Kemajuan teknologi telah memengaruhi hampir seluruh sendi kehidupan manusia, termasuk cara manusia memenuhi kebutuhan dasarnya. Teknologi yang diciptakan manusia membuat aktivitas sehari-hari terasa lebih cepat dan efektif. Misalnya, mobil dan motor mempercepat mobilitas, sementara gawai pintar mempermudah komunikasi. Perubahan ini menunjukkan bahwa kehidupan sosial semakin dipengaruhi oleh logika efisiensi dan kepraktisan.
Dalam konteks dromologi, percepatan tersebut juga tampak jelas di dunia pangan. Di Indonesia, hadirnya produk makanan instan dan bahan penyedap siap pakai membuat aktivitas memasak menjadi lebih sederhana dan tidak memakan waktu. Hal ini memungkinkan siapa saja, bahkan mereka yang tidak mahir memasak, tetap dapat mengolah makanannya sendiri. Dengan demikian, praktik konsumsi makanan bukan hanya dipermudah oleh teknologi, tetapi juga mencerminkan bagaimana ritme kehidupan masyarakat modern semakin diarahkan pada kecepatan dan efisiensi.
Di Indonesia sendiri, terdapat beberapa brand makanan yang telah melekat di dalam kehidupan masyarakat. Kantar melakukan analisis brand footprint terhadap lebih dari 500 merek FMCG di Indonesia untuk menilai performa merek, baik mapan maupun baru. Analisis menyoroti frekuensi konsumen memilih merek, masuknya ke keranjang belanja, serta tren repertoar konsumsi.
Dari penelitian tersebut, ditemukan beberapa produk yang terbilang dekat dengan masyarakat karena memiliki consumer reach point (CRP) yang tinggi. CRP mengukur jangkauan merek melalui kombinasi jumlah konsumen, frekuensi pembelian, dan penetrasi pasar, menunjukkan seberapa sering brand gunakan. Dengan demikian, semakin tinggi CRP yang dimiliki suatu brand, maka semakin laris pula brand tersebut.
Berdasarkan laporan tersebut, makanan instan masih mendominasi merek makanan lokal terlaris dalam negeri. Indomie berada di posisi teratas dengan 2.317 juta. Produk ini dibeli hampir semua rumah tangga dengan tingkat penetrasi tinggi, yaitu 96,6%, berkat kemampuannya menawarkan perbedaan yang berarti bagi lebih banyak konsumen.
Di bawahnya, terdapat Mie Sedap dengan 1.507 juta, Royco (1.291 juta), Roma (1.105 juta), Indofood (965 juta), Nabati (857 juta), Masako (816 juta), Sasa (687 juta), Bango (641 juta), dan Energen (563 juta) yang juga masuk dalam jajaran merek makanan dengan CRP tertinggi di Indonesia.
Seberapa Suka Orang Indonesia dengan Mi Instan?
Kedekatan masyarakat Indonesia dengan mi instan sudah tidak perlu lagi diragukan. Survei Jakpat menunjukkan bahwa sebanyak 60,7% orang Indonesia di atas 3 tahun mengonsumsi mi instan satu sampai enam kali per bulan. Sementara itu, 32% dikategorikan sebagai konsumen reguler yang mengonsumsi dua hingga tiga kali dalam sebulan, dan hanya 4% yang mengonsumsi mi instan sekali sebulan atau lebih jarang.
Di tingkat global, masyarakat Indonesia diketahui menjadi negara dengan jumlah konsumsi mi instan tertinggi kedua pada 2024, jumlahnya mencapai 14,68 miliar porsi. Sedikit mundur, pada 2020, jumlah konsumsi mi di Indonesia tercatat sebesar 12,64 miliar porsi, kemudian terus naik menjadi 13,27 miliar pada 2021, 14,26 miliar pada 2022, dan 14,54 miliar pada 2023. Data ini mencerminkan pertumbuhan minat masyarakat terhadap mi instan sebagai makanan praktis yang tetap tinggi dari tahun ke tahun.
Kedua data di atas memberikan gambaran betapa dekatnya warga Indonesia dan mi instan. Meski demikian, konsumsi mi instan yang berlebihan dapat berdampak buruk bagi tubuh, karena kandungan nutrisinya yang kurang seimbang dan berisiko mengakibatkan penyakit jantung, diabetes, obesitas, gangguan ginjal, gangguan pencernaan, hingga kanker lambung.
Baca Juga: Negara dengan Konsumsi Mi Instan Terbanyak di Dunia, Indonesia Peringkat 2!
Sumber:
https://jakpat.net/download/pdf/35982/PDF%20Report%20Instant%20Noodles%20Price%20Increase%20-%20Jakpat%20Survey%20Report%202022%2035982
https://kantar.turtl.co/story/brand-footprint-2024-indonesia/page/5/3
https://instantnoodles.org/en/noodles/demand/table/
Penulis: Faiz Al haq
Editor: Editor
