Jalur evakuasi memegang peran penting dalam upaya mitigasi bencana. Keberadaannya menjadi penunjuk arah bagi masyarakat terdampak, terutama ketika terjadi bencana berskala besar yang datang tiba-tiba, seperti gempa bumi, tsunami, hingga letusan gunung berapi.
Indonesia termasuk salah satu negara paling rawan bencana di dunia karena letaknya di Ring of Fire. Kondisi ini pula yang melahirkan 107 gunung berapi aktif, tersebar dari Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara, hingga Papua.
Dengan risiko yang begitu besar, jalur evakuasi menjadi kebutuhan mendesak bagi masyarakat Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2024 mencatat, terdapat 9.711 desa/kelurahan di Indonesia yang memiliki, atau setidaknya dilalui, jalur evakuasi. Angka ini menjadi gambaran penting tentang bagaimana kesiapan infrastruktur evakuasi telah dibangun untuk menghadapi potensi bencana di berbagai wilayah.
Jawa Barat menjadi provinsi dengan jumlah desa/kelurahan yang memiliki jalur evakuasi terbanyak di Indonesia, yakni mencapai 975 wilayah. Posisi kedua ditempati Nusa Tenggara Timur dengan 499 desa/kelurahan, disusul Aceh dengan 448 wilayah.
Di kawasan timur, Sulawesi Tengah juga mencatat angka yang cukup tinggi dengan 413 desa/kelurahan yang memiliki jalur evakuasi. Sementara itu, Bali berada di urutan kelima dengan 354 wilayah, sedikit di atas Sulawesi Utara dengan 350 wilayah.
Daerah Istimewa Yogyakarta dan Maluku juga masuk daftar sepuluh besar dengan masing-masing 319 dan 316 desa/kelurahan. Adapun Sumatra Barat menempati posisi berikutnya dengan 288 wilayah, lalu Nusa Tenggara Barat menutup daftar dengan 266 desa/kelurahan yang telah dilengkapi jalur evakuasi.
Apa Saja Unsur Evakuasi?
Perlu dipahami jalur evakuasi tidak bisa berdiri sendiri dalam menunjang proses evakuasi tatkala terjadi bencana. Badan Nasional Penanggulangan Bencana menjelaskan bahwa setidaknya terdapat beberapa unsur lain yang penting untuk diperhatikan.
Pertama adalah soal tempat evakuasi, yakni lokasi atau bangunan untuk menampung penyintas bencana selama masa tanggap darurat. Kedua ada tempat evakuasi sementara (TES), yang merujuk pada penampungan sementara ketika masih ada indikasi risiko bencana yang meningkat.
Ketiga, tempat evakuasi akhir (TEA). TEA merupakan tempat perlindungan permanen untuk para penyintas dengan dukungan sumber daya yang lebih memadai.
Selanjutnya ada jalur evakuasi itu sendiri. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengartikan jalur evakuasi sebagai jalan dan/atau arah disepakati untuk menghindari ancaman menuju TES atau TEA.
Terakhir, ada pula peta evakuasi berisi gambaran arah yang harus ditempuh apabila terjadi bencana.
Selain jalur evakuasi, sistem peringatan dini dan perlengkapan keselamatan menjadi unsur penting yang menentukan keselamatan masyarakat. Pada tahun 2024, tercatat ada 10.589 desa/kelurahan di Indonesia yang telah memiliki sistem peringatan dini bencana alam. Sementara itu, 751 desa sudah dilengkapi sistem peringatan dini tsunami, dan 10.468 desa lainnya memiliki perlengkapan keselamatan.
Baca Juga: Menerawang Risiko Bencana Letusan Gunung Berapi di Indonesia
Sumber:
https://volcano.si.edu/faq/Pacific_Ring_of_Fire.cfm
https://bpbd.sukoharjokab.go.id/uploads/menu/5__Modul_Penyusunan_Rencana_Evakuasi.pdf
https://www.bps.go.id/id/statistics-table/2/OTcxIzI=/banyaknya-desa-kelurahan-menurut-upaya-antisipasi-mitigasi-bencana-alam--desa-.html
Penulis: Faiz Al haq
Editor: Editor