daya beli masyarakat.

Menurutnya, meski telah tercantum dalam undang-undang, kebijakan ini masih bisa diganti dengan Peraturan Presiden pengganti UU untuk sementara waktu. 

"Memang ini adalah undang-undang, tapi kan mungkin bisa dibantu dengan PERPU, mungkin peraturan Presiden pengganti undang-undang. Poinnya kami minta ditunda 1-2 tahun atau gimana, sambil lihat situasi itu. Jangan dilakukan dulu di Januari 2025, karena waktu sangat mepet," pungkasnya.

Baca Juga: Tarif PPN Indonesia Tertinggi ke-2 di Asia Tenggara

Penulis: Ucy Sugiarti
Editor: Editor

Konten Terkait

Mau Timbun Uang? Kenali Dulu Uang Kartal, Uang Giral, dan Uang Kuasi

Tak aman dengan uang giral dan uang kuasi, penimbunan uang kartal ternyata bukan hanya ada di film-film.

Tata Finansial dengan Baik, Ini Perbedaan Tujuan Menabung Gen Z dan Millenial

Milenial dan gen Z mempunyai perbedaan tujuan dalam perencanaan keuangannya, milenial prioritaskan pendidikan anak, sedangkan gen Z fokus pada dana darurat.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook