Melansir dari Aljazeera, pengeboman dan pertempuran antara pasukan Israel dan pejuang Palestina semakin memanas ketika jumlah korban tewas di Gaza mencapai 9.000 orang.
Pemungutan suara terkait resolusi yang menyerukan penghentian segera permusuhan dalam perang antara Israel dan Hamas sebenarnya telah dilakukan oleh Majelis Umum PBB pada hari Jumat (27/10) lalu dengan hasil sebanyak 120 negara mendukung resolusi tersebut, sementara 14 negara, termasuk AS dan Israel, menentang. Sebanyak 45 negara lainnya abstain dalam pemungutan suara tersebut.
Aksi demo oleh pengunjuk rasa dari berbagai negara juga kerap mendesak dan menyerukan gencatan senjata agar cepat dilakukan.
Namun, seruan gencatan senjata tersebut secara terang-terangan ditolak oleh pihak Israel, “Kami menolak seruan tercela Majelis Umum PBB untuk melakukan gencatan senjata,” tulis Menteri Luar Negeri Israel, Eli Cohen, dalam sosial media X.
Jumlah korban jiwa dan kerusakan di Jalur Gaza pun kian meningkat pesat buntut dari serangan militer Israel yang tak kunjung usai. Angka korban dan kerusakan diduga tak akan berhenti sebelum adanya persetujuan gencatan senjata dari kedua belah pihak.
Mengambil data dari Euro-Med Human Rights Monitor, per 7-31 Oktober 2023, jumlah korban jiwa di jalur Gaza melampaui angka 9.000 orang, yaitu 9.056 korban jiwa dengan 3.718 di antaranya merupakan anak-anak dan 1.929 merupakan perempuan.
Adapun korban yang berada di bawah reruntuhan akibat serangan bom diperkirakan mencapai 1.976 orang. Tak hanya itu, dikabarkan pula sebanyak 32 orang jurnalis dan 111 staf kesehatan meninggal.
Lebih lanjut, unit atau bangunan yang hancur total di Jalur Gaza mencapai 44.300 unit. Sebanyak 147 sekolah hancur dan 27 masjid serta 3 gereja rusak.
Fasilitas kesehatan yang menjadi sasaran pengeboman setidaknya sebanyak 107 dengan 19 diantaranya merupakan rumah sakit, 49 diantaranya klinik, dan 39 diantaranya merupakan ambulans.
Penulis: Anissa Kinaya Maharani
Editor: Editor