AI Kian Berisiko, Apa Langkah yang Harus Diambil?

Menurut para ahli, penguatan regulasi dan sanksi adalah langkah awal yang harus dilakukan untuk atasi risiko AI dengan capaian 38%.

AI Kian Berisiko, Apa Langkah yang Harus Diambil? Ilustrasi AI | Geralt/Pixabay
Ukuran Fon:

Kehadiran Artificial Intelligence (AI) telah membawa dampak yang besar bagi kehidupan manusia. Teknologi ini hadir di hampir semua lini kehidupan meliputi kesehatan, pendidikan, dunia seni dan kreatif, pemasaran, hingga banyak bidang lainnya. Namun di balik manfaatnya yang besar, muncul risiko yang juga tak kalah besar.

Dalam pemanfaatannya, AI kerap kali digunakan untuk tindakan kriminal seperti penipuan menggunakan teknologi rekayasa foto/video (Deepfake), penyalahgunaan data untuk berpura-pura menjadi orang lain, dan sederet problematika lainnya. Fenomena ini kemudian melahirkan sebuah pertanyaan, tindakan apa yang harus dilakukan untuk mengatasi risiko tersebut?

Untuk menjawabnya, laporan dari AXA bertajuk AXA Future Risks Report 2025 telah menyediakan beberapa saran berupa langkah strategis yang perlu dilakukan pemerintah guna meminimalisir risiko penggunaan AI. Survei ini dilakukan terhadap 3.595 ahli dari 57 negara di dunia termasuk Indonesia.

Penguatan Regulasi dan Sanksi Jadi Perhatian Khusus

Penguatan Regulasi dan Sanksi Disarankan Mayoritas Ahli untuk Atasi Risiko AI
Penguatan Regulasi dan Sanksi Disarankan Mayoritas Ahli untuk Atasi Risiko AI | GoodStats

Hasil survei menunjukkan bahwa mayoritas responden menyarankan agar pemerintah segera menguatkan regulasi yang mengatur penggunaan AI secara komprehensif dengan capaian 38%. Hal ini dilakukan agar nantinya masyarakat memiliki pegangan yang jelas dan konkret dalam memaksimalkan potensi AI.

Selain penguatan regulasi, responden juga menekankan perlunya penguatan sanksi bagi siapapun yang nantinya melanggar peraturan. Dengan begitu, beratnya hukuman yang ditetapkan diharapkan dapat menimbulkan efek jera.

Saran selanjutnya adalah upaya peningkatan kerangka pengelolaan risiko oleh pemerintah sebanyak 35%. Setelah peraturan dan sanksi ketat ditetapkan, penting bagi pemerintah untuk kemudian menyusun kerangka pengelolaan risiko agar potensi penyalahgunaan AI bisa dideteksi sedini mungkin dan mampu diminimalisir.

Setelahnya terdapat rekomendasi berupa penyelenggaraan kampanye untuk meningkatkan kesadaran publik dengan perolehan 31%. Selain penguatan dari sisi pemerintahan, publik ahli juga menganjurkan upaya peningkatan kesadaran akan bahaya AI kepada masyarakat luas. Dengan demikian, kedua sisi, baik pemerintah maupun rakyat sama-sama berkontribusi terhadap pengurangan risiko AI.

Rekomendasi lainnya adalah prioritas investasi dalam hal riset dan inovasi (30%) dan peningkatan kolaborasi dengan pihak eksternal (27%).

Tepatnya, Aspek Apa yang Perlu Diregulasi?

Mayoritas Publik Ingin Pemerintah Segera Susun Regulasi Mengenai Perlindungan Data Pribadi
Mayoritas Publik Ingin Pemerintah Segera Susun Regulasi Mengenai Perlindungan Data Pribadi | GoodStats

Menurut survei dari Kumparan, Sebagian besar responden menilai bahwa perlindungan data pribadi pengguna adalah isu yang harus segera diregulasi oleh pemerintah, dengan capaian 84%. Data merupakan identitas penting yang penggunaannya harus dijaga seketat mungkin. Dalam hal ini, kehadiran regulasi berperan penting untuk menjamin keamanan data pengguna dari para oknum. 

Lalu aspek yang juga mendapat perhatian besar dari publik adalah mengenai perlindungan hak cipta dan kreativitas sebesar 74%. Berkat perkembangannya yang begitu pesat, kini AI mampu menciptakan beragam produk visual seperti foto, video, ataupun animasi. Hingga saat ini, permasalahan hak cipta terkait produk visual oleh AI masih menjadi perdebatan panjang dan belum menemui penyelesaian pasti. Untuk itu, pemerintah diharapkan bisa merumuskan peraturan yang jelas agar para seniman dan pegiat kreatif dapat lebih terlindungi.

Perhatian publik selanjutnya tertuju pada isu mengenai pencegahan penggunaan AI untuk penipuan (74%), transparansi cara kerja AI (53%), pencegahan bias dan diskriminasi (52%), langkah perlindungan anak dan kelompok rentan (52%), serta pemenuhan tanggung jawab atas dampaknya di masyarakat, seperti kemiskinan (44%).

Adapun survei dari Kumparan dilakukan terhadap 1.000 responden dari beberapa wilayah di Indonesia meliputi Jabodetabek, Surabaya, Makassar, Medan, Denpasar, dan Balikpapan menggunakan metode survei kuantitatif dan wawancara kualitatif secara daring.

Baca Juga: 50% Insiden AI Berasal dari Kegagalan Sistem & Diskriminasi: Saatnya Regulasi Diperkuat

Sumber:

https://www.ipsos.com/sites/default/files/text-block/2025-10/axa-future-risks-report-2025.pdf

https://kumparan.com/kumparantech/kumparan-luncurkan-indonesia-ai-report-2025-pahami-persepsi-publik-terhadap-ai-265YCiMDzUo/full?fbclid=PAb21jcANmkelleHRuA2FlbQIxMQABpwdv8UrrPQU0Ya9doP2aq6xfUK00_B3o_iYYw_YSMrDDYngXpwhnd3-YbHHn_aem_iXz1_OeH3dDf_V3IEDrv5g

Penulis: NAUFAL ALBARI
Editor: Editor

Konten Terkait

Indeks Ketahanan Energi Indonesia Kembali Naik pada 2024

Indeks ketahanan energi Indonesia naik pada 2024 menjadi 6,69, masuk kategori tahan.

Proporsi Perempuan dalam Struktur Kepegawaian Negeri Sipil

Persentase PNS perempuan yang menempati level pimpinan jumlahnya masih sangat minim walau porsi PNS secara keseluruhan mendominasi selama 5 tahun terakhir.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook