Kondisi penegakan hukum di Indonesia, khususnya dalam pemberantasan korupsi, menjadi sorotan publik yang tidak pernah surut. Memasuki tahun 2025, sejumlah indeks pengukuran korupsi yang dipublikasikan menunjukkan adanya perbaikan signifikan dalam kebijakan antikorupsi dibandingkan tahun sebelumnya.
Dua survei besar yang baru saja dirilis, yaitu Indeks Persepsi Korupsi (IPK) oleh Transparency International dan Survei Penilaian Integritas (SPI) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), memberikan gambaran optimis tentang kondisi Indonesia dalam memerangi korupsi. Namun, apakah perbaikan ini benar-benar mencerminkan kenyataan di lapangan?
Baca Juga: Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Membaik, Peringkat Ke-5 ASEAN
Indeks Persepsi Korupsi (IPK) oleh Transparency International
Transparency International baru-baru ini mempublikasikan hasil terbaru dari Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2024. Dalam survei global ini, Indonesia menempati peringkat ke-99 dari 180 negara dengan skor 37 poin. Skor ini menunjukkan adanya peningkatan dari tahun sebelumnya yang tercatat 34 poin, menandakan bahwa Indonesia berada di jalur perbaikan meskipun masih dalam kategori negara yang dianggap memiliki tingkat korupsi yang cukup tinggi.
IPK ini bukan hanya didasarkan pada satu sumber, melainkan merangkum hasil pengukuran dari 13 survei internasional yang dilakukan oleh lembaga-lembaga bereputasi seperti World Bank, Freedom House, dan Economist Intelligence Unit. Indeks ini menggambarkan persepsi para pebisnis dan ahli terkait dengan praktik korupsi, mulai dari suap-menyuap, nepotisme, hingga penyalahgunaan anggaran publik. Hasil ini menunjukkan ada optimisme di kalangan pelaku bisnis global tentang upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Indeks dari Transparency International ini memiliki skor tertinggi 100 yang menggambarkan kondisi "sangat bersih", sementara skor terendah 0 mencerminkan kondisi "sangat korup".
Survei Penilaian Integritas (SPI) oleh KPK
Selain IPK, KPK juga merilis hasil survei tahunan yang berjudul Survei Penilaian Integritas (SPI). Survei ini mengukur kualitas integritas di berbagai lembaga pemerintah, mulai dari kementerian, provinsi, hingga kabupaten/kota, serta Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Skor SPI 2024 mencapai 71,53 poin, sedikit lebih tinggi dari 70,97 poin pada 2023, menunjukkan adanya perbaikan meski skor tersebut masih tergolong dalam kategori "rentan" (dengan rentang nilai 0-72,9).
SPI dari KPK menggabungkan penilaian dari tiga sumber: pegawai pemerintahan daerah, mitra kerja, dan para ahli di bidang hukum dan integritas. Survei ini mencakup indikator seperti budaya organisasi, pengelolaan anggaran, manajemen sumber daya manusia, dan sistem antikorupsi yang diterapkan oleh setiap lembaga. Meskipun terdapat peningkatan skor, kategori "rentan" yang masih dominan menunjukkan bahwa kualitas integritas lembaga negara Indonesia masih membutuhkan perbaikan yang lebih signifikan.
Apa yang Membuat Survei Ini Relevan?
Penting untuk dicatat bahwa kedua survei ini tidak didasarkan pada opini masyarakat umum, melainkan persepsi dari kalangan yang lebih terbatas, seperti para pelaku bisnis, mitra kerja, dan pakar hukum. Dengan demikian, meskipun hasilnya menggambarkan optimisme terhadap kondisi pemberantasan korupsi, survei ini mencatat pandangan dari segmen-segmen tertentu yang terlibat langsung dengan penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.
Namun, survei berbasis persepsi ini tidak lepas dari keterbatasan. Persepsi, yang diukur dalam kedua survei ini, tidak selalu mencerminkan fakta yang terjadi di lapangan. Faktor-faktor eksternal atau pengalaman pribadi yang dimiliki oleh responden dapat mempengaruhi cara pandang mereka terhadap tingkat korupsi. Dengan demikian, meskipun ada perbaikan yang terlihat dalam angka dan skor, belum tentu ini menunjukkan penurunan signifikan dalam praktik korupsi itu sendiri.
Baca Juga: Kejagung Jadi Lembaga Paling Dipercaya Buat Berantas Korupsi di Indonesia
Penulis: Daffa Shiddiq Al-Fajri
Editor: Editor