Gedung pencakar langit sering kali sekadar dianggap sebagai bangunan yang tinggi. Padahal, ada banyak syarat dalam mendefinisikan gedung pencakar langit.
Sebuah bangunan dapat dianggap sebagai pencakar langit sejati jika mampu menopang beratnya sendiri. Bangunan ini harus tetap stabil tanpa adanya ketergantungan pada kabel atau struktur pendukung eksternal apa pun.
Selain itu, setidaknya setengah dari tinggi bangunan tersebut harus terdiri dari lantai yang dapat digunakan dan dihuni. Dengan kata lain, 50% atau lebih dari keseluruhan struktur harus menyediakan ruang yang layak huni.
Terakhir, tinggi bangunannya harus minimal 150 meter (492 kaki). Hal ini menjadi standar yang membedakan gedung pencakar langit dari bangunan tinggi lainnya.
Karena perbedaan yang disebutkan di atas, bangunan seperti Skytree di Tokyo dan Fernsehturm di Berlin tidak dapat digolongkan sebagai gedung pencakar langit. Meskipun sangat tinggi, keduanya tidak memenuhi kriteria lantai layak huni dan desain bangunan mandiri.
Data terbaru dari Council on Tall Buildings and Urban Habitat (CTBUH) menunjukkan bahwa China memimpin dunia dalam pembangunan gedung pencakar langit pada tahun 2025. Negara Asia Timur ini memiliki total 3.571 bangunan yang tingginya melebihi 150 meter.
Setelah China, Amerika Serikat menempati peringkat kedua dengan 929 gedung pencakar langit, diikuti Uni Emirat Arab dengan 345 gedung pencakar langit dan Malaysia dengan 327. Adapun Jepang menyusul dengan 284 gedung pencakar langit, melengkapi lima besar teratas global.
Adapun daftar sepuluh besar dilengkapi oleh Korea Selatan (281 gedung), Kanada (185 gedung), Australia (164 gedung), Thailand (146 gedung), dan Indonesia (139 gedung).
Kalau di Asia Tenggara?
Di Asia Tenggara, persaingan untuk membangun gedung pencakar langit semakin kuat. Salah satu contohnya, Malaysia didukung oleh landmark seperti Menara Petronas dan Merdeka 118 yang menjulang tinggi, menempatkannya pada peringkat pertama dengan 327 gedung.
Thailand berada di posisi berikutnya dengan 146 gedung pencakar langit, diikuti oleh Indonesia dengan 139 gedung. Hal ini mencerminkan perluasan berkelanjutan di kawasan ini dalam pembangunan gedung pencakar langit.
Daftar lima besar dilengkapi Filipina dengan 130 gedung dan Singapura dengan 100 gedung. Keduanya memperkuat peran Asia Tenggara sebagai salah satu kawasan dengan urbanisasi masif di dunia.
Angka-angka ini menunjukkan bahwa sebagian besar negara di Asia Tenggara memandang gedung-gedung tinggi sebagai penanda kemajuan. Dari lanskap Jakarta yang dinamis hingga pasar properti Manila yang berkembang pesat dan gedung-gedung pencakar langit modern Bangkok, pembangunan di Asia Tenggara terus melaju pesat.
Sebaran gedung pencakar langit di seluruh dunia mencerminkan perubahan kekuatan ekonomi dan tujuan pembangunan yang terus berkembang. Asia Tenggara muncul sebagai salah satu kawasan terdepan dalam pembangunan gedung tinggi dan perluasan vertikal perkotaan.
Setiap negara dalam daftar ini menawarkan narasi kemajuan, identitas, dan ekspresi arsitekturnya sendiri yang khas. Ke depannya, tantangannya bukan hanya membangun gedung yang lebih tinggi, tetapi juga memastikan pertumbuhan dan pembangunan yang berkelanjutan dan bertanggung jawab.
Baca Juga: Negara Pemilik Gedung Pencakar Langit Terbanyak 2024
Sumber:
https://www.skyscrapercenter.com/countries
https://www.theb1m.com/article/what-makes-a-building-a-skyscraper-2020
Penulis: Raynor Argaditya
Editor: Editor