Buntut Efisiensi Anggaran, BMKG Terancam Sulit Deteksi Bencana

Indonesia harus persiapkan diri hadapi cuaca ekstrem, namun anggaran BMKG sebagai lembaga pendeteksi bencana justru dipangkas.

Buntut Efisiensi Anggaran, BMKG Terancam Sulit Deteksi Bencana Banjir di Dayeuhkolot pada Januari 2024 | Timur Matahari/Getty Images

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) termasuk salah satu lembaga yang terdampak efisiensi anggaran belanja negara. Tak tanggung-tanggung, BMKG harus menghemat 50,35% anggaran, dari Rp2.826 triliun menjadi Rp1.423 triliun.

BMKG sebagai lembaga penyedia informasi seputar cuaca, iklim, hingga peringatan bencana alam seperti gempa dan tsunami ini terancam tidak bisa berperan optimal. Pasalnya, efisiensi anggaran tersebut dapat menghambat kerja banyak alat operasional utama.

Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama BMKG menyebut, kemampuan pemeliharaan alat hanya bisa mencapai 71%. Padahal, sebagian besar kondisi alat tersebut sudah terlalu usang dan melampaui usia kelayakan.

Selain itu, observasi dan daya deteksi cuaca, iklim, kualitas udara, gempa, serta tsunami juga akan terganggu. Akurasi akan menurun dari 90% ke 60%. Kajian seputar kondisi alam pun bisa terhambat.

Indonesia Diperkirakan Alami Cuaca Ekstrem pada 2025

Berdasarkan laporan World Economic Forum melalui Global Risk Report 2025, cuaca ekstrem berupa banjir, gelombang panas, dan lain sebagainya diperkirakan menjadi masalah terbesar keempat yang harus dihadapi Indonesia.

Lima masalah utama yang diperkirakan muncul di Indonesia pada 2025 adalah dampak buruk dari teknologi kecerdasan buatan, resesi ekonomi, kemiskinan dan kesenjangan, cuaca ekstrem, serta kekurangan pasokan pangan. Kurangnya pasokan pangan juga merupakan dampak dari kondisi alam yang tidak mendukung. 

Sementara itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan sepanjang 2024, Indonesia telah menghadapi lebih dari 2.000 kejadian bencana. Desember catatkan peristiwa paling banyak, yaitu 225 bencana alam.

Akhir hingga awal tahun cenderung lebih banyak bencana alam terjadi | GoodStats
Akhir hingga awal tahun cenderung lebih banyak bencana alam terjadi | GoodStats

Bencana alam yang termasuk dalam laporan BNPB adalah tanah longsor, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, gempa bumi, gelombang pasang dan abrasi, erupsi gunung api, cuaca ekstrem, serta banjir. Dari total kejadian, banjir mendominasi dengan 1.088 kejadian.

Sementara itu pada 2023, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) jadi yang paling banyak terjadi. Faktornya karena saat itu merupakan puncak El Nino. Pada 2024, Indonesia kembali menghadapi La Nina, di mana curah hujan lebih tinggi sehingga rentan menimbulkan banjir, cuaca ekstrem, baru karhutla.

Bencana hidrometeorologi diperkirakan akan terus berlangsung pada 2025, setidaknya hingga April mendatang. Dengan curah hujan yang meningkat 20-40%, banjir, tanah longsor, angin kencang, hingga puting beliung rentan terjadi.

Secara keseluruhan, jumlah bencana pada 2024 turun dibandingkan kejadian pada 2023. Akan tetapi, penurunan ini lebih disebabkan oleh perubahan pola pencatatan dengan standar terbaru.

Berdasarkan standar tersebut, maka hanya 2.107 bencana terjadi pada 2024. Jika menggunakan pola lama, maka jumlah kejadian bencana alam pada 2024 mencapai 5.593, lebih tinggi dari 2023 yang mencapai 5.400.

Standar (minimal angka) baru dalam mendefinisikan suatu kejadian bencana adalah sebagai berikut.

  1. Satu orang meninggal dunia
  2. 50 orang terdampak/luka/mengungsi
  3. 5 unit rumah dan/atau fasilitas publik rusak
  4. Terjadi pada 1 hektare lahan
  5. Permintaan pemerintah daerah untuk diberikan bantuan nasional
  6. Status keadaan darurat bencana

Baca Juga: Efisiensi Anggaran buat MBG, Kementerian/Lembaga Mana yang Paling Terdampak?

Penulis: Ajeng Dwita Ayuningtyas
Editor: Editor

Konten Terkait

79% Publik Puas terhadap Kinerja Prabowo

Sikapnya yang tegas, berwibawa, berani, dan juga pemberantasan korupsi yang dinilai berhasil menjadi alasan dibalik kepuasan publik.

Efisiensi Anggaran buat MBG, Kementerian/Lembaga Mana yang Paling Terdampak?

Implementasi kebijakan ini tetap memerlukan pengawasan agar dapat terealisasi tanpa menghambat pelayanan publik dan program pembangunan lainnya.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook